Opini
Setuju, Memilih Harus Rasional
Oleh: Meto Elfath
(Dir. Pelita Tani Center)
TanahRibathMedia.Com—Sudah dengar pernyataan kampanye Capres 01 (Anis Baswedan), bahwa rakyat harus rasional dalam memilih? Ya, itu adalah pernyataan yang benar, walau kenyataannya, bila menggunakan standar rasional dalam Islam, maka Anis Baswedan sendiri tidak rasional juga sebagai Capres, sama tidak rasionalnya Capres lainnya untuk dibandingkan satu sama lain.
Mengapa demikian? Sebab, menurut standar Islam, memilih pemimpin (penguasa) harus memperhatikan kelayakan tentang dua hal, yakni kelayakan pribadi calon pemimpin dan kelayakan sistem aturan yang akan diterapkan oleh calon terpilih. Padahal, diketahui semua Capres yang ada berada pada kedudukan yang sama, sama-sama tidak layak, baik secara pribadi maupun sistemnya. Apa buktinya? Mari kita lihat!
Pertama, standar kelayakan individu calon penguasa. Standar Islam menghendaki terpenuhinya tujuh syarat, yakni harus Muslim (tidak boleh orang kafir), laki-laki (tidak boleh perempuan), baligh/dewasa (tidak boleh anak-anak), berakal sehat (tidak boleh orang gila), adil (tidak boleh orang fasik), merdeka (tidak hamba sahaya), dan harus mampu menjalankan tugas/amanah. Ketujuh syarat tersebut wajib ada pada diri seorang calon penguasa. Bila salah satunya tidak terpenuhi, maka tidak layak menduduki jabatan penguasa, bahkan sedari awal tidak layak sebagai calon penguasa.
Bagaimana dengan tiga Capres yang ada sekarang? Jawabannya, sebagian syarat individunya jelas sudah terpenuhi, tetapi sebagian lainnya nampak tidak terpenuhi. Syarat yang sudah jelas terpenuhi oleh ketiga Capres adalah bahwa semuanya Muslim, laki-laki, baligh dan berakal. Sedangkan syarat lainnya (adil, merdeka dan mampu), nampaknya belum tentu terpenuhi. Ada yang suka nonton film porno, masing-masing melegalkan dan terlibat riba, membiarkan peredaran miras/khamar, padahal semua itu adalah contoh kefasikan dan tidak amanah. Fasik berarti tidak adil. Tidak adil dan tidak amanah berarti tidak memenuhi salah satu atau dua syarat calon penguasa.
Karena itu, dari sisi standar kelayakan individu, ternyata kedudukan mereka semua sama. Jika kenyataannya sama, lalu dimana rasionalnya untuk dibandingkan? Bila dipaksakan untuk tetap dibandingkan, maka yang akan didapatkan adalah perbandingan emosional (karena memang secara emosional pasti ada perbedaan antara satu dengan yang lain), bukan perbandingan rasional (karena kenyataan ketidaklayakan mereka sama menurut standar syarat syariah Islam).
Jadi, dengan menggunakan standar Islam tentang kelayakan individu calon penguasa, maka bagi pemilih yang rasional tidak akan menemukan Capres yang layak untuk dipilih, yang adil dan mampu amanah.
Kedua, standar kelayakan sistem pilihan. Islam menghendaki agar syariah Islam dijadikan satu-satunya sistem aturan yang diterapkan dalam menjalankan roda pemerintahan untuk mengurusi urusan umat (rakyat). Sebaliknya, haram memerintah dan mengurusi umat dengan sistem aturan selain Islam. Bahkan Allah menyifati pelakunya dengan predikat kafir (QS al-Maidah [5]: 44), zalim (QS al-Maidah [5]: 45) dan fasik (QS al-Maidah [5]: 47).
Bagaimana dengan ketiga Capres sekarang? Apa yang akan mereka terapkan? Apakah sistem aturan Islam? Jawabannya, mereka semua tidak akan menerapkan aturan Islam. Mengapa? Karena mereka jelas merupakan calon penguasa/pemimpin sistem sekuler dan mereka semua juga komitmen mempertahankan sistem sekuler.
Bahwa mereka adalah calon penguasa/pemimpin sekuler, merupakan fakta yang nyata di depan mata. Sebab, negara ini negara sekuler, dijalankan dengan landasan pemikiran sekulerisme. Dan, ketika mereka adalah calon penguasanya, maka berarti mereka calon penguasa sekuler.
