Opini
Harga Beras Melejit, Perut Rakyat Melilit
Oleh: Suci Nurani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Setahun terakhir harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Lantas, apakah harga beras bisa kembali turun hingga ke level Rp10.000 per kg atau Rp 11.000 per kg untuk beras medium?
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai, jika harga beras kembali turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, maka petani akan menangis, karena otomatis harga gabah akan tertekan ke bawah lagi. Menurutnya, dengan harga beras yang ada saat ini petani sedang berbahagia, karena setidaknya para petani bisa bernafas sejenak dengan harga gabah yang tidak ditekan murah. (cnbcindonesia.com,05-1-2024).
Terlepas dari harga beras di Indonesia yang entah termurah atau termahal dibandingkan dengan negara lain, tetap sebuah fakta bahwa harganya tidak pernah stabil dan cenderung terus meningkat. Banyak pedagang yang mengkomplainkan harga beras yang terus naik, ditambah kualitas beras yang tidak sesuai dengan harga. Di satu sisi, pedagang tidak punya pilihan lain sehingga terpaksa menaikan harga beras. Di sisi lain, pembeli merasa keberatan dengan kenaikan ini. Sementara pemerintah hanya diam membisu melihat rakyat menjerit.
Pemerintah melalui operasi pasar mengadakan pasar murah yang bertujuan agar konsumen dapat membeli beras dengan harga murah. Sayangnya, pasar murah itu tidak tepat sasaran karena ada pihak nakal yang membeli dengan jumlah banyak lalu menjual lagi dengan harga tinggi. Operasi pasar hanyalah solusi sesaat dan terbatas pada saat harga beras melambung, padahal semestinya operasi pasar tidak dijadikan solusi satu-satunya. Tetapi mencari akar persoalan penyebab terjadinya kenaikan harga yang terjadi secara berulang.
Sebagaimana diketahui, rantai tata niaga beras di Indonesia panjang dan rumit. Setiap pelaku yang terlibat di dalamnya mengambil margin keuntungan, ditambah lagi para pedagang besar bisa nengendalikan harga meskipun pasokan melimpah, karena pasar dikuasai pedagang besar, bahkan 90% distribusi berada di tangan swasta.
Oleh sebab itu, masyarakat kecil makin terpuruk, belum lagi mereka yang berupah di bawah UMR atau bekerja serabutan, bahkan yang menganggur selalu was-was sebab kian hari bahan pokok kian naik. Masyarakat makin tidak mampu membeli bahan pangan lengkap dan sehat. Tingkat kemiskinan yang makin tinggi telah menyebabkan banyak keluarga lebih memilih pangan murah, dan akhirnya lebih memilih membeli sekadar karbohidrat dari pada protein dan lemak.
Akhirnya nutrisi keluarga tidak terpenuhi dan mengakibatkan banyak ibu anemia melahirkan bayi yang beresiko stunting, kurang gizi hingga anak-anak usia sekolah lambat berpikir, semua ini berawal dari akses pangan 4 sehat 5 sempurna tidak dapat terpenuhi. Sebenarnya problem tingginya harga pangan dan turunnya daya beli masyarakat ini tidak terlepas dari akumulasi kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Kebijakan yang demikian adalah imbas dari sistem ekonomi kapitalis, baik diakui atau tidak telah menjadi pakem dalam melahirkan seluruh kebijakan.
Kebijakan intertifikasi pertanian misalnya, makin membuat lesu produktifitas pertanian, pengurangan subsidi pada pupuk dan benih jelas membuat ongkos produksi jadi makin mahal. Pada saat yang sama kebijakan impor pangan dibuka lebar-lebar, walhasil harga pangan lokal kalah bersaing dari harga pangan impor. Jika sudah begitu gairah petani untuk menanam pun memudar, terjadilah penurunan produksi yang menyebabkan ketersediaan pangan turut berkurang bahkan ini ancaman bagi kedaulatan pangan. Kebijakan ekstensifikasi pertanian juga tak sejalan dengan cita-cita swasembada pangan nasional. Alih fungsi lahan pertanian besar-besaran untuk dijadikan pemukiman real estate ataupun untuk pembangunan jalan. Kawasan industri malah makin masif, ini menyebabkan turunnya produksi pangan.
Selain kebijakan intensifikasi atau ekstensifikasi pertanian, kebijakan yang dilandasi sistem ekonomi kapitalis hanya berfokus pada produksi. Sedangkan distribusinya diserahkan pada mekanisme pasar uang yang menjadi pengendali tunggal dalam distribusi, akhirnya pangan hanya akan mengalir lancar pada orang mampu , tetapi tidak pada kaum miskin. Seluruh kebijakan yang berlandaskan pada sistem ekonomi kapitalisme ini didukung dengan sistem pemerintahan demokrasi yang rapuh dan menghasilkan penguasa rasa pengusaha. Sehingga untuk memberantas mafia beras pemerintah seolah-olah mandul.
Sungguh berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang berdiri di atas hukum syarak, seluruh kebijakannya akan berfokus pada kemaslahatan umat. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini, yaitu kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan dengan cara intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Subsidi bukanlah beban, melainkan cara untuk meningkatkan produksifikasi yang akan menjaga ketersediaan. Begitupun ekstensifikasi, pemerintah akan hadir untuk rakyat bukan untuk korporasi. Pemerintah akan menjaga agar alih fungsi lahan besar-besaran dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat.
Negara akan bertanggungjawab terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat termasuk pangan, contohnya menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan tanah mati dan pemagaran apabila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Kebijakan yang demikian bisa terwujud jika negara memiliki peran sentral dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Maka kekisruhan persoalan harga tidak akan terjadi jika negara berfungsi sebagai ra'in dan junnah, yakni mengatur seluruh urusan rakyatnya. Kekuasaan diberikan kepada pemerintah guna menyelesaikan persoalan rakyat secara menyeluruh dan bersifat sentralisasi sehingga ketika ada persoalan akan lebih cepat terselesaikan.
Dalam Islam tidak ada pembagian kekuasaan dan wewenang, jikapun ada delegasi bukan berarti menyerahkan wewenang pada delegasi. Semua delegasi itu berjalan sebagaimana peran pemerintahan yaitu melayani kebutuhan masyarakat dan bukan mencari keuntungan. Aturan yang diterapkan oleh negara bersifat independen yang lahir dari aturan Islam dan pelakunya dikawal oleh negara.
Hal ini hanya akan terwujud jika kita menerapkan sistem pemerintahan Islam dalam naungan khil4f4h, karena sejarah membuktikan bahwa hanya peradaban khil4f4h yang dapat menyejahterakan seluruh rakyatnya.
Wallahu A'lam Bish Shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar