Opini
Naiknya Skor Pola Pangan Harapan, Tidak Menjamin Kemudahan Akses Pangan
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Akses ketersediaan pangan merupakan parameter untuk menentukan sejauh mana masyarakat mampu menjangkau pangan yang dibutuhkan. Di tengah naiknya angka skor pangan harapan, faktanya sebagian rakyat kesulitan mendapatkan pangan layak. Ada apa sebetulnya?
Angka Layak Pangan dalam Kacamata Kapitalisme
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan bahwa skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2023 mengalami peningkatan (antaranews.com, 16-2-2024). Angka Pola Pangan Harapan adalah indikator tingkat kualitas konsumsi pangan masyarakat. Dan dengan indikator tersebut dapat dikategorikan bahwa masyarakat dalam keadaan aman pangan.
Plt. Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy, mengungkapakan bahwa sebuah tolok ukur dalam menilik situasi keberagaman konsumsi pangan merupakan salah satu titik masuk (entry point) yang memantapkan ketahanan pangan nasional yang kokoh, mandiri dan berdaulat. Penganekaragaman sumber pangan menjadi salah satu kategori ketahanan pangan rencana jangka panjang menuju Indonesia Emas 2024.
Skor PPH yang begitu diapresiasi ternyata tidak sejalan dengan fakta di lapang. Faktanya kini rakyat masih kesulitan mendapatkan pangan primer, salah satunya beras. Harganya yang terus bergolak, membuat rakyat makin kesulitan. Sementara di sisi lain, angka stunting masih tinggi, pola kecukupan gizi di setiap wilayah pun masih terkategori buruk.
Tidak hanya itu, menyebarnya penyakit menular berbahaya secara signifikan pun menjadi bukti betapa buruk tata kelola pangan rakyat hingga berujung pada pola kesehatan yang terpuruk. Misalnya kasus demam berdarah anak yang kasusnya terus meningkat saat ini. Jumlah laporan kasus DBD pada Januari 2024, sebanyak 389 kasus. Catatan pun menunjukkan hingga Februari 2024 (pencatatan hingga tanggal 20 Februari 2024) terdapat 361 kasus (detiknews.com, 21-2-2024). Gambaran ini menunjukkan betapa lemahnya ketahanan tubuh masyarakat sebagai dampak dari buruknya ketahanan pangan harian.
Kemiskinan menjadi masalah sistemik yang terus menimpa masyarakat. Hingga berujung pada kelemahan setiap sektor kehidupan, di antaranya kesehatan, ketahanan pangan dan penurunan kemampuan mengakses pangan harapan. Sehingga jelaslah, angka skor Pola Pangan Harapan hanya sebatas pencitraan terhadap ketahanan pangan dalam negeri. Seolah aman, namun faktanya tidak demikian. Semua ini menciptakan kebijakan-kebijakan yang tidak melahirkan solusi tuntas terhadap masalah pangan yang kini terus mengancam masyarakat.
Masalah utama saat ini sebetulnya ada pada proses distribusi. Buruknya distribusi pangan akan berdampak pada rendahnya ketersediaan jumlah pangan bagi rakyat. Di sinilah sasaran empuk para pengusaha kartel pangan yang kapitalistik. Sektor distribusi pangan dilirik sebagai sektor potensial yang mampu direka-reka sehingga para pengusaha korporasi kapitalistik mampu meraup keuntungan materi berlipat-lipat. Dengan strategi menaikkan harga saat suasana genting, misalnya menjelang bulan Ramadha dan hari raya. Tentu saja, konsep ini pun rentan dengan proses penimbunan bahan pangan strategis yang diperlukan rakyat setiap hari.
Di sisi lain, negara lemah bertindak. Negara hanya berfungsi sebagai regulator, penetap kebijakan yang disetir oleh para penguasa pengusaha yang memiliki kepentingan. Alhasil, rakyat selalu sebagai pihak yang dirugikan.
Inilah paradigma sisten kapitalisme dalam melayani kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat dilalaikan demi keserakahan penguasa.
Paradigma Islam Menjaga Pangan Rakyat
Rasulullah saw. bersabda,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Al- Bukhari).
Negara adalah satu-satunya institusi yang semestinya mampu menjamin kelayakan hidup rakyatnya. Ketahanan pangan merupakan poin penting dalam menjaga kelangsungan hidup rakyat. Dalam sistem Islam, negara menjadi satu-satunya institusi yang menjamin setiap kebutuhan pokok rakyat, salah satunya kebutuhan pangan. Berbagai strategi dilakukan demi mencapai level ketahanan pangan yang aman dan layak bagi setiap individu rakyat.
Pertama, program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian. Program ini menjadi acuan untuk mencapai ketahanan pangan. Keragaman pangan mampu diciptakan, jika negara mampu menciptakan regulasi yang memberdayakan pertanian rakyat. Dukungan pemberdayaan lahan, penyediaan benih, bibit, pupuk dan semua hal terkait proses produksi pangan, dijamin oleh negara.
Kedua, negara mampu menjamin keamanan pasokan pangan di setiap wilayah, baik di desa maupun di kota. Proses distribusi dijamin keamanannya oleh negara. Berbagai kartel pangan akan diberantas dengan penerapan regulasi dengan sistem sanksi yang jelas dan tegas.
Dengan demikian, meningkatnya pola pangan harapan tidak hanya sekedar skor atau ilusi semata. Namun, konsep ini mampu mewujudkan ketahanan pangan secara utuh dan menyeluruh bagi setiap rakyat.
Konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam. Dalam wadah institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang amanah mengurusi urusan umat. Dengannya ketahanan pangan mampu terwujud. Demi kehidupan umat yang berkelanjutan.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar