Opini
Sistem Islam Akhiri Nestapa Rohingya
Oleh: Artya Chamiastri,
(Visualis Dakwah Depok)
TanahRibathMedia.Com—Jagad maya digegerkan oleh potongan-potongan video yang beredar di media sosial yang menunjukkan beberapa perahu imigran Rohingya yang ingin mendarat di pesisir Aceh, ditolak mentah-mentah oleh penduduk setempat.
Narasi yang beredar bahwa penduduk Aceh gerah dengan kelakuan pengungsi Rohingya yang acapkali dipandang negatif. Mulai dari membuang-buang nasi bungkus yang diberikan, meminta jatah uang dan makanan melebihi yang seharusnya, menuntut untuk diberikan tanah di Malaysia dan Aceh. Ditambah pula isu bahwa ada perantara yang mengirimkan pengungsi Rohingya ke Indonesia dengan iming-iming uang puluhan juta, hingga pernyataan bahwa para pengungsi hanya berpura-pura sebagai orang Islam karena tidak mampu menjawab pertanyaan berapa jumlah rakaat salat maghrib dengan benar.
Mereka tidak bisa bekerja di Indonesia karena tidak membawa dokumen negara yang lengkap, sehingga tidak sedikit yang mencap pengungsi Rohingya sebagai kelompok yang hobinya 'numpang hidup' tetapi justru menyusahkan orang di sekitarnya.
Tidak kalah mengejutkannya, seorang influencer muslimah membagi pengalamannya mengobrol dengan seorang Budha dari Myanmar. Orang tersebut mengatakan bahwa sebenarnya orang Rohingya adalah pendatang dari Bangladesh yang menetap di Myanmar. Sebelumnya sudah ada etnis asli Myanmar yang beragama Islam bernama Rakha, namun justru penduduk Rohingya dan Rakha acapkali bentrok. Akhirnya pemerintah Myanmar menolak dan mengusir etnis Rohingya dari negaranya, karena dianggap memicu kericuhan dengan penduduk setempat.
Walhasil hal ini tentu memicu gelombang kemarahan dari sebagian besar netizen. Sederet penggiat media sosial mengecam kedatangan pengungsi Rohingya ke tanah air Indonesia. Mereka berargumen bahwa putra-putri bumi pertiwi saja harus mati-matian mencari nafkah untuk hidup, sementara rakyat Rohingya hanya ongkang-ongkang kaki sudah mendapat sandang, pangan, dan papan.
Belum lagi isu yang mengatakan bahwa para pengungsi ini kerap berbuat kerusuhan di tempat mereka tinggal. Mulai dari pertengkaran, pencurian, hingga pemerkosaan.
"Jangan sampai Indonesia jadi seperti Palestina, yang sudah memberikan tempat hidup tapi justru terusir dari negara sendiri!” kata mereka yang menyamakan Rohingya dengan Zionis Yahudi.
Namun, benarkah yang terjadi di lapangan memang seperti itu? Sederet kanal berita telah menyanggahnya. Video yang mengatakan bahwa pengungsi Rohingya berdemo menuntut tanah di Malaysia, terbukti sebagai hoaks. Video yang dibuat pada 2017 itu sebenarnya menunjukkan sekumpulan orang Rohingya di depan kedutaan besar Myanmar di Malaysia mengecam kekerasan yang terjadi kepada rekan-rekan mereka.
Nicko Pandawa, seorang sejarawan dan penggiat literasi Islam, menyambangi langsung para pengungsi yang berada di Aceh. Ia menyaksikan langsung bahwa para pengungsi tersebut tidak tidak hanya pandai melantunkan Al-Fatihah, namun juga ayat kursi. Mereka juga menyambut Nicko dengan baik. Sama sekali tidak terlihat kelakuan barbar yang dituduhkan oleh segelintir orang-orang anti Rohingya.
Tak hanya itu, etnis muslim asli Myanmar yang konon bernama Rakha, setelah ditelusuri justru tidak dapat ditemukan. Yang ada justru Rakhine, yang justru sangat erat konotasinya dengan rakyat Rohingya itu sendiri. Lantas etnis Muslim asli Myanmar yang manakah yang dimaksud?
Korelasi Rohingya, Myanmar, dan Zionis
Agaknya para pembenci Rohingya ini lupa, kekejaman dan pembantaian yang dialami mereka. Persekusi yang mereka alami oleh pemerintah dan umat Budha Myanmar sejak 1970an, mencapai puncaknya di tahun 2016-2017. Ratusan ribu orang Rohingya dihajar habis-habisan. Belasan ribu wanita dan gadis muda diperkosa dan dilecehkan. Tercatat sekitar 36.000 orang dilemparkan ke dalam api.
Hal ini tentu saja memicu exodus besar-besaran ke negara tetangga lain di Asia, seperti Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia. Di Bangladesh misalnya. Ada 2 tempat penampungan yang dibangun pemerintah Bangladesh untuk ditinggali rakyat Rohingya, Cox’s Bazar dan Bhasan Char. Cox’s Bazar ada tempat penampungan pengungsi terpadat di dunia, membawahi sekitar 900 ribu manusia. Sudah barang tentu penghidupannya jauh dari layak.
Bhasan Char pun tidak kalah parahnya. Meskipun berisi gedung-gedung tinggi dan megah, lokasinya yang hanya berjarak 2 meter dari permukaan laut menjadikannya sangat rentan longsor dan rawan terkena badai topan. Belum lagi posisinya yang jauh dari mana pun. Mereka kesulitan dalam akses makanan dan kesehatan, di mana rumah sakit terdekat berjarak puluhan kilometer di seberang pulau. Sejak 2019, Bangladesh menyatakan bahwa mereka tidak mau lagi menerima orang Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.Tentu mereka serba salah. Di Bangladesh tidak layak, Malaysia dan Indonesia menolak, balik ke Myanmar pun nyawa taruhannya. Lantas apakah yang menjadikan Rohingya dibantai habis-habisan oleh pemerintah Myanmar?
Jika ditelusuri lebih jauh, Myanmar sangatlah erat hubungannya dengan Zionis Israel. U Nu, perdana menteri pertama Myanmar (yang dulu bernama Burma), mengakui bersimpati dengan Israel karena merasa memiliki banyak kesamaan. Ia bahkan meminta IDF untuk melatih dan mempersenjatai Tatmadaw, angkatan militer Myanmar. Tidak heran, ethnic cleansing yang dilakukan Myanmar kepada muslim Rohingya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Israel kepada Palestina.
Solusi Islam dalam Menanggulangi Pengungsi
Penolakan yang terjadi kepada pengungsi Rohingya, adalah buah pikiran dari sekat-sekat nasionalisme. Mereka cenderung melihat Rohingya sebagai orang luar, orang dari negara lain yang bukan menjadi tanggung jawab Muslim Indonesia. Mereka tidak memandang Rohingya sebagai sesama saudara seiman yang perlu dibantu. Padahal Rasulullah saw. telah dengan jelas bersabda,
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai dan saling menyantuni di antara mereka adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian dari tubuh itu menderita sakit maka seluruh badan turut merasakan sakitnya dengan tak bisa tidur dan demam.” (HR Muslim).
Namun, bisa kita lihat yang umum terjadi saat ini. Tidak ada rasa peduli akan nasib saudara seiman kita. Alih-alih mengasihani, yang ada malah seruan besar-besaran untuk memulangkan rakyat Rohingya kembali ke negaranya, meskipun resiko kematian menunggu di depan mata mereka.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan, karena kita hidup di sistem kapitalis dan yang berlaku adalah hukum rimba.
“Every man for himself.” Setiap orang harus menolong dirinya sendiri-sendiri. Sudah barang tentu pemikiran semacam ini hanya akan menghasilkan masyarakat yang kaya semakin kaya dan yang miskin pun makin merana.
Berbeda dengan aturan Islam. Sistem Islam telah mengatur dan merinci secara sempurna setiap pokok-pokok permasalahan kehidupan. Misalnya dalam kasus Rohingya. Dalam sistem Islam, siapa pun yang beragama Islam dan datang ke Negeri Islam, maka akan diterima tanpa memandang asal negaranya. Tidak ada lagi istilah pengungsi, karena semua muslim yang tinggal dan berbaiat di negara Islam akan dianggap sebagai penduduk yang wajib ditolong dan diayomi.
Tidak hanya itu. Salah satu kewajiban daulah melakukan dakwah ke negara-negara lain, termasuk melakukan futuhat. Etnis Muslim yang mendapat perlakuan buruk di negara lain akan terbebas dari belenggu pemerintahan kufur dengan adanya futuhat. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, dari al-Barra’ bin Azib ra’, Nabi SAW bersabda,
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). Hal tersebut baru akan terasa jika ada Khil4f4h sebagai junnah yang mampu menjaga umat Islam di mana pun ia berada.
Oleh karena itu, yang harus kita lakukan saat ini menyadarkan ummat akan pentingnya Khil4f4h. Tanpa Khil4f4h, umat Islam akan terjajah dan jauh dari agamanya sendiri. Hanya Khil4f4h-lah yang mampu melindungi dan meriayah umat Islam seluruh dunia, dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Via
Opini
Posting Komentar