Opini
Politik Identitas dan Islam
Oleh: Larama
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 278,8 juta jiwa, dari 86,7 % penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, hal ini kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak yang memeluk agama Islam di Asia bahkan di dunia.
Sebagai bagian dari negara Indonesia, umat Islam akan turut serta dalam Pemilu tahun ini, untuk menyalurkan hak pilih mereka dalam memilih pemimpin yang diharapkan akan membawa perubahan bagi mereka. Namun faktanya berbanding terbalik dengan harapan mereka, hal itu disebabkan beberapa narasi yang dibuat seakan-akan menyerang ajaran Islam seperti jihad yang dibungkus dengan narasi politik identitas.
Politik identitas dilihat dari sejarahnya muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an karena tuntutan perjuangan suku dan ras yang terpinggirkan. Sementara untuk Indonesia politik identitas itu sendiri muncul pada Pemilu 2014 silam namun lebih populer pada Pilgub DKI Jakarta yang pada saat itu Ahok (Kristen) melawan Anies Baswedan yang di mana hasil pemilu berhasil di menangkan oleh Anies Baswedan, setelah Ahok melakukan blunder dengan melakukan penghinaan terhadap Surah Al-Maidah ayat 51, di mana ayat ini berbicara tentang larangan untuk menjadikan Kafir Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagai teman setia.
Pasca penghinaan Ahok pada salah satu ayat suci Al-Qur'an menggakibatkan banyak tuntutan dari berbagai ormas-ormas Islam yang bersatu dalam aksi damai 212, mereka menyuarakan supaya Ahok di tangkap. Begitulah jika kita kembali flashback pada Pilgub DKI Jakarta beberapa tahun yang lalu.
Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun ini pun tidak lepas dari yang namanya politik identitas, hal ini dapat dengan mudah kita temui ketika kita membuka media sosial yang kita miliki, Baik itu Fb, Tik-tok, X dan semisalnya. Kita akan banyak menemukan komentar netizen yang memperdebatkan tentang politik identitas ini, tidak jarang mereka saling menjelek-jelekkan antara paslon yang satu dengan yang lainnya.
Tidak hanya itu mereka tidak segan untuk menggutip perkataan para ulama untuk dipelintir agar sesuai dengan apa yang mereka inginkan untuk memperkuat pembelaan mereka terhadap paslon capres-cawapres yang mereka dukung.
Sejatinya memang politik identitas digunakan untuk menumbangkan lawan politik dan mempermulus jalan mereka menuju kekuasaan yang mereka inginkan, dengan menggunakan atribut dari kelompok Suku, Ras, Agama, dan Antargolongan (SARA). Tak sedikit dari mereka ingin menunjukkan bahwa mereka berada dan bersama dengan kelompok tersebut, namun faktanya mereka hanya menginginkan suara mereka yang pada akhirnya akan mengantarkanya pada tampuk kekuasaan, dengan kekuasaan itu mereka mengamankan kepentingan diri dan keluarganya.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang dahulu didekati? Keadaannya masih sama dengan yang dulu, hampir tidak ada keadaan yang benar-benar berubah, dan keadaan ini terus terjadi berulang di tengah-tengah kita.
Demikianlah gambaran dari penerapan demokrasi-kapitalisme, kekuasaan bagi mereka hanyalah jalan memuluskan kepentingan pribadi, keluarga, kelompoknya bukan murni untuk kepentingan rakyat. Semboyan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat telah berubah menjadi dari oligarki, oleh oligarki untuk oligarki.
Hampir semua undang-undang dan peraturan yang dibuat hanya untuk kepentingan segelintir orang yang bermodal. Pergantian pemimpin dalam sistem ini ibarat sebuah mobil yang sering masuk bengkel dan yang di ganti hanya sopirnya, padahal sewaktu-waktu mobil ini bisa membahayakan pengemudi dan penumpangnya.
Setelah hampir 1 abad lamanya sistem ini diterapkan di negeri ini hampir tidak ada perubahan, yang ada hanya yang kaya tambah kaya, dan yang miskin tambah miskin.
Beda halnya dengan Islam, sejarah telah mencatat bahwa Islam pernah berkuasa selama kurang 14 abad lamanya, dengan kekuasaan yang selama itu telah membuktikan bahwa Islam adalah agama sekaligus sistem yang tepat untuk di terapkan
oleh kaum muslimin bukan sistem sosialis/ komunis maupun sistem demokrasi/kapitalisme.
Sayangnya hari ini banyak dari umat Islam yang berpikir bahwa Islam sama dengan agama yang lain, yaitu sama-sama tidak punya sistem yang menggatur masyarakat. Umat Islam hari ini tidak banyak yang tahu bahwa sistem Islam pernah menguasai 2/3 dunia dengan menerapkan Islam yang kafah.
Salah satu keberhasilan musuh-musuh Islam hari ini adalah membuat kaum muslimin takut dengan ajaran agamanya sendiri.
Wallahu A'lam Bishowab
Via
Opini
Posting Komentar