Opini
Fenomena Caleg Gagal Pemilu
Oleh: Sri Astutiani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sudah bukan rahasia umum lagi, fenomena yang akhir-akhir ini setelah Pemilu usai, di antaranya banyak caleg yang gagal meraih suara. Tentunya hal ini berdampak terhadap kejiwaan caleg. Bahkan sebelum pemilu digelar, beberapa rumah sakit menyediakan ruang atau perawatan khusus untuk caleg yang gagal (tribun-timur.com, 1-3-2024).
Beberapa caleg yang gagal ini mengalami stres, tekanan batin, hingga gangguan mental dan mengakhiri hidupnya. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah
akibat dana yang dikeluarkan pada masa kampanye begitu fantastis. Beragam sumber dana seperti ada yang menjual lahan, menggadaikan aset hingga melakukan pinjaman uang. Mirisnya ada juga caleg yang kembali meminta amplop serangan fajar itu.
Itulah fakta yang terjadi sangat menyedihkan. Lalu apa sebenarnya yang menjadi akar masalah dan bagaimana Islam memandang hal ini?
Mengapa para caleg ini bersikap demikian? Karena yang mereka pikirkan adalah untung dan rugi, haus akan kekuasaan. Beginilah dampak sistem kapitalisme-sekularisme, yang memisahkan antar agama dengan kehidupan. Sehingga segala cara dilakukan tanpa mempedulikan halal haram sebuah perbuatan. Itulah sistem buatan manusia lemah dari segala sisi.
Sistem ini membuka peluang kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Padahal pemimpin itu harus adil, dan jauh dari kata sogokan.
Berbeda dengan sistem Islam. Akidah Islam adalah dasar negara.
Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggung jawaban atas tindakan negara, harus di bangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam harus menjadi asas undang- undang dasar dan perundang-undangan syar'i.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan perundang-undangan, harus terpancar dari akidah Islam.
Islam memandang bahwa pemimpin itu adalah pelindung bagi rakyatnya. Dalam memilih dan mengajukan diri menjadi pemimpin haruslah memenuhi syarat-syarat. Syarat mutlak adalah harus menyadari bahwa hukum Allah harus dijalankan. Pemimpin adalah penjaga agama. Halal haram menjadi standar kebijakan. Sehingga tidak akan mungkin ada tindakan sogokan atau memanipulasi data.
Karena Rasullah mengatakan, orang yang menyogok dan orang yang menerima sogok, dua-duanya masuk neraka. Sebab semua apa yang kita lakukan akan di mintai pertanggung jawaban kelak di hadapan Allah Swt.
Sebagaimana sabda Rasulullah dari Abdullah bin 'Amr, dia menceritakan Rasulullah saw. bersabda:
"Laknat Allah Swt. kepada pemberi suap dan penerima suap." (HR Ahmad).
Oleh sebab itu kita sebagai umat muslim harus memahami benar-benar mana yang halal dan mana yang haram. Jangan sampai kita fobia dengan Islam itu sendiri. Kita harus senantiasa belajar untuk dapat memahami bahwa aturan Islam adalah satu-satunya solusi atas segala problematika kehidupan.
Wallahu 'alam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar