Opini
Bukan Utang Ribawi, Islam Solusi Hakiki Masalah Defisit Anggaran.
Oleh : M. Ahmadi
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Penulis tidak setuju dengan rencana pemerintah menambah utang baru sebesar Rp600 triliun untuk menutup defisit anggaran pendapatan belanja negara (APBN) pada tahun 2024.
Lantas bagaiaman dengan Anda? Kebijakan ini menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam pengelolaan anggaran untuk kemakmuran rakyat. Sudah menjadi tabiat sistem sekuler kapitalisme. Menyelesaikan masalah pasti dengan menambah masalah baru. Padahal ada solusinya bukan dengan tidak menambah utang baru.
Karena faktanya, utang sudah menumpuk dan menjadi beban bagi negara sehingga menyusahkan kehidupan rakyat. Seyogyanya pemerintah segera meninggalkan kebiasaan berutang dengan mekanisme ribawi yang jelas diharamkan oleh Allah.
Mengapa dikatakan bukan solusi? karena defisit disebabkan karena negara telah gagal, buktinya demi ambisi proyek yang dikerjakan telah membebani anggaran pendapatan belanja negara (APBN) akibatnya, sebagian mangkrak karena tidak sesuai kebutuhan sehingga mengalami kerugian.
Sebagai contoh proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) merupakan cerminan proyek ugal-ugalan yang sangat kental akan kepentingan para oligarki.
Saat ekonomi karut-marut pasca pandemi, proyek tersebut tetap dikerjakan, padahal tidak ada urgensinya sana sekali. Malah pemerintah mengambil utang ribawi yang haram hukumnya dan termasuk dosa besar. Utang kian berat sehingga membuat negara harus membayar utang bersama bunganya. Inilah kebodohan yang nyata.
Upaya tersebut mungkin bisa menutup defisit anggaran dalam waktu dekat. Akan tetapi, jerat utang yang kian membengkak akan menguatkan dominasi dan cengkeraman kaum kafir terhadap negeri muslim.
Disadari atau tidak, ini adalah bunuh diri politik dan sangat berbahaya. Karena sedang menyerahkan urusan negeri muslim kepada kafir penjajah, dalam waktu yang bersamaan para penguasa berbuat zalim dan menyengsarakan rakyatnya.
Bukti ketika suatu negara tidak mampu membayar utang dan masuk jebakan para penjajah, maka aset negeri tersebut akan diambil. Misalnya Srilanka yang harus rela melepaskan asetnya untuk diserahkan ke Cina karena gagal bayar utang dan harus melayani perusahaan milik Cina selama 99 tahun, inilah buah dari kehidupan yang tidak berlandaskan Islam.
Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang mengatur segala aspek kehidupan telah mengatur pengelolaan keuangan negara. Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya pejabat yang bertakwa dan memiliki kompetensi di bidangnya serta bertanggung jawab, kemudian ditopang oleh sistem Islam yang tegak di atas akidah Islam.
Mustahil ada praktik ribawi tatkala negara mengurusi rakyat berbasis pada akidah Islam. Senantiasa bersandar kepada syariat dalam menetapkan kebijakan termasuk dalam pembelanjaannya.
Oleh sebab itu, syariat Islam telah mengatur sistem perekonomian termasuk sumber pemasukan negara, tidak boleh bertumpu pada utang apalagi ada bunga alias riba.
Adapun pembelajaannya harus berdasarkan keputusan khalifah yang bertakwa dalam rangka mengurusi kepentingan umat, bukan untuk kepentingan segelintir orang. Maka jika menghendaki keberkahan hidup tidak ada cara lain kecuali dengan menerapkan sistem Islam dalam naungan khil4f4h.
Waallahu A'lam Bish Shawab.
Via
Opini
Posting Komentar