Opini
Islam, Jalan Perubahan Hakiki
Oleh : Aisyah Ummu Azra
(Penulis dan Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Sistem politik demokrasi masih menyisakan luka di hati umat. Sebab disadari atau tidak pesta demokrasi yang dilakukan lima tahun silam tidak membawa umat kepada kesejahteraan yang dijanjikan. Harapan tinggallah harapan, umat pun dipaksa masuk ke babak baru pesta demokrasi berikutnya.
Tahun 2024 akan menjadi tahun bersejarah bagi dunia politik di Indonesia. Karena di tahun inilah umat akan memiliki nahkoda baru untuk mengarungi samudera kehidupan. Harapan umat masih sama seperti di tahun-tahun sebelumnya, yakni terjadi perubahan ke arah yang lebih baik sehingga umat bisa merasakan kesejahteraan dalam kehidupannya.
Mungkinkah harapan itu akan benar-benar terwujud atau pesta demokrasi kali ini hanya akan mensejahterakan kehidupan elit politik saja? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab karena kita begitu paham biaya pesta demokrasi hari ini sangat mahal. Prajna Research Indonesia pernah melakukan penelitian soal modal menjadi caleg. Berikut rinciannya: Calon anggota DPR RI: Rp 1 miliar - Rp 2 miliar. Calon anggota DPRD Provinsi: Rp 500 juta - Rp 1 miliar. Calon anggota DPRD kabupaten/kota: Rp 250 juta - Rp 300 juta (cnbcindonesia.com).
Besarnya modal yang harus digelontorkan oleh calon anggota legislatif tentu berdampak pada kinerja ketika mereka berkuasa. Konsekuensi logis ketika kekuasaan diraih dengan biaya mahal adalah muncul keinginan penguasa untuk mengembalikan modal mereka, alih-alih mereka bekerja untuk umat yang ada malah bekerja untuk mengembalikan modal dan kemudian bagaimana mencari keuntungan. Sebab politik dengan desain kapitalisme telah membuat panggung politik sebagai lahan bisnis.
Wajar bila demokrasi selalu gagal dalam menciptakan kesejahteraan umat, terlebih gagal dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tegaknya syariat Islam secara kafah.
Demokrasi bukanlah metode yang diajarkan Islam untuk meraih kekuasaan. Demokrasi menganut trias politika. Ada kekuatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan kata lain kekuasaan dalam sistem demokrasi bukanlah kekuasaan tunggal. Karena itu kemenangan meraih kekuasaan eksekutif tidak identik dengan kemenangan mutlak atas seluruh kekuasaan.
Berbeda dengan sistem politik Islam yang berasaskan pada keimanan. Berpolitik harus didasarkan pada ketentuan syariah Islam. Arah politik Islam hanyalah untuk tegaknya syariat Islam secara kafah.
Untuk merealisasikan tujuan politiknya, Islam mempersiapkan dua hal penting terkait kekuasaan. Pertama: terkait metode untuk meraih kekuasaan. Yang disebut dengan dakwah. Kedua: metode memerintah. Yang disebut dengan Khil4f4h.
Terkait dengan metode meraih kekuasaan maka harus memenuhi syarat-syarat diantaranya. Pertama: kekuasaannya harus utuh, tidak parsial. Kedua: konsekuensi dari kekuasaan yang bersifat utuh dan tidak parsial menentukan metode apa dan bagaimana yang bisa digunakan untuk meraihnya. Karena itu satu-satunya metode yang sahih dan terbukti berhasil adalah metode dakwah Rasulullah saw., yaitu thalab an-nushrah (menggalang dukungan para pemilik kekuasaan).
Terkait dengan metode memerintah maka harus mempersiapkan dua hal : Pertama: SDM yang mumpuni dan amanah. Kedua: Sistem yang komprehensif mulai dari sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain. Semuanya harus tergambar dengan jelas dan benar.
Inilah metode yang akan mampu mengantarkan umat pada perubahan yang hakiki. Perubahan yang membawa pada kemuliaan umat di dunia dan keselamatan di akhirat kelak. Maka sudah seharusnya kita berjuang dengan perjuangan yang sungguh-sungguh demi mewujudkan perubahan hakiki yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw..
Wallahu'alam bisshowab
Via
Opini
Posting Komentar