Opini
Muslim Harus Lebih Dekat dengan Syariat Islam
Oleh: Zaitun Zahra
(Sahabat Tanah Ribath Media)
Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin, Islam merupakan "din" yang sumbernya langsung dari Allah Ta'ala, yang di wahyukan kepada para Nabi dan Rasul, lalu setalah itu untuk disampaikan kepada para pengikutnya (umat Islam). Islam adalah satu-satunya agama di sisi Allah, sesuai dengan firman-Nya,
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
Artinya: "Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam." (QS Ali-Imran: 19)
Islam dan Syariat Islam
Islam adalah segala yang tampak dari amalaiyah manusia. Sedangkan syariat mencakup akidah, perbuatan dan akhlak dari manusia, dan inti dari tujuan syariat adalah merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudharatan. Maka antara Islam dan syariat Islam adalah dua sifat yang mesti dimiliki bagi setiap muslim, yang tidak bisa dipisahkan.
Mengapa Allah menurunkan Syariat Islam?
Allah menurunkan syariat, tentu di dalamnya mengandung banyak kebaikan, dan sebagai penunjuk arah, kemana seorang muslim itu harus melangkah untuk meraih rida Allah Ta'ala, tujuan daripada syariat itu sendiri ialah, untuk meng-Esa-kan Sang Khaliq, dan syariat adalah penyempurna untuk agama Islam, sehingga setiap muslim yang ingin menyempurnakan Islamnya, dan ingin meraih surga, ia harus menjalankan syariat Islam itu sendiri. Namun sampai hari ini, banyak umat yang hanya berpredikat muslim, tetapi tidak mengenal syariat dengan baik, mereka menganggap bahwa syariat adalah sebuah aturan yang asing yang tidak perlu terlalu diperhatikan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya: "Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing.” (HR Muslim no. 145)
Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan makna hadis di atas sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi,
أَنَّ الإِسْلام بَدَأَ فِي آحَاد مِنْ النَّاس وَقِلَّة ، ثُمَّ اِنْتَشَرَ وَظَهَرَ ، ثُمَّ سَيَلْحَقُهُ النَّقْص وَالإِخْلال ، حَتَّى لا يَبْقَى إِلا فِي آحَاد وَقِلَّة أَيْضًا كَمَا بَدَأَ
Artinya: “Islam dimulai dari segelintir orang dari sedikitnya manusia. Lalu Islam menyebar dan menampakkan kebesarannya. Kemudian keadaannya akan surut. Sampai Islam berada di tengah keterasingan kembali, berada pada segelintir orang dari sedikitnya manusia pula sebagaimana awalanya.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 143).
Syari'at adalah Bentuk Kasih Sayang Allah
Tak banyak dari umat Islam pada hari ini menganggap bahwa dengan beragama Islam saja sudah sangat cukup tanpa memeperhatikan dan menjalankan syariat dengan benar, mereka berbangga diri hanya dengan memeluk Islam, mencari ketenangan sendiri yang bersifat sementara (duniawi), mereka mengira bahwa ketenangan hanya didapatkan dengan memperbanyak materi (harta), mereka lupa bahwa, karena harta terjadinya perpecahan antara saudara dengan saudara, anak dengan orangtua dan antara mukmin yang satu dengan mukmin yang lainnya. Padahal Allah menurunkan syariat untuk menolong bagi para pemeluk Islam (muslim), syariat bukanlah bentuk kekangan Allah untuk para muslim, melainkan bentuk kasih sayang-Nya, karena dengan menjalankan syariat, kehidupan akan lebih tertata, dalam syariat itu sendiri mengandung sistem atau aturan yang menjadi pengatur hubungan antara manusia dan Allah (ibadah mahdhoh) juga antara manusia dengan manusia (ibadah ghairo mahdhoh) dan lada hakikatnya, syariat adalah penyelamat dari kesesatan dan kerugian bagi para manusia, baik itu secara individu, berkelompok, berbangsa dan bernegara.
Penyebab tidak Menjalankan Syariat Islam
Tak sepantasnya seorang yang mengaku muslim mengabaikan syariat Islam dalam kehidupannya. Mayoritas para ulama berpendapat bahwa, menolak, menghina dan menentang syariat Islam itu bisa menyebabkan murtad. Seorang muslim juga tidak boleh memilih dan memilah ajaran Islam, yakni hanya melaksanakan sebagian ajaran Islam yang dapat menguntungkan baginya atau hanya menjalankan yang hanya selaras dengan pikiran dan perasaannya semata.
Sebagai contoh Nabiyullah Lukman as. mendidik anaknya agar tidak menyekutukan Allah yakni dengan selalu menaati segala perintah-Nya (menjalankan syariat Islam) serta menjauhi kesyirikan, dan meninggalkan segala yang di larang oleh Allah Ta'ala, karena kehidupan dunia pasti akan berlalu bukan kehidupan yang kekal dan abadi, dan setiap perbuatan yang dilakukan, pasti akan mendapatkan balasannya di hari perjumpaan kita dengan Allah Ta'ala di negeri keabadian nanti yakni akhirat.
Allah Ta'ala berfirman dalam Surah Luqman:
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: "Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik adalah sebesar-besar kezaliman." (QS Lukman: 13).
Kemunduran umat Islam pada hari ini, bukan hanya disebabkan dari pengaruh musuh-musuh Islam atau dari orang-orang kafir, melainkan dari tubuh umat Islam itu sendiri yang kurang bahkan tidak ingin menjalankan syariat dengan baik. Sebagaimana kita ketahui, untuk memajukan kehidupan umat Islam, ialah para muslim itu sendiri harus lebih dekat dan selalu menjalankan syariat Islam.
Mempelajari Islam dengan Baik
Sebab dari tidak mengenal syariat itu sendiri, karena minimnya pengetahuan tentang agama Islam itu sendiri, seorang muslim yang mengaku sebagai hamba Allah, seharusnya mencari tahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan agamanya, baik itu ibadah, juga hukum tentang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Maka untuk mengetahui hal itu semua dibutuhkan usaha untuk belajar, bermajelis ilmu dan mencari guru serta jamaah yang mampu menguatkan langkah kita agar memahami syariat Islam dan berusaha mengamalkannya.
Allahuta'ala A'lam
Via
Opini
Posting Komentar