Opini
Benarkah Pelatihan Vokasi Berkorelasi dengan Peningkatan Kesejahteraan?
Oleh: Ummu Aulia
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Permasalahan ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi hal yang sangat krusial. Mulai dari masalah banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap di industri, kompetensi tenaga kerja yang rendah, sistem outsourcing yang banyak merugikan tenaga kerja, dan kurangnya lapangan pekerjaan.
Pemerintah berupaya mengurai permasalah di atas dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Antara lain adalah Kementerian Ketenagakerjaan menghadirkan pelatihan vokasi yang berkualitas, sebagai bentuk komitmen dalam peningkatan kompetensi dan daya saing angkatan kerja RI, baik yang lama maupun baru agar semakin baik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi saat membuka Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) Tahap III Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Semarang di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (22/3) mengatakan, pelatihan vokasi yang berkualitas adalah pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang mengutamakan link and match ketenagakerjaan.
Link and match tersebut, merupakan satu bagian dari strategi kementerian dalam melakukan Transformasi Balai Latihan Kerja. Di mana balai-balai yang ada dan dikelola Kemnaker harus mampu menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan industri, agar terjadi kesesuaian pelatihan vokasi (antaranews.com, 23-03-2024).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik didapatkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022 (bps.go.id, 06-11-2023).
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan persentase dari jumlah orang yang mencari pekerjaan aktif tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan dalam angkatan kerja suatu negara pada periode waktu tertentu. Pengurangan sebesar 0,54 persen poin dari TPT Agustus 2022 menandakan adanya penurunan tingkat pengangguran selama periode satu tahun tersebut. Penurunan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti peningkatan keterampilan dan pendidikan.
Namun, pada dasarnya pelatihan tersebut tidak mengubah situasi pekerja menjadi lebih baik, dan memiliki kehidupan yang sejahtera. Karena mereka tetap terikat pada kepentingan perusahaan, serta memenuhi aturan perusahaan yang banyak merugikan mereka. Ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme, di mana pekerja dianggap hanya sebagai salah satu faktor produksi.
Dalam konteks ini pemerintah seringkali dianggap hanya sebagai perantara antara dunia industri, yang diwakili oleh perusahaan-perusahaan, dan para pekerja yang merupakan anggota masyarakat. Perannya terfokus pada menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Seperti menyusun kebijakan ekonomi, mengatur regulasi bisnis, dan memfasilitasi investasi. Namun, dalam beberapa kasus, pemerintah belum sepenuhnya mampu menciptakan lapangan kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Meskipun pemerintah sering mengeluarkan program-program untuk mengatasi pengangguran, seperti pelatihan keterampilan dan insentif untuk menciptakan lapangan kerja, namun hal itu tidak selalu cukup. Faktanya, proses penciptaan lapangan kerja seringkali lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, investasi, dan situasi pasar tenaga kerja.
Kendati demikian, keberhasilan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja juga tergantung pada efektivitas kebijakan ekonomi yang diterapkan, dukungan terhadap sektor-sektor ekonomi yang berpotensi menciptakan lapangan kerja, serta kemampuan untuk merespons dinamika pasar tenaga kerja dengan cepat dan tepat. Dalam konteks ini, kritik terhadap peran pemerintah seringkali muncul karena ketidakmampuannya untuk memberikan solusi yang memadai terhadap masalah pengangguran.
Lain halnya dengan Islam. Dalam pandangan Islam, negara berperan sebagai pengurus rakyat, termasuk dalam menyediakan lapangan kerja. Namun, negara dalam sistem Islam, akan menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan negara dan rakyat saja, bukan untuk kepentingan oligarki.
Negara Islam mengakui pentingnya menjaga kesejahteraan pekerja dan memastikan bahwa mereka tidak diperlakukan secara tidak adil dalam hal upah oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Untuk itu, negara Islam biasanya memiliki mekanisme yang terstruktur dan terawasi untuk menetapkan standar upah minimum yang adil dan layak bagi pekerja.
Negara Islam juga dapat memiliki kebijakan perlindungan pekerja yang kuat, seperti pembatasan jam kerja, cuti yang layak, perlindungan terhadap diskriminasi kerja. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pekerja memiliki perlindungan yang cukup dan tidak rentan terhadap penyalahgunaan oleh atasan.
Selain itu, negara Islam juga akan menerapkan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang ketat untuk memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar upah dan hak-hak pekerja. Melalui mekanisme seperti ini, negara Islam berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan seimbang. Di mana pekerja diperlakukan dengan hormat dan diberikan hak-hak yang layak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan Islam.
Negara Islam mengutamakan kesejahteraan seluruh warganya dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok. Ini mencakup akses yang cukup terhadap makanan, pakaian, tempat tinggal yang layak, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Dalam kerangka keadilan sosial Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak ada warga negara yang hidup dalam kemiskinan atau kekurangan yang tidak perlu. Selain itu, negara Islam juga berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan komunal, artinya tidak hanya memperhatikan individu-individu secara terpisah, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ini bisa mencakup pengembangan infrastruktur publik, pelayanan sosial, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk meningkatkan taraf hidup semua anggota masyarakat.
Dengan demikian, negara Islam berupaya untuk menciptakan lingkungan di mana setiap warga negara dapat hidup dengan martabat, keadilan, dan keberdayaan, serta memberikan perlindungan terhadap mereka yang rentan dan membutuhkan bantuan.
Wallahu a’lam bish-shawwab. []
Via
Opini
Posting Komentar