Opini
Antara Debat dan Solusi Umat
Oleh: Arief Firman
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Rangkaian debat capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) memang selalu panas untuk diamati. Setiap debat menghasilkan penilaian bagi setiap warga Indonesia baik itu positif maupun negatif. Bagi para pendukung yang fanatik salah satu paslon (pasangan calon) mungkin akan memberikan penilaian yang positif, namun bagi pendukung yang lain akan memberikan respon yang negatif. Akhirnya muncul komentar saling sindir antar pendukungnya. Bahkan sampai memunculkan konflik internal hingga ke level keluarga. Selain itu muncul juga isu-isu hoaks yang dapat memberikan potensi memecah belah antar warga.
Menurut data Menkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika), dari Januari 2023 hingga Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks tentang Pemilu (Menkominfo, 2023)¹ dan sebanyak kurang lebih 203 isu hoaks yang tersebar di media sosial hingga awal Januari 2024 (CNBC Indonesia, 2024)².
Tak jarang pula setelah menyaksikan debat capres dan cawapres, warga Indonesia ada yang beralih ke paslon lain karena dinilai tidak sesuai atau mengecewakan. Kekecewaan tersebut disebabkan ketika di awal kampanye-nya para paslon memberikan solusi untuk negeri ini secara solutif dan inovatif. Namun ketika debat berlangsung, penjelasan solusi dan inovasi yang ditawarkan tersebut dinilai tidak masuk akal. Bahkan warga Indonesia juga menilai sikap para capres maupun cawapres ketika debat berlangsung apakah sesuai dengan adat ketimuran atau tidak.
Berbagai analisis dari berbagai survei memberikan data-data para calon presiden dan calon wakil presiden agar dapat memberikan gambaran secara umum dukungan warga Indonesia terhadap setiap pasangan calon. Analisa ini berfungsi untuk mengukur elektabilitas atau tingkat keterpilihan di suatu daerah, sehingga potensi memenangkan pemilihan umum dapat di raih. Adapun jika hasil survei berpotensi sebaliknya, maka para pasangan calon, dapat mengatur strategi untuk dapat berpeluang memenangkannya. Namun dari survei ini pun dapat terjadi suatu konflik baru yang mengakibatkan ketidakpercayaan warga Indonesia terhadap hasil survei elektabilitas. Disebabkan adanya isu bahwa suatu lembaga survei memang sengaja memenagkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Jika melihat pemaparan di setiap debat, perspektif-nya pun berbeda-beda antar setiap paslon. Tiap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, diduga kurang mendapatkan isi atau pokok inti yang sebenarnya terkait setiap pembahasannya. Mungkin dikarenakan waktu yang sangat pendek sehingga dinilai tidak cukup mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai cara pandang tiap calon presiden dan calon wakil presiden. Namun dapat disimpulkan, cara pandang calon presiden dan wakil presiden masih tetap sama seperti hal nya para pemimpin sebelumnya yaitu cara pandang sistem demokrasi kapitalisme.
Kapitalisme sendiri merupakan cara pandang yang berasal dari Barat yang menitikberatkan kepada materi dalam sektor ekonomi, sehingga memberikan kebebasan kepada semua orang untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat halal dan haram. Hal ini akan memicu penguasaan terhadap suatu produksi oleh individu atau swasta yang memiliki modal bukan oleh pemerintah atau negara. Tugas pemerintah atau negara hanya sebagai regulator atau pengawas saja. Tentu ini selaras dengan sistem demokrasi yang dapat mengatur hal tersebut melalui sebuah musyawarah meskipun itu melanggar syariat. Memang pada sistem demokrasi ini harus dipisahkan antara negara dan agama. Karena sistem ini lahir dari kekecewaan masyarakat terhadap pemuka agama yang semena-mena merubah aturan atas dasar keinginan penguasa.
Berkaca dari hal di atas, maka negeri ini tidak akan mengalami perubahan yang signifikan jika salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tersebut terpilih. Tetap akan menimbulkan masalah-masalah klasik seperti penguasaan sumber daya alam oleh swasta, utang ribawi, kesenjangan sosial, keadilan, dan sebagainya. Hanya saja berbeda kebijakan atau regulasinya. Padahal masalah-masalah tersebut tidak hanya mengubah kebijakan atau regulasinya saja, perlu juga dipikirkan mulai dari akar permasalahannya.
Dari ke tiga calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada yang memberikan cara pandang berdasarkan perspektif Islam. Padahal negeri ini merupakan negara dengan mayoritas penganut agama Islam terbesar sedunia. Seorang muslim sudah menjadi konsekuensinya untuk taat pada aturan syariat yang mengatur segala aspek kehidupan, baik secara individu maupun negara. Cara pandang perspektif Islam inilah yang akan banyak mengubah tatanan kehidupan bernegara mulai dari masalah penguasaan sumber daya alam, kesenjangan sosial, pendidikan, bahkan keadilan antar umat beragama. Salah satu contohnya dalam hal penguasaan sumber daya alam, dalam perspektif Islam sumber daya alam dikuasai oleh negara yang hasilnya untuk kesejahteraan umat. Sumber daya alam dilarang dikuasai oleh individu maupun swasta, sehingga hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Tentu ini juga akan memberikan solusi dalam hal kesenjangan sosial dan juga permasalahan-permasalahan yang lain. Bayangkan jika seluruhnya menggunakan solusi Islam maka benar apa yang dikatakan para ulama, yaitu terciptanya baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur.
Jika dalam sistem demokrasi aturan itu dibuat dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang mengakibatkan syarat akan kepentingan suatu golongan atau kelompok, maka dalam sistem Islam aturan itu hanya boleh dibuat oleh Allah Swt. sebagai Sang Pencipta sehingga tidak akan ada kepentingan baik itu secara individu maupun kelompok atau golongan. Oleh karena itu dalam perspektif Islam pemimpin dan rakyat wajib taat pada syariat Islam dan tidak bisa dimusyawarahkan. Adapun rakyat harus mengontrol kinerja negara bila keluar dari aturan syariat. Sehingga konsep amar ma'ruf nahi munkar yang disebutkan dalam Al-Qur'an tercipta dalam lingkungan suatu negara.
Selain itu sistem demokrasi dan Islam tidak bisa dicampuradukkan, karena jika ingin perubahan melalui sistem demokrasi dengan membawa visi misi Islam, maka hal itu mustahil terjadi. Jelas kedua sistem tersebut saling bertentangan. Adapun jika dipaksakan maka akan tergelincir masuk ke aturan sistem demokrasi yang membatasi perspektif Islam atau bisa juga secara otomatis tersingkirkan karena pertentangan dari berbagai pihak.
Bila dicermati jika menginginkan perubahan yang dimulai dari akar permasalahannya, maka dalam perspektif Islam memilih pemimpin itu tidak hanya memilih sosok pemimpinnya, namun harus beserta sistem apa yang akan diterapkan oleh pemimpin tersebut. Karena Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah individu tetapi secara keseluruhan aspek kehidupan. Oleh sebab itu rakyat harus mulai cerdas dan berhati-hati serta kritis terhadap janji-janji yang di tawarkan oleh para calon presiden dan calon wakil presiden. Jangan sampai terjebak dan masuk kembali ke lubang yang sama setiap ajang 5 tahunan ini.
Dengan demikian semestinya umat Islam memiliki agenda sendiri dalam kancah perpolitikan demi terciptanya kembali kehidupan secara Islam seperti yang dijanjikan Rasulullah saw. terus belajar mendalami ilmu agama serta memberikan edukasi kepada masyarakat merupakan solusi yang efektif sehingga dapat menyadarkan cara pandang masyarakat. Hal ini pun seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat ketika mengubah cara pandang masyarakat Madinah hingga akhirnya Rasulullah saw. dapat membentuk dan memimpin sebuah negara di Madinah serta menyebarkannya keseluruh dunia.
Catatan Kaki :
1. https://www.kominfo.go.id/content/detail/52570/siaran-pers-no-422hmkominfo102023-tentang-menkominfo-isu-hoaks-pemilu-meningkat-hampir-10-kali-lipat/0/siaran_pers
2. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20240105080338-37-502925/203-hoaks-pemilu-2024-beredar-di-medsos-banyak-yang-masih-viral
Via
Opini
Posting Komentar