Opini
Harga Beras Naik, Rakyat Kian Tercekik
Oleh: Khatimah
(Pegiat Literasi)
TanahRibathMedia.Com—Sangat memprihatinkan apa yang dialami oleh sebagian rakyat Indonesia di tengah himpitan ekonomi yang tidak stabil, berbagai bencana, dan kemiskinan kini masyarakat harus dihadapkan dengan tingginya harga beras yang merupakan bahan kebutuhan pokok.
Kenaikan ini jelas makin mencekik rakyat sehingga sebagian ibu rumah tangga perlu berpikir ulang untuk mengurangi kebutuhan lainnya, agar bisa mengatur keuangan.
Menghadapi hal tersebut Ketua KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) M. Fanshurullah Asa melakukan sidak bersama dengan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M. Mufti Mubarok dan Kepala Kantor Wilayah III Lina Rosmiati.
Sidak yang dilakukan oleh KPPU di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung, menemukan kenaikan harga komoditas beras premium secara rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg. Padahal HET beras premium sebesar Rp13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas). (Katadata.co.id , 11-02-2024)
Jika dicermati, kenaikan bahan pokok ini bukanlah yang pertama kali terjadi, bahkan sejak setahun terakhir harganya terus melonjak. Kenaikan di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya.
Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Mengingat beras adalah kebutuhan yang mendasar bagi rakyat Indonesia, namun dengan harga yang semakin tinggi menjadikan hidup rakyat semakin susah dan was-was. Penghasilan keluarga yang tadinya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya, kini harus disiasati dengan mengurangi belanjaan.
Faktor penyebab kenaikan harga beras ini di antaranya: Rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel), mereka pemilik modal yang memiliki omset triliunan. Maka wajar jika mereka menguasai gabahnya langsung dari para petani, dengan iming-iming harga lebih tinggi. Kemudian dengan alat teknologi yang canggih mereka giling, sehingga tidak memberi kesempatan bagi usaha penggilingan kecil dan akhirnya gulung tikar.
Faktor berikutnya adalah larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen. Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga dengan penahanan pasokan (monopoli), yang tentunya merugikan petani.
Inilah yang terjadi pada sistem demokrasi kapitalisme, mereka yang memiliki uang akan melakukan apapun demi keuntungan, tidak peduli dengan nasib rakyat. Penguasaan terhadap distribusi beras terjadi dari hulu sampai ke hilir, hingga mampu mempermainkan harga. Mereka mempengaruhi pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang menguntungkan para pemilik modal, hingga dengan mudahnya dapat mengelabui para petani.
Di sinilah seharusnya negara hadir, karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat. Negara wajib mengelola dan mendistribusikan dengan baik agar apa yang menjadi kebutuhan masyarakat mudah didapat dengan harga yang ekonomis.
Negara juga harus membatasi izin pengelolaan pangan berikut distribusinya kepada pengusaha, negara tidak turut campur dalam penetapan harga. Biarkan sesuai mekanisme pasar dengan suplay and demand-nya, dan yang terpenting adalah memberikan kemudahan pada petani dari sisi pengadaan lahan garapan, pupuk dan benih gratis. Adanya tenaga ahli yang diperuntukkan untuk meningkatkan hasil prediksi pertanian, dan mengembalikan fungsi lahan sebagaimana mestinya dengan pembiayaan penuh ditanggung negara.
Namun, hal itu sulit terwujud selama aturan yang dipakainya buatan manusia yang bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan dan keuntungan, yakni kapitalisme sekuler.
Sangat berbeda dengan Islam yang selama 13 abad lebih mampu memberikan kesejahteraan pada rakyat, hingga untuk urusan kebutuhan pokok yang mendasar sangat diperhatikan. Beras merupakan salah satu komoditas strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Negara wajib mengelolanya dari hulu hingga ke hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.
Begitupun dengan keberadaan petani akan diberikan bantuan oleh negara, agar mudah memproduksi pertaniannya, mulai dari pupuk, benih, racun untuk hama, dan alat-alat pertanian.
Seorang pemimpin dalam Islam tidak akan menyerahkan pengelolaan lahan pada swasta. Negara (khil4f4h) akan memperhatikan setiap rakyatnya dan memberikan bantuan, karena kedudukan yang dimilikinya adalah sebagai pelindung semua rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda: “Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya". (HR Bukhari dan Muslim)
Islam juga mengatur perdagangan dalam negeri termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Dalam Islam dilarang adanya praktek penguasaan, menimbun beras dan komoditas lainnya. Jika didapati pelaku penimbunan atau para mafia yang terlibat dalam urusan pangan publik maka akan diberi sanksi tegas.
Inilah gambaran negara dalam sistem Islam yang akan mewujudkan dan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, karena itu merupakan kewajiban. Negara tidak akan berlepas tangan apalagi menjadikan sebagai ajang bisnis jika menyangkut hajat hidup umat. Sedangkan negara yang menerapkan kapitalisme akan melakukan liberalisasi pangan, yaitu berlepas tangan dari pengelolaan pangan dengan menyerahkannya pada swasta kapitalis demi keuntungan. Wallahu A'lam Bish Shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar