Opini
Langkah Islam Melahirkan Generasi Berkualitas
Oleh: Ummu Fifa
(Muslimah Indramayu)
TanahRibathMedia.Com— Bagi seorang muslim tujuan berkeluarga salah satunya untuk meneruskan keturunan. Keberadaan seorang anak sangat didambakan oleh pasangan muda. Pada posisi inilah, pasangan muda diuji dalam perkara rezeki seorang anak.
Sejatinya anak adalah titipan Allah Swt.. Layaknya seseorang yang dititipi sebuah amanah, dia harus mampu menjaganya agar tetap dalam kondisi baik sampai si pemilik mengambilnya kembali. Hanya saja, saat sistem sekuler-kapitalis tengah mencengkeran negeri ini, orang tua harus berjuang keras dalam mendidik dan membina anak-anaknya sesuai tuntunan Islam. Pasalnya, lingkungan di sekitar mereka sudah tercemari oleh pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak.
Berbagai tekanan mental, sosial, psikologi bahkan ekonomi telah merampas dunia ceria mereka. Maka tak ayal, imbas dari kondisi tersebut, saat ini kita sering jumpai anak-anak berperilaku menyimpang. Ironinya, perilaku menyimpang ini tak hanya dilakukan oleh kaum adam, kaum hawa pun seolah sudah kehilangan karakter lembutnya. Bahkan mereka sudah menjadi pelaku perundungan sejak usia anak-anak.
Sebagaimana diberitakan pada laman tribunnews.com, 02-03-2024, seorang remaja putri berusia 17 tahun di Batam yang awalnya berniat untuk membela adiknya yang hendak diperdagangkan sejumlah orang, malah menjadi korban perundungan dari sekelompok remaja putri.
Beratnya kehidupan yang dilandasi sistem kapitalis, membuat anak-anak tidak mendapatkan bekal akidah Islam sejak dini. Dalam ranah keluarga, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama, disibukkan dengan aktivitas mencari nafkah tak terkecuali ibu. Pada ranah publik, tercemari oleh ide liberalisme, masyarakat pun bersikap acuh tak acuh dengan kerusakan di lingkungan sekitarnya.
Mereka beranggapan yang penting bukan bagian anggota keluarga mereka yang rusak. Padahal sejatinya masyarakat merupakan satu kesatuan kehidupan sosial. Ketika didapati ada sebagian besar masyarakat yang rusak, maka kerusakan tersebut akan menjalar dan berpengaruh pada kebaikan hidup sebagian yang lain. Mereka tidak akan terisolir dari gelombang keburukan para pelaku maksiat.
Lingkungan sekolah saat ini juga seolah mandul dalam memeberikan pembinaan terhadap para siswanya. Seorang guru yang menerapkan sanksi dengan tujuan mendidik dan mendisiplinkan anak didiknya, tak jarang dari mereka malah mendapat tekanan bahkan persekusi dari pihak wali murid. Maka tak jarang lingkungan pendidikan pun bersikap abai. Tak ada daya untuk menjaga generasi dari rusaknya ide liberal. Alih-alih melahirkan generasi cerdas berakhlak mulia, kondisi seperti ini malah melahirkan anak-anak yang tidak bermoral dan berbudipekerti luhur.
Dari sisi peran negara, pemberlakuan hukum yang dilahirkan dari hawa nafsu manusia tidak cukup ampuh memberantas tindak pidana yang marak terjadi. Pada pasal 32 UU No.11 Tahun 2012 menerangkan batas usia anak yang bisa dikenakan sanksi adalah anak yang sudah berusia 14 tahun dan telah terbukti melakukan tindak pidana. Ironinya sudah menjadi rahasia umum bahwa pemberlakuan sistem sanksi di negeri ini ibarat mata pisau, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Setiap tindak kriminal di negeri ini sulit diselesaikan. Pola pembuktian kejahatan begitu berbelit. Terkadang pada area inilah manipulasi perkara dimainkan. Akhirnya segala kasus kriminal (pidana dan perdata) ibarat gunung es, yang tampak di permukaan hanya puncaknya saja.
Terkait masalah perundungan, Islam telah melakukan antisipasi sedari awal. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam memiliki seperangkat aturan yang saling berkaitan dalam membentuk manusia berkepribadian Islami. Dimulai dari dalam keluarga, kedua orang tua wajib membangun pondasi pendidikan putra-putri mereka dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunah.
Kemudian sekolah melanjutkan pendidikan yang sudah diberikan oleh orang tua dengan guru-guru yang juga memahami tsaqofah Islam dan bertakwa.
Selain pengetahuan agama, anak-anak juga dikenalkan dengan ilmu-ilmu umum (sains dll). Perlu digarisbawahi bahwa dalam sistem pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi ilmu umum dan ilmu agama. Kedua jenis ilmu tersebut disampaikan secara sinergis dan saling mengaitkan antara ilmu umum dengan poin-poin ketakwaan terhadap Allah Swt..
Mekanisme pendidikan seperti inilah yang membentuk seorang generasi memiliki karakter yang khas. Mereka akan tumbuh menjadi seorang yang cerdas sekaligus saleh. Kepintaran yang dimiliki akan mereka dedikasikan untuk memudahkan perkara kehidupan yang berujung pada keridaan Allah Swt..
Sementara itu negara yang berasaskan akidah Islam, akan menjalankan perangkat aturan yang lain yaitu memberlakukan sistem ekonomi serta aturan-aturan yang menyangkut ijtima’ atau kehidupan sosial dalam masyarakat. Pengelolaan ekonomi dalam Islam meniscayakan segala kebutuhan individu tercukupi. Meminimalisir terjadinya ketimpangan dalam masyarakat. Begitu pun penerapan sistem sosial meniscayakan manusia hidup dengan ketinggian moral dalam peradaban yang agung.
Perlu untuk dipahami untuk membentuk generasi bertakwa memerlukan habitat masyarakat bertakwa pula. Tak cukup hanya mengandalkan ketakwaan individu dalam keluarga. Maka itu peran negara dalam mensalehkan masyarakat dengan aturan Allah dan Rasul-Nya menjadi harga mati. Sinergitas ketakwaan individu, masyarakat, dan negara akan menghasilkan seorang remaja akil baligh yang berkualitas. Potensi berpikirnya yang cepat dan cerdas disertai keimanan yang kokoh, menjadikannya sebagai generasi problem solving bukan sebaliknya (problem maker). Seharusnya ini menjadi suatu keuntungan bagi negeri seperti Indonesia yang mengalami bonus demografi.
Meskipun demikian, Islam memandang bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kapan saja bisa berbuat kesalahan. Maha Kasih Sayang Allah, memerintahkan manusia untuk menerapkan sistem sanksi yang dapat menebus dosa manusia di hari penghisaban. Selain itu sistem sanksi dalam Islam juga terbukti dapat memberi efek jera pada pelaku kejahatan. Tercatat dalam sejarah bahwa ketika Islam menguasai dunia selama 13 abad, hanya terdapat 200 tindak kejahatan yang terjadi.
Demikianlah Islam melahirkan dan menjaga generasi berkualitas. Generasi yang mampu mengantarkan Islam menjadi mercusuar peradaban selama 13 abad. Jauh dari emosi negatif dan keinginan menyakiti sesama.
Wallahu a’lam bi ash-showab.
Via
Opini
Posting Komentar