Opini
6 Alasan Utama Umat Islam Wajib Tinggalkan Sistem Sekuler
Oleh: Muh. Abdul Gani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibatMedia.Com—Setidaknya ada enam alasan utama umat Islam wajib meninggalkan sistem sekuler lalu berjuang menegakkan sistem Islam. Alasan tersebut sesuai dengan fakta yang terjadi dan tentu saja berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadis, sebagaimana firman Allah Swt.
“Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Qur’an) dan Rasul (Hadis).” (QS An-Nisa’: 59).
Keenam alasan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, sumber hukum dalam sistem sekuler berasal dari akal manusia. Dalam sistem sekuler, sumber ketetapan hukum berasal dari akal manusia dan ditetapkan oleh DPR/parlemen.
Berbeda dengan sistem Islam, sumber hukumnya berasal dari Allah Swt..
Allah Swt. adalah yang berhak menetapkan hukum. Para mujtahid memiliki kewajiban untuk menggali dan melahirkan hukum-hukum dengan proses ijtihad berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am: 57
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
Kedua, standar keadilan yang tidak tegas.
Dalam sistem sekuler, terdapat banyak celah yang memungkinkan tersangka untuk menghindari jeratan hukum dengan leluasa. Ini disebabkan oleh proses hukum yang memungkinkan para pihak untuk mengajukan banding ke pengadilan tinggi setelah vonis dikeluarkan, yang menyebabkan penundaan putusan hukum. Setelah pengadilan tinggi mengambil keputusan, masih ada kemungkinan untuk mengajukan kasasi, yang juga menyebabkan penundaan putusan hukum. Selain itu, terdapat upaya hukum lain yang disebut peninjauan kembali. Tidak hanya itu, presiden juga memiliki hak istimewa untuk memberikan pengampunan (grasi, amnesti, dan abolisi) kepada pelanggar hukum.
Dalam sistem Islam, ketika hakim telah menetapkan putusan hukum, putusan tersebut menjadi final. Tidak ada lagi kemungkinan banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Oleh karena itu, tidak ada pihak yang dapat mengubah keputusan hakim, bahkan jika ia adalah seorang khalifah. Dengan pendekatan ini, masyarakat dapat mencapai keadilan dalam waktu yang singkat.
Ketiga, seseorang bisa dihukum meski tanpa bukti. Sistem sekuler memungkinkan terjadinya ketidakadilan. Dalam sistem ini, ketidakadilan dapat dimulai sejak sebuah kasus dilaporkan kepada kepolisian. Banyak individu yang dengan maksud jahat menyampaikan tuduhan palsu kepada pihak lain, dengan harapan agar lawan mereka dipenjarakan.
Dalam sistem peradilan Islam, prinsipnya adalah bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya terbukti. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk memenjarakannya kecuali jika kesalahannya terbukti. Tugas hakim adalah membuktikan kesalahan pihak tersangka. Jika hakim gagal membuktikan kesalahan tersebut, kasus tersebut akan segera dibatalkan dan tersangka harus segera dibebaskan.
Sabda Rasulullah:
“Seandainya setiap manusia memenuhi tuntutannya, niscaya orang-orang akan menuntut harta dan darah suatu kaum. Namun, penandatanganan wajib datangkan bukti dan yang mengingkari sumpah.” (HR Al-Baihaqi).
Keempat, pemimpin tidak dapat didakwa atas kekeliruan kebijakan.
Dalam sistem sekuler, baik presiden, gubernur, maupun para menteri tidak dapat didakwa atas kesalahan kebijakan mereka, selama kebijakan tersebut dianggap sesuai dengan undang-undang yang ada. Oleh karena itu, walaupun mereka telah melakukan kebijakan yang merugikan rakyat, masyarakat tidak dapat mengajukan mereka ke pengadilan.
Berbeda dalam sistem Islam, tidak ada yang terkecuali dari proses pengadilan. Semua individu, termasuk khalifah atau pejabat tinggi negara, dapat diajukan ke pengadilan. Qadhi Madzalim dari Mahkamah Madzalim akan mengadili kasus-kasus yang melibatkan penguasa atas kekeliruan kebijakan yang mereka ambil. Tidak ada kekebalan atau keistimewaan yang dapat melindungi mereka dari proses hukum.
Kelima, hukum dalam sistem sekuler tidak memiliki fungsi pencegah dan penebus.
Mulai dari kasus korupsi, pencurian, perjudian, perzinahan, narkotika dan masih banyak lagi tindak kejahatan lainnya, setiap harinya menghiasi layar televisi. Sudah sangat jelas sistem hukum yang berlaku saat ini tidak mampu mencegah tindak kejahatan yang telah terjadi, akibatnya tindak kejahatan terjadi berulang-ulang. Begitu pun jika dilihat dari aspek penebus, walaupun seseorang melakukan tindak kejahatan dan diberikan hukuman tetapi hukuman tersebut tidak berfungsi sebagai penebus karena hukum yang berlaku lahir dari akidah sekuler.
Sedangkan dalam hukum Islam tindak kejahatan dicegah dengan hukuman qishash. Qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pelukaan atau penghilangan fungsi anggota tubuh yang dilakukan secara sengaja. Jika orang berakal mengetahui apabila ia membunuh maka akan dibunuh juga, sehingga ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya, di dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa manusia. Dengan demikian, hukum islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir).
Sanksi di dunia dilaksanakan oleh Imam (Khalifah) atau orang yang mewakilinya. Yaitu, diselenggarakan oleh negara dengan cara menegakkan hudud Allah, dan melaksanakan hukum-hukum jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Hukuman yang ditetapkan di dunia bagi pelaku tindak kejahatan akan menghapuskan hukumannya di akhirat. Hal itu karena, hukum dalam Islam berfungsi sebagai penebus (jawabir).
Firman Allah dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah: 178-179:
“Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Keenam, pangkal kekisruhan hukum sekuler
Pangkal kekisruhan hukum yang terjadi hingga kini disebabkan karena sistem hukum berlandaskan pada sekularisme. Sekularisme artinya paham yang memisahkan agama dari kehidupan atau memisahkan agama dari politik dan negara. Para sekularis memandang bahwa agama itu wilayah privat, urusan antara seseorang dengan Tuhannya, sehingga hukum agama tidak boleh mengatur kehidupan publik.
Masalah berikutnya, di dalam sistem hukum sekuler, hukum dibuat secara kolektif oleh anggota parlemen. Setiap anggota parlemen pasti membawa latar belakang pemikiran yang berbeda, budaya, kepentingan, bahkan agama dan ideologi yang berbeda. Lalu, bagaimana bisa keterbatasan akal manusia dengan berbagai perbedaan latar belakang dapat menghasilkan produk hukum yang lengkap, padu, harmonis serta membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi masyarakat?
Legislasi dalam sistem Islam akan menghasilkan produk hukum yang lengkap, padu, harmonis, selalu relevan dengan zaman, menjamin kepastian hukum dan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya yaitu asasnya adalah akidah islam, ada jaminan kebaikan untuk manusia, sumber hukum yang disepakati para ulama yaitu Al-Qur’an, as-Sunnah, Ijmak sahabat, dan Qiyas Syar’i, dan standar kebenaran tidak bisa di intervensi oleh siapa pun karena hukum dalam sistem Islam berasal dari Allah Swt..
Wallahu'alam
Via
Opini
Posting Komentar