Opini
Hiburan Berkalang Dosa, Anak Kena Getahnya
Oleh: Shafayasmin Salsabila
(Muslimah Indramayu)
TanahRibathMedia.Com—Demi meredakan penat akibat rutinitas serta beban-beban pekerjaan, akhirnya manusia mencari hiburan. Tak ayal, dunia hiburan menjadi segmentasi paling diminati. Sampai-sampai, dalam ranah kajian, jamaah pengajian pun mencari majelis ilmu yang dirasa mampu menghibur. Dan ini tidak sepenuhnya salah, selama tidak melanggar batasan syara'.
Pergeseran ini menjadi lumrah, sebagai buah dari sistem hidup sekuler-kapitalis. Masyarakat beragama dibonsai pemikirannya, sehingga mencukupkan acuan bagi kendali diri, sebatas mengejar manfaat dari materi dan akses-akses menuju pemenuhan syahwat duniawi. Saling sikut, saling serang, saling menjatuhkan, banyak konflik menjadi pelik dan berdarah-darah.
Padahal perjuangan mengumpulkan kefanaan tersebut hanya berujung pada kelelahan fisik dan mental. Sebab kering dari ruhiyah. Pekerjaan hanya sebatas pekerjaan, korelasinya dengan pendapatan berupa upah atau profit semata. Tidak ada semangat fastabiqul khairat di dalamnya. Tak juga hadir kesadaran untuk berkegiatan dengan landasan iman, yakni kesadaran bahwa semua perbuatan dilakukan demi mempersembahkan yang terbaik di hadapan Allah, untuk modal hidup di akhirat. Maka penat menjadi niscaya, lalu mencari pelarian untuk sedikit membebaskan diri dari tuntutan, tekanan, atau rasa jenuh yang menghinggapi. Pada titik inilah industri hiburan mendapatkan momentumnya.
Gemerlap hiburan bercabang-cabang. Salah satunya adalah pornografi dan pornoaksi. Inilah cabang hiburan purba, jadul sekali. Di zaman jahiliah saat awal Rasulullah saw., berdakwah pun ada dan menjamur. Di dalam Al-Qur'an bahkan pernah disinggung tentang kisah kaumnya Nabi Luth, yang melakukan praktik seksual menyimpang. Kejahatan yang berasal dari pandangan mata dan pemuasan seksualitas dengan jalan batil, kini pun tak kalah banyaknya. Bahkan tak harus bertemu secara langsung, kecanggihan teknologi membuat kemaksiatan kini semudah membalik telapak tangan. Hanya dengan satu sentuhan jari, pintu "zina mata" terbuka lebar.
Aplikasi dan situs porno bisa diakses melalui gawai. Terkadang tampil begitu saja lewat iklan-iklan atau susupan dalam story media sosial. Menjadi seperti senjata tajam jika gawai berada di tangan seseorang yang sedang lemah kadar imannya. Setan akan masuk dan memprovokasi untuk membangkitkan rasa penasaran. Dan jika sudah sekali terpapar, potensi kecanduan menjadi besar. Parahnya, kasus kaum Nabi Luth pun terulang kembali. Adegan syur antar lawan jenis menjadi biasa, level selanjutnya adalah dengan sesama jenis. Lalu naik lagi, bukan hanya sepasang, tapi bisa bertiga atau beramai-ramai. Paling absurd lagi pada saat hewan atau benda-benda turut dijadikan sebagai objek pemuas nafsu birahi.
Di penghujung tahun 2023, sebuah kasus datang dari Pekanbaru, dan viral. Seorang anak TK laki-laki berusia 5 tahun menjadi korban pelecehan. Kasus mulai terungkap dari kecurigaan ibu korban, karena melihat adanya perubahan tingkah laku yang drastis dan tidak biasa. Sebelumnya sang anak selalu ceria, lalu menjadi mudah emosi, membangkang, sampai melempar dan menghancurkan barang atau apa saja yang ada di dekatnya, jika kemauannya tidak dituruti. Korban juga sering kali memperlihatkan alat vitalnya dan menyuruh ayah atau ibunya berdiri tepat dibelakangnya, sementara dia melakukan gerakan seperti menungging.
Setelah ditelusuri terduga pelaku yang melakukan pelecehan seksual terhadap putranya adalah teman laki-laki satu kelasnya di TK. Korban diancam akan dimusuhi dan tidak dianggap teman lagi, jika menolak permintaan untuk melakukan adegan dewasa tersebut. Anak terduga pelaku mengaku bahwa dia mengetahui perilaku tersebut dari video-video tak senonoh yang sering ditontonnya, melalui gawai orang tua. (indozone.id, 15-1-2024).
Terbayang pecah tangis, syok, dan sakit hati yang dirasakan orang tua korban. Anaknya mengalami trauma, bisa jadi berdampak sampai dewasa. Dan semua berawal dari paparan pornografi lewat gawai milik ayah pelaku. Anak usia 5 tahun belum mampu menalar dengan baik apalagi terkait hubungan LSL (Lelaki Suka Lelaki), mereka hanyalah peniru ulung. Apa yang dilihat, maka itulah yang dicontoh. Kasus ini membuktikan betapa mengerikan efek domino dari konten-konten porno. Anak pun bisa terkena getahnya. Secara umum patut untuk mewaspadai segala sesuatu yang awalnya dianggap hanya sekadar hiburan, namun jika berkalang dosa tunggu saja sampai kehancuran tiba.
Besar kemungkinan, kasus viral seperti ini terulang kembali. Jika ruang hidup masyarakat masih didominasi oleh sistem aturan sekuler-kapitalis. Sebab, sistem ini menegasikan eksistensi Allah, sebagai Al-Khaliq Al-Mudabbir, dari kehidupan sehari-hari. Di luar masjid, agama tidak lagi berpengaruh. Sekularisme menjadi asas yang mengisi kebanyakan benak, baik di level individu, masyarakat, juga negara. Kerangka berpikir sekuler fokusnya adalah dunia, sedang akhirat belakangan. Kebahagian dianggap datang dari berlimpahnya materi. Baik berupa pasangan, anak, uang, harta kekayaan maupun prestise.
Untuk meraihnya manusia bekerja siang dan malam. Waktu, energi, dan pikirannya habis di atas obsesi tersebut. Sehingga di kala penat datang, hiburan menjadi pelarian, meski sesaat. Dari sekian ragam yang ditawarkan, sayangnya pornografi menjadi pilihan sebagian besar kalangan, terutama lelaki.
Di mana ada permintaan maka di situ ada penawaran. Maka tak aneh situs-situs porno kian banyak dan mudah diakses lewat gawai. Konten seperti ini ibarat jebakan Betmen. Sekali terpapar, setan akan bersemangat untuk melakukan provokasi sampai seorang menjadi pecandu pornografi. Semestinya setiap manusia, terutama dengan status "kepala keluarga", menjaga dirinya dari sarana hiburan berkalang dosa.
Dalam pandangan Islam, seorang ayah bertugas sebagai pelindung dari kemaksiatan. Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...." (QS At-Tahrim: 6)
Maka perlu dipahami bahwa menyimpan, menonton, dan menikmati konten porno merupakan bentuk maksiat kepada Allah. Iman dalam diri seseorang, akan menuntun matanya untuk melihat hal-hal yang Allah perbolehkan saja. Menyaksikan aurat apalagi sajian adegan intim, jelas haram hukumnya.
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS An-Nur: 30)
Milikilah rasa malu juga perasaan takut bila melakukan keharaman, sebab Allah Ta'ala senantiasa mengawasi. Perbanyak mengingat kematian dan hari penghisaban. Setiap larangan Allah terkandung kebahayaan. Karenanya dalam memilih hiburan pun harus diselaraskan dengan syariat. Bukankah di setiap salat, ada komitmen yang dibangun bahwa hidup, mati, hanya untuk Rabb semesta alam.
Bila keimanan berusaha dihujamkan ke dalam jiwa, maka cukuplah dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang. Membaca dan mendengarkan Al-Qur'an, hadir dalam majelis-majelis Islam, tadabbur alam, berbagi dengan sesama, menjadi pilihan hiburan yang amat menyenangkan, dan berpahala. Bahkan anak-anak bisa meniru kebaikan dari ayahnya, meski dalam hal hiburan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar