Opini
Benarkah Remaja Saat Ini Tidak Bisa Menjadi Penerus Bangsa?
Oleh: Suci Nurani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Aksi tawuran menggunakan media sarung alias perang sarung terus berulang selama Ramadan 1445 Hijriah di berbagai daerah. Tidak hanya meresahkan warga, perang sarung juga telah menodai kesucian bulan suci Ramadan. Para remaja melakukan perang sarung di momen menjelang sahur saat kondisi sepi. Dalam perang sarung, sarung digunakan sebagai senjata, diikat dan dibuat benjolan di ujung lalu dihantamkan ke badan lawan.
Namun ada risiko bahaya, terkadang ada yang curang dengan memasukkan batu, besi dan gir motor ke dalam lilitan sarung. Bahkan ada yang membawa senjata tajam ke lokasi tawuran perang sarung. Tidak hanya melanda kota-kota besar di Pulau Jawa, tawuran perang sarung juga menular sampai ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan catatan Bangka Pos, sepanjang awal bulan Ramadan sedikitnya terjadi 4 kasus perang sarung di Babel, di antaranya di Kabupaten Bangka, Bangka Selatan, Belitung dan Kota Pangkalpinang. (Bangkapos.com, 19-3-2024).
Ini adalah salah satu contoh krisis moral yang menjadi permasalahan bagi generasi muda sekarang. Tayangan-tayangan di televisi telah menggerus moral bangsa, sinetron dengan adegan yang tidak senonoh bahkan adegan kekerasan banyak ditayangkan. Mirisnya tontonan-tontonan tersebut mengubah pola pikir generasi muda dari berbagai segi kehidupan. Pada bidang pendidikan, degradasi moral akademik telah merajalera, mulai dari lunturnya tata krama siswa, perilaku kecurangan akademik hingga melakukan pembulian dan tawuran. Tentunya kasus panjang tersebut semakin menambah sejarah kelam dunia pendidikan.
Peristiwa-peristiwa tersebut menciptakan stigma buruk masyarakan terhadap dunia pendidikan, pendidikan dianggap gagal dalam mencerak siswanya menjadi insan yang mulia. Padahal tenaga pendudik telah berupaya maksimal, namun celakanya moral siswa memang telah tergerus dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk di luar. Keruksakan generasi muda semakin hari semakin parah, bak bola salju yang terus membesar.
Hal yang menambah keprihatinan adalah sebagian besar krisis moral terjadi pada anak-anak yang mengenyam bangku pendidikan. Seperti yang terjadi pada kasus tawuran antar siswa yang mengakibatkan korban jiwa dikalangan pelajar semakin banyak. Tetapi, bukannya semakin serius ditangani, malah justru seolah-olah dianggap hal yang biasa atau lumrah terjadi. Indikator kemerosotan moral ditandai dengan berbagai pelanggara dan kejahatan yang terjadi di masyatakat. Seperti pencurian, tawuran atau perkelahian dan perilaku negatif lainnya. Semua indikator tersebut merupakan tanda kehancuran suatu bangsa.
Maka dari itu, kita butuh sistem yang bisa merubah keadan ini. Sistem tersebut adalah sistem Islam. Di dalam sistem Islam, ada tiga pilar penjaga generasi dari kerusakan moral, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan kebijakan negara. Ketakwaan individu di pupuk dengan pendidikan agama dan moral yang memadai oleh orang tua dan intitusi pendidikan. Masyarakat pun turut menciptakan lingkungan yang kondusif dengan kontrol sosial. Lalu negara berperan melibas tuntas segala hal yang mampu merusak moral generasi muda.
Sayangnya dalam sistem saat ini, tiga pilar ini tidak berfungsi baik. Sebab sistem rusak bernama liberalisme sekuler telah meruksak generasi muda saat ini dengan salah satu pilar kebebasannya yaitu kebebasan bertingkah laku. Sudah saatnya kita campakan sistem rusak dan merusak tersebut. Lalu menggantinya dengan sistem yang mulia dan memuliakan, yaitu sistem Islam yang akan membawa keberkahan kepada seluruh umat manusia dan mampu menciptakan generasi yang taat dan cemerlang.
Wallahu a'lam bishshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar