Opini
Islamofobia Merajalela: Umat Islam Butuh Khil4f4h Sebagai Penjaga
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
TanahRibathMedia.Com—Islamofobia bukanlah sesuatu yang baru, tetapi istilah ini kian populer setelah terjadinya peristiwa September 2011 di Amerika Serikat. Islamofobia sendiri merupakan suatu perasaan takut, prasangka atau kebencian terhadap Islam dan para pemeluknya secara umum.
Ada juga sejumlah pihak yang berpendapat bahwa konsep Islamofobia hanyalah usaha untuk membungkam Islam.
Mirisnya, di saat serangan terhadap Palestina terus dilakukan oleh Zionis Israel, dan di saat korban Palestina terus berjatuhan akibat Zionis Israel yang terus membombardir wilayah tersebut, di saat yang sama pula umat muslim di Eropa dan di belahan bumi lainnya mendapatkan perlakuan yang tidak pantas akibat Islamofobia.
Terkini, seperti yang dilansir dari viva.co.id (23-02-2024), sebuah masjid di ibu kota Swedia, Stockholm, menjadi sasaran serangan Islamofobia selama lebih dari setahun, dengan insiden terbaru terjadi pada Rabu, 21 Februari 2024, ketika umat muslim membaca grafiti di dinding masjid dengan tanda Swastika dan pesan ancaman "Bunuh Muslim".
Viva.co.id juga melansir bahwa insiden Islamofobia di Inggris meningkat lebih dari tiga kali lipat setelah pecahnya perang antara Israel dan Hamas. Hal itu dilaporkan oleh kelompok pemantau Tell MAMA, pada Kamis, 22 Februari 2024. Tell MAMA melaporkan bahwa pihaknya telah mencatat 2.010 kasus Islamofobia dalam empat bulan, sejak serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu konflik.
Dalam laporannya tersebut juga tertulis bahwa, aktivitas Islamofobia yang dilakukan mencakup ancaman, perilaku kasar, penyerangan, diskriminasi, vandalisme, ujaran kebencian, dan literatur anti-muslim. Sebanyak 65 persen kasus ini menimpa para muslimah.
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2022 lalu telah memutuskan secara aklamasi tanggal 15 Maret menjadi hari 'Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia atau combating against Islamophobia, tetapi kenyataannya hal tersebut tidak juga mampu menghilangkan atau meminimalisir Islamofobia yang terus terjadi. Hal ini menjadi bukti bahwa PBB sekalipun tidak mampu menghilangkan kejahatan seperti Islamofobia, PBB tak mampu memberikan jaminan penjagaan terhadap umat. Namun sayangnya, masih banyak pemimpin-pemimpin negeri muslim yang masih saja berharap solusi dari lembaga internasional tersebut.
Islamofobia dan Kebangkitan Khil4f4h Islamiah
Kebencian kaum kafir terhadap agama Islam dan pemeluknya, atau yang sekarang disebut dengan "islamofobia," ternyata sudah ada sejak dakwah Islam dimulai. Menurut beberapa pengamat, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan munculnya Islamofobia di masyarakat, di antaranya:
Pertama, adanya sikap hasad dalam diri kaum kafir ketika melihat pesatnya dakwah Islam di tengah masyarakat. Kebencian kaum kafir atas berkembangnya dakwah Islam merupakan hal yang alami terjadi, hal ini juga pernah terjadi di masa Rasulullah terutama di fase Mekkah. Sikap hasad kaum kafir juga telah Allah beritakan dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 109, yang salah satu kutipannya menyebutkan:
"…Øَسَدًا Ù…ِّÙ†ْ عِندِ…"
(Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri).
Kebencian kaum kafir pada masa Rasulullah juga melahirkan celaan, penganiayaan, fitnah-fitnah keji, bahkan tindakan yang mengancam nyawa Rasulullah dan para sahabat. Begitupun saat ini, berbagai fitnah, tuduhan, celaan, penganiayaan dilontarkan kepada syariat Islam dan kaum muslim.
Yang kedua, adanya trauma sejarah. Dan ketiga, adanya konstelasi politik. Terdapat ketakutan di kalangan orang-orang barat bahwa Islam akan bangkit dan berkuasa kembali dengan sistem Khilafah. Hal ini berdasarkan anggapan mereka yang melihat bahwa tanda-tanda pada kebangkitan tersebut semakin nampak.
Mengutip artikel yang dilansir oleh alwaie.net beberapa tahun yang lalu, pernah dituliskan bahwa, pada Desember 2004, Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Council/NIC) merilis laporan dalam bentuk dokumen yang berjudul "Mapping The Global Future". Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020.
Dalam dokumen tersebut, NIC memperkirakan ada empat hal yang akan terjadi, salah satunya adalah A New Chaliphate, atau adanya kebangkitan kembali Khil4f4h Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat. Menurut mereka, Khil4f4h akan mampu menghadapi nilai-nilai peradaban Barat. Khil4f4h dianggap sebagai suatu ancaman yang menakutkan. Sebab, dengan tegaknya Khil4f4h, maka Khil4f4h akan menghentikan hegemoni kapitalisme barat atas dunia.
Hal tersebut tentu akan mengganggu kepentingan mereka (negara-negara Kapitalisme), terutama dalam masalah ekonomi dan politik.
Selain itu, mantan presiden AS, George Walker Bush pada tahun 2006 juga menyatakan dalam pidatonya sebagaimana yang dilansir oleh washingtonpost.com (05-09-2006) dikatakan, "This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East and Southea Asia"
(Khil4f4h ini akan menjadi Imperium Islam totaliter yang meliputi semua negeri-negeri muslim saat ini dan yang dulunya adalah negeri-negeri muslim, yang membentang dari Eropa hingga Afrika Utara, dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara)."
Ketakutan dan kebencian kaum kafir barat tersebut dibuktikan dengan terus membuat opini buruk tentang Islam, kaum muslim, hingga ajaran-ajarannya (termasuk Khil4f4h) secara berulang. Islamofobia tidak hanya terjadi di negara-negara di Eropa dengan minoritas muslim, tetapi juga terjadi di negara dengan mayoritas Islam seperti Indonesia.
Islamofobia yang terjadi di negeri ini diwujudkan dengan adanya monsterisasi Islam dan ajarannya dengan istilah radikal, intoleransi, teroris, dll., yang sengaja mereka tuduhkan pada kaum muslim yang menginginkan penerapan syariat Islam kafah. Mirisnya lagi, tuduhan ini justru keluar dari lisan-lisan kaum muslim yang menganut ide sekularisme demokrasi yang notabene racun pemikiran dari Barat.
Sekularisme Demokrasi Menumbuhsuburkan Islamofobia
Maraknya aksi Islamofobia merupakan hasil dari penerapan sistem sekularisme demokrasi, yang berdiri di atas asas pemisahan agama dan kehidupan, yang mendewakan kebebasan, baik kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan bertingkah laku. Islamofobia akan terus terjadi dalam negara yang menganut sistem demokrasi, terlebih jika negara ini masih berkiblat pada negara-negara Barat.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Indonesia dikenal sebagai negara pengekor Barat. Semua program Barat akan diterapkan di negeri ini, termasuk program-program yang tanpa disadari berbau Islamofobia atau dalam rangka memonsterisasi Islam dan ajarannya. Sebut saja program global "War on Terrorism" (perang terhadap terorisme) yang diprakarsai oleh Amerika Serikat pasca peristiwa 9/11, program ini nyatanya diadopsi juga oleh Indonesia yang katanya digunakan untuk menanggulangi aksi teror di Indonesia. Program tersebut semakin kuat digencarkan dengan dilahirkannya beberapa aturan berupa Undang-Undang (UU), salah satunya yaitu UU tentang anti terrorisme.
Namun nyatanya, program ini justru dijadikan "alat gebuk" pemerintah untuk mengkriminalisasi dan memberangus para aktivis dakwah Islam. Tak hanya di situ, Islamofobia juga masuk melalui paham-paham Barat yang menentang syariat Islam, di antaranya paham feminisme, liberalisme, dan tentunya sekularisme yang terus menebar kebencian dan terus menyerang ajaran-ajaran Islam seperti terkait Khil4f4h, hak waris, poligami, penggunaan kerudung oleh muslimah, dsb.
Sudah menjadi rahasia umum juga jika pemerintah saat ini terus menerus melakukan upaya kriminalisasi terhadap istilah Khil4f4h dan para pejuangnya. Pemerintah menganggap Khil4fa4h adalah sebuah ancaman bagi NKRI, sungguh kesesatan berpikir luar biasa!
Padahal jelas Khil4f4h merupakan ajaran yang berasal dari Islam, yang keberadaannya wajib diperjuangkan.
Khil4f4h Sebagai Junnah
Untuk menuntaskan masalah Islamofobia, maka dibutuhkan sebuah sistem yang menerapkan sistem Islam secara kafah, yaitu Khil4f4h Islamiyah. Berbeda dengan sistem demokrasi sekular, pemimpin dalam Khil4f4h (khalifah) adalah pemimpin yang memiliki keimanan yang tinggi dan taat terhadap syariat. Ia melaksanakan kepemimpinannya berdasarkan hukum-hukum Islam yang dijadikan kedaulatan tertinggi. Maka dari itu, setiap aturan yang lahir haruslah berdasarkan hukum syarak.
Selain negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah, untuk memberantas islamfobia juga dibutuhkan individu-individu yang memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan yang kuat, yang memiliki self control dalam membentengi diri dari segala macam pemikiran yang merusak. Selain itu, dibutuhkan juga masyarakat yang islami, yang terbiasa saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan saling mencegah terhadap kemungkaran. Dengan tiga pilar tersebut (individu, masyarakat, dan negara) maka akan tercipta suasana yang dapat meminimalisir kejahatan yang mampu mendatangkan ancaman.
Selain itu, khalifah juga bertanggung jawab atas kepemimpinannya, sebab ia yakin hal itu kelak akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat. Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam mengatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim melalui jalur Abu Hurairah ra.:
"Sesungguhnya seorang imam atau khalifah itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kepemimpinan dalam Islam jelas bukan hanya sekadar mengurus urusan rakyatnya melainkan juga berfungsi sebagai "junnah" atau pelindung. Oleh karenanya, khalifah wajib mengupayakan perlindungan terhadap rakyatnya dari berbagai serangan baik fisik maupun pemikiran yang mengancam umat.
Untuk mencegah masuknya racun pemikiran ke tengah umat, maka Khil4f4h akan mengharamkan segala macam pemikiran yang bertentangan dengan syariat Islam. Salah satunya dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis pada akidah Islam, sistem pendidikan ini akan menghasilkan manusia-manusia berkualitas dengan ketaatan maksimal. Selain itu, Khil4f4h juga akan mengontrol media-media masa yang ada baik cetak maupun elektronik yang biasa digunakan sebagai wasilah kaum kafir menularkan ide-ide sesatnya. Khil4f4h juga akan tegas menyikapi segala pelanggaran hukum syarak berdasarkan syariat Islam, termasuk jika terdapat penyimpangan atau penistaan terhadap ajaran-ajaran Islam.
Terdapat sebuah kisah yang masyhur tentang bagaimana Al-Mu'tashim Billah (793-842 M), seorang khalifah dari bani Abbasyiah yang membela kehormatan seorang budak muslimah. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang budak muslimah (keturunan bani Hasyim) yang dilecehkan oleh kaum Romawi. Ketika sedang berbelanja di pasar, budak muslimah tersebut dilecehkan oleh sekelompok kaum kafir Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, tersingkaplah sebagian auratnya.
Muslimah tersebut berteriak memanggil nama khalifah Al-Mu'tashim billah dengan kalimat yang legendaris: "Waa Mu’tashimaah!" (di mana engkau wahai Mu'tashim Billah, tolonglah aku!). Kabar tersebut sampai ke telinga khalifah Al-Mu'tashim. Hal ini membuat sang khalifah menurunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu kota Ammuriah.
Pasukan kaum muslim mengepung Ammuriah selama lima bulan. Akhirnya, pada pertempuran itu, pasukan kaum muslim berhasil membebaskan kota tersebut dari Romawi.
Khalifah Al-Mu'tashim kemudian mencari laporan tentang muslimah yang memanggil namanya itu. Kemudian khalifah bertanya kepadanya "wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?". Wanita itu pun mengangguk terharu. Khalifah pun lantas memutuskan untuk memerdekakan sang muslimah tersebut.
Dari sekelumit kisah di atas, jelaslah bahwa hanya Khil4f4h Islam saja yang mampu menjaga dan melindungi kehormatan, dan jiwa umat Islam, serta memberantas kezaliman yang terjadi di dunia. Umat Islam butuh Khil4f4h sebagai penjaga!
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar