Opini
Memperbaiki Kualitas Generasi dengan Cuti Ayah, Bisakah?
Oleh: Ummul Fiqri
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok)
TanahRibathMedia.Com—Kehadiran sosok suami dalam mendampingi seorang istri ketika melahirkan memang memberikan dorongan moral tersendiri bagi calon ibu sekaligus sang buah hati. Inilah mungkin yang menjadikan dasar bagi banyak pihak mengusulkan kebijakan pemberian cuti bagi suami untuk mendampingi istrinya melahirkan dan mengurus anak di awal masa kehidupan sang bayi.
Bak gayung bersambut, usulan tersebut pun diterima dan saat ini sedang digodog oleh pemerintah untuk dijadikan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai manajemen ASN yang akan mengatur salah satunya cuti Ayah. Selain itu, hal ini dinilai sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas SDM ke depannya.
Sebagaimana yang diberitakan idntimes.com (14-03-2024), Azwar Anas, Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia (PANRB) mengatakan bahwa, “Sesuai arahan Presiden Jokowi, ini menjadi salah satu inisiatif bagi kami agar terus berupaya mendorong peningkatan kualitas SDM sejak dini.”
Pemerintah berharap, pemberian cuti melahirkan, dapat mendorong para ayah untuk mendampingi istri saat melahirkan dan juga membantu dalam merawat anak di awal-awal masa kehidupannya. Dengan begini, anak akan mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya yang berguna salah satunya untuk proses tumbuh kembang anak.
Jika kita lihat, keprihatinan akan rusaknya akhlak dan moral generasi saat ini, memang mendorong pemerintah menempuh cara dalam memperbaiki generasi di masa yang akan datang. Termasuk salah satunya cuti melahirkan ini. Namun, memperbaiki kualitas generasi dengan cuti ayah, bisakah? Ternyata, kualitas generasi dipengaruhi oleh banyak faktor yang mengiringi perjalanan hidup si anak. Untuk itu, perbaikan kualitas anak, membutuhkan supporting system yang kuat dan berkelanjutan sepanjang hidup anak tersebut.
Pemberian hak cuti ayah, memang dibutuhkan dalam proses mendampingi persalinan dan hari-hari pertama kehidupan. Namun itu saja tidak cukup, karena anak akan terus berkembang dan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu. Mereka akan berinteraksi dengan lingkungan, dan akan terbentuk sesuai dengan kultur yang ada di masyarakat tersebut.
Belum lagi kualitas ayah saat ini, yang jauh dari kata mumpuni untuk dapat memberikan pendidikan dasar di rumah bagi anak-anaknya. Banyaknya ayah yang tak paham bahwa pengasuhan adalah bagian dari pendidikan yang perlu dijalankan oleh kedua orang tua, bukan hanya ibu saja, menjadikan ayah seringkali abai dalam hal pengasuhan anak.
Pasalnya pendidikan sekuler saat ini, hanya mencetak pria yang dapat mencari uang, tanpa diberikan bekal untuk menjalani perannya kelak sebagai seorang suami dan juga ayah. Sehingga seorang suami seringkali gagap ketika berhadapan dengan istri dan anak. Pedahal ia merupakan pemimpin di dalam keluarganya, yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas istri dan juga anaknya.
Begitu juga lingkungan dan masyarakat yang terbentuk saat ini, jauh dari kata berkualitas. Maraknya kasus kriminal yang terjadi, bullying di sekolah, hubungan seksual di luar nikah yang dianggap wajar, menjadi bukti bahwa saat ini masyarakat tak bisa dijadikan support system bagi tumbuh kembang anak.
Hal ini disebabkan oleh sekularisme dan liberalisme yang diterapkan oleh negara ini. Agama hanya dijadikan sebagai identitas di kartu dan dijalankan sebatas ritual semata. Islam dan kehidupan bermasyarakat dianggap dua hal yang terpisah. Serta keenganan untuk menegur ketika ada seseorang yang berbuat kerusakan adalah buah dari arus liberalisasi yang saat ini digaungkan. Masing-masing individu merasa memiliki hak untuk bebas melakukan apa pun, sehingga kita seakan tidak memiliki kewajiban untuk saling nasihat menasihati. Hasilnya, tidak ada yang merasa memiliki kewajiban untuk memperbaiki masyarakat yang rusak ini.
Maka dalam mewujudkan perbaikan kualitas generasi, tidak bisa hanya dilakukan dengan kebijakan yang pragmatis. Namun dibutuhkan sistem berkualitas yang mencangkup keseluruhan aspek yang dapat mencipatakan generasi yang berkualitas. Jika pemerintah menginginkan kualitas generasi yang lebih baik lagi, maka harus dilakukan perubahan sistem, dari sistem sistem sekuler liberalis menjadi sistem Islam. Namun, apakah pemerintah mau melakukan perubahan itu?
Kita bisa lihat, dengan penerapan sistem Islam, Rasul kita, Muhammad saw. sudah memberikan teladan, bagaimana untuk menjadi sosok orang tua yang dapat mendidik anak yang berkarakter kuat. Beliau juga merupakan kepala negara yang sukses untuk menyejahterakan dan membangun masyarakat yang gemilang. Masyarakat yang kuat baik dari segi fisik maupun keilmuannya serta disegani oleh negara kafir lain. Tak butuh waktu lama, seluruh jazirah Arab dapat tunduk di bawah kekuasaannya dan menjadikan rahmat meliputi seluruh wilayahnya.
Untuk itu, krisis moral generasi hanya bisa diperbaiki dengan menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan baik dalam pendidikan di keluarga dan juga masyarakat. Sehingga akan terbentuk masyarakat yang tidak hanya baik tapi bisa saling memperbaiki karena ketaataannya kepada Allah Ta’ala.
Via
Opini
Posting Komentar