Opini
Hakikat Kekuasaan dalam Islam
Oleh: Meilina Tri Jayanti, S.P.
(Muslimah Indramayu)
TanahRibathMedia.Com—Sejahtera, suatu kondisi yang didambakan semua orang. Perasaan nyaman, damai, tenang dan tidak dirundung kecemasan tersebab semua kebutuhan tercukupi secara layak. Kebutuhan yang dimaksud di antaranya kecukupan sandang, tersedianya tempat tinggal yang layak serta terpenuhinya pangan. Jika tiga kebutuhan dasar terpenuhi, selanjutnya akan beralih kepada pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Namun kondisi ini tak mungkin bisa dicapai secara orang per orang. Harus ada mekanisme kerja sistem untuk dapat mewujudkan konsep kesejahteraan secara kolektif. Mari kita tinjau kehidupan masyarakat saat ini. Ada sebagian kecil orang yang hidup bergelimang harta, fasilitas hidup yang dimiliki serba mewah. Bahkan ada slogan yang dikenal masyarakat “hartanya tidak habis dimakan tujuh turunan.”
Sementara di sisi lain ada sebagian besar orang yang hidupnya penuh dengan kesulitan. Jangankan menempati rumah yang layak, untuk sekadar mengganjal perut yang lapar pun mereka harus mengemis, bahkan mengais sampah. Bagi mereka yang "bernyali" dari golongan ini tak jarang merampok, membegal, mencuri, menipu, menjadi jalan alternatif yang dipilih untuk bisa merasakan hidup berkecukupan. Motifnya berbeda-beda, entah apakah mereka memang terdesak kesulitan hidup, atau karena mereka tak tahan melihat godaan hidup glamor yang senantiasa dipertontonkan para publik figur.
Mengorek Akar Masalah
Kesenjangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat tak dapat dipisahkan dari sistem yang diterapkan oleh penguasa. Klaim penganut ideologi kapitalisme yang senantiasa mempropagandakan demokrasi sebagai sistem terbaik, nyatanya meciptakan kesenjangan ekonomi antara kelas kaya dan kelas miskin.
Diperparah dengan ide menyingkirkan peran agama dalam pengaturan kehidupan. Fakta demokrasi menjadikan hanya para elit politik lah yang memiliki kedaulatan dalam membuat aturan. Standar ganda dalam mengekspresikan kebebasan berpendapat dan berperilaku pun sangat jelas dipertontonkan. Mereka merancang dan mengesahkan aturan yang menguntungkan diri dan golongan serta para penyokong/pendukungnya saja. Walaupun mayoritas masyarakat menentangnya. Namun giliran masyarakat yang menggunakan hak kebebasan berpendapatnya untuk mengkritik kebijakan penguasa, tak jarang dari mereka malah terjerat hukum.
Kekuasaan menjadi tujuan yang akan diperjuangkan dengan segala macam cara. Oleh karena itu, tak heran jika setiap peluang yang ada akan dimanfaatkan. Seperti halnya saat ini, dengan berbagai alasan, fasilitas negara berupa bansos digelontorkan menjelang pemilu. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kg, BLT El-Nino, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan.
Di sisi lain, kemiskinan yang mendera, rendahnya tingkat pendidikan dan kesadaran politik masyarakat, membuat mereka hanya mampu berfikir pragmatis. Masyarakat tidak pernah mendapatkan edukasi politik yang benar, sehingga yang ada dibenak mereka hanyalah takut kehilangan bansos. Kondisi seperti inilah yang membuat mereka mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Solusi Islam
Dalam Islam, kepemimpinan tidak sekadar mendudukan seorang muslim di panggung kekuasaan. Yang lebih penting yakni bagaimana kekuasaan digunakan untuk menjaga, menerapkan dan mendakwahkan Islam, serta bertanggung jawab dunia akhirat dalam mengurus rakyat dengan hukum-hukum Islam.
Dengan keunikan sistem ekonomi Islam, meniscayakan penguasa mampu mendistribusikan kekayaan dengan merata. Distribusi kekayaan dalam masyarakat Islam sangat solid, mulai dari level individu, keluarga, hingga negara. Kekayaan tidak boleh hanya beredar pada kalangan tertentu dengan berbagai mekanisme. Seperti larangan menimbun kekayaan tanpa suatu tujuan, kewajiban membayar zakat, dorongan berinvestasi, hingga motifasi untuk melakukan wakaf dan sedekah.
Keseriusan negara dalam mengentaskan kemiskinan tidak dilakukan dengan jalan membagi-bagikan bansos yang notabene mematikan potensi berfikir kritis dan kreatif masyarakat. Problem kemiskinan akan diselesaikan secara komprehensif dari akar masalah dengan mekanisme aturan Islam.
Di sisi lain negara akan mengedukasi masyarakat untuk menjadi seorang yang cerdas, amanah, dan jujur. Negara juga akan mengedukasi masyarakat dengan nilai-nilai Islam dalam hal memilih seorang pemimpin. Sehingga mereka memiliki kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dari kecerdasan, keamanahan, dan kejujuran rakyat inilah, seorang pemimpin yang serupa dapat terwujud. Berikutnya, kesejahteraan kolektif akan menjadi buah, dari kepengurusan seorang pemimpin yang komitmen dengan amanah langit. Di mana pemimpin tersebut menerapkan sistem Islam, memutus perkara hanya dengan sumber hukum wahyu, baik Al-Qur'an juga As-Sunnah.
Wallahu a’lam bi Ash-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar