Opini
Rencana Kenaikan Pajak Bermotor Jabodetabek, Benarkah Demi Alih Subsidi dan Atasi Polusi?
Oleh : Zulpadli SE.Ak. CA.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lagi dan lagi, untuk sekian kalinya pemerintah akan mengeluarkan kebijakan publik yang menuai kontroversi. Dilansir melalui beberapa media online, beberapa hari yang lalu Koordinator Penanganan Polusi DKI Luhut Binsar Panjaitan yang merangkap banyak jabatan, mengungkapkan beberapa poin tentang rencana atau wacana kebijakan kenaikan pajak kendaraan konvensional atau Internal Combustion Engine (ICE) Berbahan Bakar Minyak (BBM) dengan tujuan:
Pertama untuk menekan polusi udara khususnya di Jakarta, di mana tiga poluter atau penyebab polusi terbesar adalah sepeda motor 45% dengan angka 23,03 juta unit untuk Jakarta sampai Agustus 2023, truk 20%, mobil bensin 16% dan sisanya moda lain, dengan dialihkan ke kendaraan bermotor listrik yang ramah lingkungan akan menekan tingkat polusi. Kedua mengalihkan dana pajak kendaraan ke subsidi pelayanan transportasi LRT dan MRT, yaitu mensubsidi ongkos naik LRT dan kereta cepat dan memperbanyak lintasan LRT. Dalam kaitan ini juga mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi publik. Selain mendorong mengunakan transportasi publik pemerintah juga mendorong masyarakat untuk mengunakan kendaraan bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai (Battery Electric Vehicle). Di mana import kendaraan ini dan pembelian oleh masyarakat diberikan insentif, untuk import dibebaskan bea masuk dan PPN dan subsidi bagi pembeli.
Dari beberapa tahun belakangan faktanya walaupun diberikan fasilitas kemudahan tetap saja realisasi penjualan Kendaraan Bermotor Listrik masih jauh dari target yang dicanangkan sampai 2025 sebesar 400.000 unit mobil listrik, realisasinya dari tahun 2020 hingga Februari 2023, masih mencapai 11.513 unit, sementara motor listrik target sampai 2025 sebesar 6 juta unit realisasi dari 2019 sampai 2022 baru 30.837 unit yang terealisasi.
Rencana ini tidak main main, Presiden Jokowi menargetkan Indonesia sudah bisa memproduksi mobil listrik dengan didukung cadangan nikel dan mineral kritis yang besar. Bisnis yang menggiurkan dengan pangsa pasar yang luas di Indonesia tentunya menarik para pebisnis dari konglomerat hingga birokrat.
Menarik untuk menanggapi rencana kebijakan ini dalam berbagai aspek. Pertama, aspek sistem politik. Dalam teori sistem demokrasi kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tetapi faktanya kekuasaan dari pengusaha besar (oligarki) untuk pengusaha besar (oligarki), bahkan penguasanya merangkap pengusaha kalau menurut istilah ekonom senior Rizal Ramzi kekuasaan Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha).
Demokrasi menghasilkan negara korporasi di mana kekuasaan dijalankan hanya oleh dan untuk segilintir oligarki, kekuasaan digunakan untuk membuat kebijakan dan regulasi untuk mereka sendiri, contohnya dalam hal kebijakan kendaraan bermotor listrik dengan diterbitkan regulasi yang memudahkan pengusaha berupa insentif dan subsidi bagi pengusahanya sementara di pihak lain dibuat regulasi kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak yang memberatkan pemiliknya dan juga disinyalir oleh Faisal Basri Ekonom Senior dalam satu Podcast yang menyampailkan ini contoh dari korupsi di level kebijakan publik. Tidak ada lagi istilah konflik kepentingan tapi tumpuk kepentingan dalam menjalankan kekuasaan.
Berbeda dalam pandangan Islam, dalam sistem politik Islam, Khalifah (penguasa) dan pembantunya adalah pelayan dan pelindung umat. Mereka berkuasa hanya untuk memikirkan dan mengurusi kepentingan umat, bahkan dalam menjalankan tugasnya mereka hanya diberikan tunjangan untuk memenuhi kebutuhan standar hidupnya, selebihnya berusaha keras memikirkan kepentingan dan masalah umat untuk diselesaikan.
Sehingga sering kita mendengar contoh teladan Khalifah Umar memikul sendiri gandum untuk diberikan kepada keluarga yang miskin dan masa Khalifah Umar Abdul Aziz sangat sulit ditemukan penerima zakat.
Kedua, aspek sistem ekonomi dan keuangan. Jika regulasi atau kebijakan kenaikan pajak kendaraan motor ini berlaku bukannya ini memberatkan bagi kendaraan bermotor konvensional (BBM) yang notebene seperti motor dimiliki oleh golongan menengah ke bawah dan berfungsi sebagai alat moda transportasi yang vital, walaupun katanya memudahkan untuk pengguna transportasi publik seperti LRT dan kereta cepat, harusnya kalau mau memberikan subsidi kepada pemakai transportasi publik tidak usah memberatkan rakyat di sisi lain. Lagi-lagi kebijakan seperti tidak menyelesaikan masalah malah menimbulkan masalah baru dalam ekonomi. Dengan kenaikan pajak kendaraan bermotor ini rakyat harus menambah lagi biaya hidupnya belum lagi potensi inflasi akan muncul karena biaya transportasi ikut terpengaruh. Dalam sistem keuangan khususnya perpajakan yang berlaku di negara ini pajak kendaraan bermotor ini adalah pajak langsung daerah provinsi artinya ini bagian dari penerimaan provinsi kalau provinsi seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat yang mempunyai jumlah penduduk yang besar tentu potensi pajaknya juga dan pendapatan daerah juga besar, bagaimana dengan provinsi atau kabupaten yang sumber penerimaannya kecil? Sedangkan dalam sistem ekonomi Islam, anggaran baik penerimaan dan pengeluaran bersifat sentralistik, wewenang khalifah untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran wilayah atau daerah sesuai dengan kebutuhan sehingga kesejahteraan setiap wilayah terpenuhi.
Terkait penerimaan negera dari pajak (dhoribah) dalam sistem ekonomi Islam, pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara berifat alternatif bukan sumber penerimaan utama, dikenakan hanya pada golongan kaya. Dan juga bersifat tentatif dikenakan ketika ketika kas atau penerimaan negara (baitul maal) yang bersumber dari kekayaan alam dan lain lain sewaktu-waktu tidak ada.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme sering kebijakan yang menyangkut kepentingan ekonomi rakyat tidak berpihak pada rakyat. Hanya pepesan kosong untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan ilusi semata keadilan ekonomi terwujud di dalamnya. Mengapa demikian terjadi? karena pastinya ketika kehidupan manusia diatur oleh hasil pikir manusia sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan dan hawa nafsu, bukan diatur oleh yang menciptakan manusia itu sendiri.
Sebagai contoh, orang yang akan membeli motor listrik saja pasti akan diberikan buku manual untuk menjalankannya, apalagi manusia untuk menjalankan kehidupan pasti sudah diberikan buku manual oleh menciptakannya yakni Al-Qur'an.
Wallohu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar