Opini
Tidak Ada Islam Liberal
Oleh: Zaitun Zahra
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, yang di dalamnya terdapat syariat baik berupa perintah yang harus dikerjakan, dan larangan yang harus ditinggalkan. Oleh karena itu, barang siapa yang konsisten dengan Islam, maka ia termasuk Al-Jama'ah atau firqah najiyah (kelompok yang selamat) dan yang menyimpang darinya termasuk firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Firqah halikah adalah firqah liberaliyah. Liberal sendiri adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori, dan pandangan hidup yang berbeda. Islam dan liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berlawanan dan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian, ada sekelompok orang yang rela menamakan dirinya dengan "Jaringan Islam Liberal (JIL)".
Tindakan mereka terhadap Islam seolah nyata di mata umat, mereka menyuarakan yang haq, tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil, karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang di wahyukan dan yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Prinsip ajaran liberal diantaranya; Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistensi pluralitas sosio- kultural dan politik masyarakat.
Adakah Islam Liberal?
Seperti yang dijelaskan di atas, Islam dan liberal adalah dua istilah yang berbeda, yang tidak bisa di satukan, maka perlu diketahui bahwa, tidak ada yang namanya "Islam Liberal", akan tetapi individu muslimnya lah yang bersifat liberal.
Liberal bukanlah sebuah pemikiran yang baru saja di bentuk, akan tetapi, di zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pun sudah ada yang namanya muslim liberal, namanya Ka'ab bin Asyraf (seorang Yahudi), yang mana dia telah memeluk agama Islam, namun memiliki pemikiran yang plural, dia telah menanamkan kepada pemikirannya bahwa, Taurat dan Al-Qur'an itu sama, yakni sama-sama dari Allah yang di wahyukan kepada kedua Nabi-Nya, kemudian para sahabat melapor hal ini kepada Rasulullah saw. maka turunlah wahyu Allah,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِى السِّلۡمِ کَآفَّةً
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan." (QS Al-Baqarah: 208).
Adapun perkataan Rasulullah:
"Law kana Musa hayyan lama wasa’ahu illa ittiba’I,”. Yang artinya: “Seandainya Nabi Musa as. hidup (pada masa Nabi Muhammad saw.) maka ia tidak dapat tidak kecuali mengikutiku,”
(HR Imam Ahmad).
Sejarah Firqah Liberal
Dikutip dari judul, Asal-usul Firqah Liberal, yang bersumber dari Majalah As-sunah, penulis Agus Hasan Bashori, edisi, 04/Vl/1423/2002M. Islam liberal muncul pada abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Shafawi, dan Dinasti Mughal tengah berada di gerbang keruntuhan. Pada saat itu, tampillah para ulama untuk mengadakan gerakkan pemurnian (kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah) dan di saat itu juga, muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syiah, menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi di kalangan Syiah Aqa Muhammad Bihbihani (Iran 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar. Ide ini terus bergulir Rifa'ah Rafi' Al-Tahtawi (Mesir 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam.
Shihabuddin Marjani (Rusia 1818-1889) dan Ahmad makhdun (Bukhara 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. Sedangkan di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan, dia membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan kerja sama dengan penjajah Inggris pada tahun 1877 ia membuka suatu kolese (lembaga pendidikan) yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920), sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku "The Spirit of Islam" berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang diagungkan di inggris pada masa Ratu Victoria.
Amir Ali memandang Nabi shallallahu'alaihi wasallam adalah pelopor agung nasionalisme. Di Mesir, muncullah M Abdul (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu'tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh ulama salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita penulis buku "Tarhir Al-Mar'ah". Lalu muncul Ali Abd Raziq (1888-1966), lalu yang mendobrak Sistem Khalifah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik, karena Muhammad (Nabiyullah) hanyalah pemimpin agama, lalu di teruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahwa, yang di kehendaki oleh Al-Qur'an hanyalah sistem demokrasi tidak yang lain.
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir Al-Qur'an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Pada intinya ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran di luar Islam.
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Iya menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Iya mengatakan Al-Qur'an itu mengandung dua aspek "legal spesifik dan ideal moral", sedangkan yang di tuju oleh Al-Qur'an ialah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk di terapkan.
Di Indonesia muncul Nurcholish Madjid ( murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang mempelopori gerakkan Firqah liberal bersama dengan Djohan Effendi, Ahmad Wahid, dan Abdurrahman Wachid.
Nurcholish Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun 1970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan "rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama".
Lalu sekarang muncullah yang namanya (JIL) yang menghasung ide-ide Nurcholish Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pemikirannya.
Demikian asal-usul istilah dan paham Islam liberal hingga sampai ke Indonesia. Akan tetapi, jika di urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu, sedangkan paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto "Render unto the caedar what the Caesar's and to the God what the God's", yang berarti serahkan apa yang menjadi hak kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan.
Karena itu, ada yang mengatakan "Cak Nur (Nurcholish Madjid) hanya meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban Barat". Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada Ibn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir'aun dan mengunggulkannya atas Nabi Musa as..
Misi Firqah Liberal
Adapun misi firqah liberal yakni untuk menghadang atau lebih tepatnya menghancurkan gerakkan Islam fundamentalis, mereka menulis; "Sudah tentu jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok agama yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada, atau sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan keagamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis".
Yang di maksud dengan Islam fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal bisa dilihat dari orang-orang yang memilki 5 ciri:
(1) Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat. (2) Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu. (3)Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam. (4) Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara.(5) Mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun untuk masa depan.
Agenda dan Gagasan Firqah Liberal.
Dalam tulisan yang berjudul "Empat Agenda Islam yang Membebaskan"; Luthfi Asy-syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal;
Pertama, agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja. Kedua, mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencairan teologi pluralisme mengingat makin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam. Ketiga, emansipasi wanita. Keempat, kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Adapun dari sumber lain terdapat pula empat agenda mereka; (1) Pentingnya kontekstualisasi ijtihad.
(2)Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan. (3) Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama.
(4)Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara.
Bahaya Firqah Liberal.
Adapun bahaya dari firqah liberal. Pertama, mereka tidak menyuarakan Islam yang di ridai oleh Allah Ta'ala. Kedua, mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik daripada gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf, juga yang lainnya. Kemudian mereka menyebut Islam sebagai pedoman mereka ialah "Islam Liberal".
Ketiga, mereka beriman kepada sebagian kandungan Al-Qur'an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, agar penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah, maka mereka menciptakan "Jalan baru" dalam menafsiri Al-Qur'an, mereka menyebutnya dengan tafsir konstekstual, tafsir hermeneutik, tafsir kritis dan tafsir liberal.
Keempat, mereka menolak paradigma keilmuan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam. Karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya Barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan pemikiran orang Barat. Kelima, mereka tidak mengikuti jalan yang di tempuh Nabi shallallahu'alaihi wasallam, para sahabat dan seluruh orang-orang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks agama serta pada bentuk formalisme sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang historis dan eksklusif.
Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang di ancam oleh Allah Ta'ala, bisa di lihat dalam firman Allah (QS Annisa:115). Keenam, mereka tidak memilki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Ketujuh, kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika yaitu menjadikan Turki liberal pada zaman Kemal Attaturk sebagai model bagi seluruh negara Islam. Kedelapan, mereka memecah belah umat Islam. Kesembilan, mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal. Kesepuluh, mereka tidak memilki metode agama yang jelas sehingga gagasannya terkesan asal bunyi "Asbun".
Dan tanpa disadari hari ini banyak umat Islam telah mendalami paham-paham seperti ini, mereka hanya menggunakan agama ketika di masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya, ketika mereka telah melangkah keluar dari tempat ibadah tersebut, maka hilanglah agama.
Yang menjadi penyelamat untuk umat Islam hari ini ialah, dengan mengembalikan pemikiran mereka kepada paham dan berpedoman dengan Al-Qur'an dan Sunnah (Islam kaffah), bukan kepada paham liberalisme, sekularisme, karena Islam tidak ada yang namanya Islam liberal.
Wallahua'alam
Via
Opini
Posting Komentar