Tsaqafah
Mematut Peradaban
Oleh: Mak Wok
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Kaum hawa terkenal dengan kesukaannya mematut diri di depan cermin. Kaum Adam tentu juga terbiasa, walau tidak seekstrim kaum wanita.
Lewat kaca memungkinkan kita untuk melihat warna bola mata kita sendiri, yang mustahil dilakukan tanpa alat bantu untuk merefleksikannya.
Jika refleksi wajah lewat media fisik, maka refleksi kepribadian harus menggunakan "cermin" khusus. Pasangan dan kawan adalah cerminan diri seseorang. Kalau ingin "melihat" seseorang, lihatlah kepada pasangan dan kawan-kawan dekatnya. Kita bisa mengukur kualitas dirinya.
Mematut diri juga bisa dilakukan dengan meminta kripik dan bakwan, eh, maksudnya kritik dan saran. Semakin objektif kritik dan saran yang disampaikan, semakin akurat penilaian terhadap kepribadian.
Kepribadian (syaksiyah) seseorang juga bisa dibandingkan dengan tolok ukur kepribadian yang mulia, yaitu Rasulullah. Syaksiyah atau kepribadian melingkupi pola pikir dan pola sikap, yang buahnya terindra dari akhlak dan adab.
Peradaban manusia akan diikat oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang melandasi interaksi terus menerus antar sesama manusia.
Bagi penganut teori evolusi yang bersandar kepada sekularisme. Peradaban manusia berawal dari berevolusinya manusia dari kera, jutaan tahun yang lalu. Narasi-narasi di setiap fase peradaban manusia sangat lengkap, yang ditulis dalam buku-buku sejarah di segenap penjuru dunia.
Sejarah yang katanya jutaan tahun yang lalu, gaib bagi kita. Walau ada informasi dan fosil yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur. Untuk informasi tentu hanya Al-Qur'an dan hadis yang masih terjaga. Dalam Al-Qur'an informasinya berbeda dengan sejarah yang diyakini banyak manusia dewasa ini.
Bahkan temuan fosil yang berumur lebih dari 400 juta tahun pun tidak berpihak kepada teori evolusi, seperti fosil kepiting tapal kuda dan nautilus (keduanya hewan laut), ternyata masih hidup sampai sekarang dengan bentuk yang persis sama/identik. Hewan ini dijuluki dengan "fosil hidup", berbarengan dengan beberapa hewan lainnya, terjadi kontradiksi akut, bukan?
Kontradiksi ini akan hilang jika yang dipakai adalah standar berpikir rasional. Secara rasional dapat di buktikan bahwa Al-Qur'an dan Rasulullah pasti benar. Rasulullah pembawa risalah Islam, pasti adalah utusan-Nya.
Dalam islam, fase peradaban manusia itu hanya ada lima saja, yaitu:
Pertama, fase nubuwah (kenabian). Fase ini dimulai dengan turunnya manusia pertama dan pasangannya ke muka bumi, yaitu Adam as. dan Siti Hawa.
Fase kenabian ini berlangsung ribuan tahun. Peradaban manusia senantiasa dapat update (pembaharuan) dengan diutusnya para nabi dan rasul. Allah Azza wa Jalla langsung yang mengajarkaan ilmu dan keterampilan hidup kepada utusan-Nya.
Nabi Adam as. diajarkan-Nya semua nama dan hakikat benda. Nabi Idris as. menjadi manusia pertama yang bisa menjahit pakaian. Nabi Nuh as. manusia pertama yang menguasai teknologi perkapalan. Demikian seterusnya, telah Allah Azza wa Jalla utus ratusan ribu nabi untuk memimpin peradaban kaum manusia.
Sampailah kepada khatamul anbiya (penutup para nabi) yang diutus-Nya untuk memimpin peradaban seluruh manusia. Para nabi yang diutus sebelumnya terbatas hanya untuk kaumnya saja.
Nabi akhir zaman yang membawa Islam yang lengkap dan paripurna. Tentu kita hendaknya tidak hanya meneladani akhlak nabi, namun kita juga harus meneladani metode nabi dalam mendirikan daulah dan meneladaninya a sebagai pemegang kekuasaan di Madinah.
Setelah Rasulullah wafat, fase ini berakhir, atas kehendak-Nya.
Kedua, fase khilafah ala minhajinnubuwah (kepemimpinan yang mengikuti metode nabi). Kepemimpinan Islam yang dikenal luas dengan istilah khulafaurrasyidiin (para khalifah yang tertunjuki). Khalifah tidak menggantikan nabi sebagai pembawa risalah baru, karena islam telah sempurna, tidak memerlukan tambahan dan pengurangan, namun khalifah adalah pengganti Rasulullah sebagai pemimpin tertinggi daulah (negara). Fase ini tidak lama, namun Khalifah Umar Bin Khattab bisa membebaskan Baitul Maqdis dari Romawi, adidaya dunia di masa itu dan menaklukan Persia.
Ketiga, fase mulkan adhan (kekuasaan yang menggigit). Sejarahnya panjang terbentang sangat lama dengan wilayah yang sangat luas yang meliputi hampir sepertiga bumi.
Ciri utamanya adalah kedaulatan hukum masih di tangan syara'. Hukum Allah Azza wa Jalla masih tegak di tengah-tengah umat.
Fase ini diawali dengan kepemimpinan Khilafah Umawiyah, dilanjutkan Khilafah Abbasiyah dan terakhir Khilafah Utsmaniyah, sejarah para khalifah membentang selama lebih dari 1400 tahun.
Para penemu dan ilmuan yang polymath (menguasai beragam disiplin ilmu) lahir pada era peradaban emas ini. Bahkan diakui juga ketinggian peradabannya, oleh sejarawan non muslim, seperti Michael H. Hart. Fase ini berakhir dengan runtuhnya Khilafah Utsmaniyah 100 tahun yang lalu (1924 M).
Keempat, fase mulkan jabriyatan (kepemimpinan yang memaksakan kehendak/otoriter). Inilah fase yang sedang kita jalani saat ini.
Fase bercerai-berainya umat dalam sekat semu negara bangsa. Toleransi antar umat beragama bisa dijaga, namun toleransi antar umat seagama malah sangat mengerikan.
Fitnah terhadap ajaran Islam yang tinggi tersebar secara terstruktur, sistematis dan masif. Umat ketakutan dengan ajaran agamanya sendiri. Bahkan ada ulama yang menisbatkan zaman ini dengan neo jahiliah (jahiliah berteknologi tinggi).
Contoh populer, dulu saat Nabi berdakwah pada fase Mekah, riba itu praktiknya hanya dilakukan pribadi, sekarang praktisinya adalah lembaga resmi, bahkan dilakukan oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.
Apapun sebutan untuk fase ini, fase ini pasti akan berakhir, karena lisan nabi sudah mengabarkan sebuah bisyarah (kabar gembira).
Kelima, fase khilafah ala minhajinnubuwah (Kepemimpinan yang mengikuti metode nabi). Ini fase yang masih gaib kapan akan tegaknya.
Namun fase ini pasti terjadi, karena keluar dari lisan Rasulullah. Rasulullah tidak pernah berbohong.
Adapun yang selayaknya kita lakukan tentu mengkaji dengan rinci dan teliti, apa dan bagaimana yang disebut metode kenabian.
Fase peradaban yang paling sesuai tentu fase dakwah baginda Nabi saw. ada periode Mekah.
Marilah mematut-matut kondisi umat saat ini dengan kondisi umat saat dakwah Rasulullah pada periode Mekah.
Waallahu A'lam Bish Shawwab.
Via
Tsaqafah
Posting Komentar