Bahwa mereka semua komitmen mempertahankan sistem sekuler, ini juga fakta yang jelas dan tidak samar. Ini bisa diketahui oleh siapa saja ketika melihat visi-misi atau rencana-rencana kebijakan yang mereka kampanyekan. Semua gagasan materi kampanye mereka nilainya sekuler (memisahkan agama [Islam] dari kehidupan umum). Tidak ada perbedaan dari ketiga Capres. Tidak ada satupun gagasan dan komitmen untuk meninggalkan sekulerisme dan mengambil sistem Islam.
Terkait ekonomi misalnya, tidak ada gagasan untuk mengambil sistem ekonomi Islam. Buktinya, utang ribawi dan pajak rakyat masih menjadi andalan rencana sumber APBN oleh semua Capres. Padahal, riba dan pajak tersebut jelas merupakan keharaman dalam Islam. Sebaliknya, kekayaan SDA yang melimpah sebagai harta milik umum dan wajib dikelola negara untuk kepentingan umat (dalam pandangan Islam), justru dibiarkan saja dikuasai oleh swasta asing dan aseng. Ini jelas pola pikir kapitalisme sekuler.
Terkait hukum, tidak ada gagasan untuk mengambil hukum Islam. Buktinya, tidak ada sama sekali yang menyinggung sistem sanksi (uqubat) Islam, seperti rajam dan cambuk bagi pelaku zina, potong tangan bagi pencuri, cambuk bagi peminum khamar, kisas (balasan serupa) kasus pembunuhan, dan lain sebagainya. Justru semuanya mendiamkan (sepakat) dengan KUHP yang notabene produk peninggalan penjajah dengan landasan pemikiran sekuler.
Terkait pertahanan dan politik luar negeri, tidak ada gagasan dakwah dan jihad yang merupakan kewajiban dalam Islam. Semuanya merasa bangga untuk tunduk pada ketentuan hukum buatan negara-negara Barat yang jelas mengeliminasi pelaksanaan kewajiban dakwah dan jihad.
Terkait bidang politik pemerintahan, semua Capres justru menolak menegakkan khil4f4h. Padahal, khil4f4h adalah sistem pemerintahan Islam yang wajib ditegakkan untuk menerapkan sistem aturan Islam secara total. Sebaliknya, mereka sibuk mengkampanyekan pentingnya mempertahankan nation state (negara bangsa) yang sekuler.
Jadi, dengan kembali menggunakan standar Islam tentang kelayakan sistem aturan yang akan diterapkan oleh calon penguasa terpilih, maka bagi pemilih yang rasional tidak akan menemukan Capres yang layak untuk dipilih, yang komitmen meninggalkan sekulerisme dan hanya mengambil Islam saja.
Dengan demikian, bagi pemilih rasional yang memilih dengan standar rasional Islam, maka secara rasional semua Capres sama-sama tidak memenuhi syarat penguasa, baik syarat sebagai individu maupun syarat sistem. Pemilih rasional hanya akan melihat perbedaan emosional di antara para Capres, dan itu bukan standar yang layak dijadikan pijakan memilih, karena hanya akan bermuara pada titik yang sama. Ibarat sama-sama sedang membangun rumah tipe 40 meter persegi, hanya berbeda bentuknya (selera emosional); mungkin ada selera 2x20 m, ada selera 4x10 m dan ada selera 5x8 m.
Karena itu, jadilah pemilih rasional. Pastikan pula untuk rasional dengan standar ketentuan Islam. Jangan menjadi pemilih emosional, sebab semua pilihan itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari akhir nanti.
Bila hanya ada yang emosional, tidak ada yang rasional, maka yang harus dilakukan adalah bekerja menghadirkan calon yang rasional. Bagaimana caranya? Kembali kepada cara rasional (dakwah dan perjuangan) yang dicontohkan oleh Nabi dan para khalifah setelahnya.
Terakhir, untuk Anis dan Capres lainnya, kalau mau benar-benar rasional dipilih, harus layakkan diri memenuhi syarat individu calon penguasa dengan standar rasional Islam, serta pilih dan perjuangkan sistem Islam. Jangan sampai suka film porno, terlibat riba, mendiamkan khamar dan judi, apalagi tidak berani mendukung dan perjuangkan syariah dan khil4f4h.[]
Via
Opini
Posting Komentar