Opini
Mengapa Menulis itu Penting?
Oleh: Sujarwadi Suaib, S.H.I.
(Da'i dan Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dakwah bukan hanya tugas Kiyai atau seseorang yang sudah mencapai maqam (derajat) Ustaz dan Alim. Setiap mukmin wajib menjadi da’i, menyeru sesama dalam rangka membangun kesadaran. Menulis menjadi salah satu uslub untuk penyadaran, di zaman yang diisi dengan problematika yang begitu kompleks akibat pemikiran, perasaan dan peraturan yang tidak Islami di berbagai negeri.
Oleh sebab itu, sebagai seorang mukmin, walaupun penulis masih jauh dari tingkat keilmuan para Ulama dan Asatiz, sepatutnya penulis menjadikan dakwah sebagai poros hidup. Menyampaikan pada umat walaupun tentang satu atau dua persoalan yang telah penulis pahami. Segala kekurangan bukan alasan untuk tidak menulis, apalagi tulisan itu untuk kepentingan dakwah. Sebab andai kekurangan atau ketidaksempurnaan menjadi alasan untuk tidak berdakwah, maka tidak ada seorangpun yang layak berdakwah kecuali Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Jika kita memperhatikah sekitar kita, tidak sedikit tulisan-tulisan di media cetak bahkan buku yang beredar, namun sayangnya itu merupakan karya orang yang tidak menyukai Islam. Berapa banyak kaum muslim pemikirannya tercemari akibat paham keliru dari sebuah tulisan. Itu semua akibat pemahaman keliru yang dihembuskan orang-orang fasik maupun zalim.
Jika orang fasik dan zalim saja begitu gigih menyebarkan kesesatan, mengapa kita sebagai muslim yang yakin berada dalam kebenaran tidak semangat menyiarkan agama yang haq ini. Apalagi kita memiliki pijakan atau landasan akidah yang sangat kokoh. Dengan dorongan keimanan itu kita akan mampu bergerak meskipun tanpa menerima bayaran.
Berbeda dengan orang fasik atau kafir yang menyerang ide-ide Islam. Mereka menyelisihi pemahaman Islam karena mengesampingkan keimanan pada akhirat demi mendapat imbalan dunia.
Satu senjata atau senapan secanggih apapun, hanya mampu menembus beberapa kepala manusia. Tetapi satu tulisan pemikiran mampu menembus ratusan ribu bahkan jutaan kepala manusia. Menggugah akal dan membekas di hati mereka.
Syaikh Abdullah Azzam mengatakan:
”Peradaban Islam diukir oleh dua hal, hitam tinta para Ulama dan merah darah para syuhada. Keduanya bersinergi mengguncang dunia, memecah simpul-simpul zalim yang mengikat kejayaan Islam sekian lama. Jika tidak ada ruang untuk memilih di antara keduanya, maka melaksanakan keduanya adalah puncak kemuliaan.”
“Ciptakanlah kesadaran, bicaralah atau menulislah! Untuk menjadi bagian dari perubahan ke arah Islam." Ucap Ustaz Ismail Yusanto, ketika menjadi narasumber pada sebuah pertemuan Tokoh dan Ulama di Jogyakarta beberapa tahun lalu.
Kutipan-kutipan di atas sangat layak untuk dijadikan cermin. Menulis merupakan amal untuk kemuliaan kita di dunia dan kebahagiaan kita di akhirat. Dengan menulis untuk dakwah, berarti kita melakukan amal salih karena telah berkontribusi untuk umat dalam bentuk gagasan, motivasi dan pemikiran. Tulisan kita yang masih terbaca akan menjadi investasi pahala walaupun kita telah wafat.
Penulis menyadari, karunia dari Allah kepada manusia berupa umur selama di dunia, akal, ide, keahlian apalagi jika kita memiliki kecerdasan, kedudukan dan harta, semua hanyalah wasilah untuk mendekatkan diri kita pada Allah. Dengan mewakafkan semua karunia tersebut di jalan Allah, itulah wujud rasa syukur kita pada sang maha pemberi rizki yang insya Allah mendapat ganjaran surga.
Apa artinya seseorang yang dianugerahi kepandaian jika ia tidak mewariskan tulisan. Tidak meninggalkan jejak yang bermanfaat untuk generasi setelahnya. Atau kepandaiannya digunakan untuk menyebarkan kesesatan pada masyarakat. Menyia-nyiakan kesempatan hidup di dunia atau menggunakan jatah usia dengan berbuat kerusakan.
Saya pun menyaksikan fakta, umat hari ini diterpa berbagai persoalan rumit di berbagai bidang dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Akibat syariat Islam terabaikan dan manusia membuat aturan berdasarkan akal, nafsu dan kepentingan. Hingga saya memahami dua hal, pertama, bahwa ini problem sistemik dan kedua, metode apa yang harus ditempuh untuk mencabut akar masalahnya.
Umat hari ini lebih butuh asupan pemikiran daripada sedekah berupa uang atau makanan. Bukan sedekah itu tidak diberikan, tapi kontribusi harus menitikberatkan pada pencerahan tentang solusi Islam dan upaya menghapus mitos-mitos atau pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam di tengah umat.
Demikian juga ketika media-media cetak, online maupun elektronik banyak menyuguhkan berita, sinema tidak befaedah, atau program hiburan yang melalaikan dan tidak mendidik, ditambah dimunculkannya narasumber berpaham sekuler-liberal. Maka sudah sangat mendesak, kita sebagai orang mukmin hadir dengan membawa kata-kata bermanfaat, di antaranya berupa tulisan untuk memberi perlawanan dan menyanggah semua pemikiran menyimpang di tengah umat.
Via
Opini
Posting Komentar