Opini
Pengelolaan Migas yang Berkeadilan secara Islam
Oleh: Yuni Oktaviani
(Aktivis Muslimah, Pekanbaru-Riau)
TanahRibathMedia.Com—Potensi migas yang belum dieksplorasi ternyata cukup banyak, yakni mencapai 128 cekungan. Artinya, masih sangat besar kesempatan untuk mengembangkan sumber daya alam di sektor migas tersebut. Tentu hal ini harus menjadi perhatian negara. Mengingat kebutuhan minyak nasional yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik harusnya membuat negara tidak perlu lagi melakukan impor minyak dari luar negeri. Namun, apakah negara (penguasa) mau untuk mengelolanya secara penuh tanpa campur tangan swasta atau korporat?
Lantas, bagaimana pengelolaan SDA ini dalam pandangan Islam?
Dilansir dari cnbcindonesia.com (30-08-2024), Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto membeberkan bahwa potensi minyak dan gas bumi di Indonesia masih cukup besar untuk dikembangkan. Potensi migas di Indonesia itu sendiri memiliki 128 cekungan. Hal ini mestinya dimanfaatkan oleh pemerintah mengingat besarnya konsumsi minyak mentah dalam negeri yang mencapai 1,4 juta barel per hari. Sementara, produksi minyak nasional hanya berkisar di 630 ribu barel per hari. Ini juga yang membuat impor minyak mentah dari luar negeri masih cukup tinggi.
Regulasi Pengolahan Migas atau SDA yang Salah Kaprah
Jauhnya kesenjangan antara kebutuhan minyak mentah per hari dengan produksi minyak nasional mestinya cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk lebih mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang belum tereksplorasi. Pasalnya, konsumsi minyak yang tinggi di masyarakat dengan jumlah produksi minyak nasional tidak akan bisa mencukupi. Sehingga, jalan pintas yang akhirnya dilakukan adalah dengan cara mengimpor minyak tersebut dari luar negeri.
Padahal untuk potensi migas di dalam negeri masih sangat berpeluang besar. Terbukti masih ada 128 cekungan yang belum dieksplorasi. Tentu sangat disayangkan jika potensi besar ini diabaikan oleh negara. Atau bahkan dikelola oleh pihak asing. Betapa besar kerugian yang akan dialami.
Namun, fakta yang terjadi justru pengelolaan sumber daya alam seperti migas di negara yang berideologikan demokrasi sekularisme diserahkan kepada pihak asing atau pemilik modal yang bisa mengolahnya. Bukannya diambil alih oleh negara. Sehingga, potensi SDA yang mestinya bisa diolah dengan cepat, dan optimal akhirnya tidak terjadi. Dikarenakan negara lepas tangan dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Belum lagi, sistem ekonomi demokrasi melahirkan pejabat negara yang oportunistik, di mana selalu berusaha mengambil keuntungan dari setiap kesempatan yang ada. Jika eksplorasi SDA seperti migas dikelola sendiri oleh negara, pastinya membutuhkan modal besar, tenaga ahli yang harus memadai, produksi dan distribusi yang mesti diperhatikan dengan baik dan adil.
Tetapi, akan berbeda tentunya ketika pihak korporat atau asing yang mengambil alih. Semua akan diurus oleh pemilik modal tersebut, tanpa 'merepotkan' aparatur negara. Sementara keuntungan pribadi yang didapat dari pengolahan SDA ini dipastikan sangat besar dan menguntungkan keluarga hingga tujuh turunan.
Ditambah lagi asas mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dalam sistem ini membuat akhirnya pendistribusian minyak dan SDA lainnya menjadi sangat mahal di masyarakat. Ini akibatnya ketika semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan SDA sama-sama ingin mendapat keuntungan. Dengan memainkan atau menaikkan harga minyak dipasaran lah caranya. Lagi-lagi, masyarakat kecil yang menjadi korban.
Sementara, apabila negara mengambil alih semua pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi lebih bisa efisien dan adil dalam penetapan harga pasar di tengah-tengah masyarakat. Artinya, masyarakat akan menikmati harga minyak yang murah dan berkualitas. Tidak seperti kondisi ketika asing atau korporat yang menguasai. Namun, sungguh ironi dan utopis jika masyarakat berharap negara bisa adil di sistem demokrasi sekuler seperti saat ini.
Pandangan Islam Terkait Sumber Daya Alam
Di dalam Islam, sumber daya alam akan dikelola secara baik dan bijak sesuai hukum syarak. Sumber daya alam ini tidak hanya terbatas pada sektor migas, tetapi semua jenis SDA akan dikelola dan hasilnya digunakan untuk memenuhi hajat hidup masyarakat dengan adil dan tepat sasaran.
Kepala negara atau Khalifah akan berfungsi sebagai ra'in atau mengurusi kepentingan rakyatnya dengan sebaik-baik pelayanan. Tugas penguasa dalam negara yang berlandaskan sistem Islam tidak akan menjadi pelayan para konglomerat atau korporat seperti pada sistem kapitalisme saat ini. Negara akan menjamin kebutuhan rakyat, seperti memudahkan mereka mengakses layanan publik, fasilitas kesehatan dan pendidikan, termasuk sumber daya alam yang dikuasai oleh negara.
Sumber daya alam seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, hutan, sungai, laut, sumber daya mineral, barang tambang dan sejenisnya, hakikatnya adalah harta milik umum. Maka pengelolaannya akan diambil alih atau dikuasai oleh negara dan hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat.
Negara Islam akan cepat tanggap ketika menemukan potensi sumber daya alam yang belum dieksplorasi dengan maksimal. Tenaga ahli maupun peralatan yang menunjang jalannya eksplorasi sumber daya alam yang baru juga akan disediakan oleh negara. Intinya, negara Islam akan memaksimalkan usaha untuk mencukupi stok dalam negeri sebelum memutuskan impor. Terlebih masih sangat banyak potensi yang bisa dikelola oleh negara berhubungan dengan SDA yang menjadi hajat hidup rakyat tersebut.
Demikianlah realita yang terjadi jika Islam diterapkan dalam bentuk negara. Tidak akan ada sumber daya alam yang terbengkalai atau tidak terurus dengan baik. Semuanya akan diolah dan dikelola secara optimal oleh negara demi memenuhi kebutuhan rakyatnya. Distribusi hasil pengelolaan SDA pun akan dikembalikan kepada rakyat secara adil dan bijaksana. Sehingga, semua rakyat akan merasakan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Wallahu a'lam bis-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar