Opini
Menimbang Program PEKKA dalam Kajian Hukum Syara
Oleh: Ummu Jiya
(Muslimah Indramayu)
TanahRibathMedia.Com—Perempuan bekerja masih menjadi pembahasan hangat hingga saat ini. Disadari atau tidak pergeseran telah terjadi, perempuan tak lagi menempati posisi sebagai pihak yang harus ditanggung nafkah, kini sebagian besar dipaksa keadaan menjadi pejuang rupiah. Fenomena broken home, perceraian, suami tak lagi bekerja, menjadi bumper bagi ujian finansial keluarga. Di titik inilah, PEKKA memainkan perannya. Diluncurkan dengan maksud baik, untuk menyolusi seputar masalah perempuan. Namun bagaimana paradigma Islam memandangnya?
PEKKA merupakan akronim dari Program Perempuan Kepala Keluarga. Sebuah program diluncurkan bertepatan dengan hari ibu, 21 Desember 2023 lalu di Indramayu. Menjadi program unggulan dari Pe-Ri (Perempuan Berdikari), dengan tujuan meningkatkan kapasitas perempuan, supaya perempuan kepala keluarga mampu mengelola keuangan secara produktif dan berwirausaha secara mandiri tanpa harus bertumpu pada peran seorang lelaki (ayah atau suami). Indramayu tidak sendiri, beberapa wilayah lain dengan program PEKKA, yakni Garut, Ciamis, Sumedang, dan Kabupaten Cirebon.
Terkhusus di Indramayu kategori perempuan yang masuk ke dalam program PEKKA adalah perempuan yang masih single, perempuan dalam kondisi cerai (ditinggal mati atau tidak), perempuan yang ingin bekerja memiliki penghasilan sendiri, dan perempuan yang tidak ada yang menafkahi.
Beberapa kegiatan pemberdayaan perempuan kepala keluarga melibatkan aspek-aspek pelatihan dan pendidikan, pemberian modal usaha, akses terhadap pekerjaan, pemberdayaan ekonomi, pendampingan psikososial, peningkatan literasi keuangan, advokasi dan pemberdayaan sosial dan penguatan jaringan sosial.
Terdapat beberapa daerah yang ditetapkan sebagai pusat pelaksana program ini, salah satu di antaranya yaitu Anjatan. Pada tanggal 7 Februari, diberitakan bahwa Kecamatan Anjatan telah mengadakan PEKKA yang diikuti oleh ratusan ibu-ibu anggota PEKKA sekecamatan Anjatan. (kabarpriyangan.pikiranrakyat.com,11-2-2024).
Di Balik Program PEKKA
Meskipun nampak secara lugas program ini diperuntukkan demi kemaslahatan perempuan, namun ada beberapa hal yang perlu disoroti dengan pemikiran mendalam. Karena bak bumerang, dikhawatirkan malah akan melahirkan dampak buruk berupa pelalaian kewajiban serta perampasan hak bagi yang lainya. Kritik tersebut paling tidak bisa dilihat dalam beberapa aspek berikut:
Pertama, program PEKKA bertujuan untuk memandirikan perempuan dalam ranah ekonomi. Perempuan distimulus menjadi pelaku tunggal, penentu kesejahteraan ekonomi keluarga. Sejatinya hal ini justru sebagai bentuk lepas tangannya pemerintah sebagai aktor utama penjamin kesejahteraan rakyat, termasuk perempuan.
Kedua, PEKKA akan mendorong para perempuan yang terlibat di dalamnya lebih konsen sebagai pelaku ekonomi. Berusaha mencari berbagai inovasi-inovasi produk sebagai komoditas yang menghasilkan uang. Hal ini akan menyita waktu, sehingga perempuan-perempuan tersebut akan kehilangan banyak kesempatan untuk mengoptimalkan peran utamanya sebagai hamba Allah, ummun wa rabbatul bait, juga kewajiban menyebarkan Islam.
Ketiga, perempuan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, ketika mereka berkecimpung aktif dalam program PEKKW, mau tidak mau, akan meninggalkan peran utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi. Hilanya peran ini akan menghasilkan generasi lemah dan rapuh. Lihat saja hari ini, betapa banyak kaum ibu yang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan meninggalkan peran domestiknya. Mereka pun sampai meninggalkan anak-anak yang masih sangat kecil, lalu diasuh dan dididik ala kadarnya oleh para pengasuhnya. Mereka dibesarkan oleh internet dan gawai. Jadilah mereka anak-anak yang jauh dari perawatan yang baik dari ibunya. Mereka pun rentan menjadi korban pemikiran rusak sekularisme-liberalisme, dan dijauhkan dari identitas yang Allah tetapkan bagi mereka, yakni sebagai khairu ummah (sebaik-baik generasi).
Keempat, PEKKA hanya akan mengalihkan tanggung jawab penafkahan dan bertumpu pada perempuan. Jelas hal ini berbahaya dan tidak sesuai dengan fitrah perempuan juga hukum syarak.
Perpanjangan Kapitalisme
Bila dikaji dengan dasar paradigma Islam, program PEKKA yang bernapaskan pemberdayaan ekonomi perempuan, merupakan perpanjangan tangan dari sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini mengukur produktivitas seseorang berdasarkan materi, termasuk kaum perempuan. Perempuan produktif dihargai atau dihormati dengan sejumlah nominal. Makin produktif, makin tinggi insentifnya. Makin besar penghasilannya, perempuan dianggap lebih mulia, lebih tinggi derajatnya. Sedangkan seorang ibu rumah tangga biasa jelas dipandang tidak produktif oleh program ini. Padahal, jika orientasi kaum perempuan-sekaligus kaum ibu-ini terpalingkan dari ummun wa rabbatul bayt (ibu plus manajer rumah suami) dan ummu al-ajyal (ibu generasi), entah bagaimana nasib institusi keluarga dan generasi kelak.
Tidak heran bila kemudian marak kekerasan dalam rumah tangga. Perceraian, terutama kasus cerai gugat terus meningkat. Efek dominonya, kerusakan generasi makin masif. Tawuran, narkoba, kejahatan anak, kecanduan games online, seks bebas, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, telah sangat nyata bahwa sistem sekuler-kapitalis tidak mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan, termasuk problem keluarga. Sebaliknya, justru makin memperlebar jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, menambah retak hubungan antar anggota keluarga, serta memunculkan berbagai permasalahan baru.
Tidak Ada Pilihan Lain, Saatnya Kembali pada Islam
Program-program pemberdayaan perempuan ala kapitalisme salah satunya PEKKA, berpeluang besar menggiring perempuan menjadi pemutar roda industri kapitalisme, sekaligus target pasar dengan dalih mengentaskan kemiskinan, meningkatkan taraf ekonomi keluarga dan memandirikan perempuan.
Dalam pandangan Islam, pemberdayaan perempuan adalah proses menjadikan muslimah mampu berkiprah sebagai hamba dan menyelesaikan peran sebagai pendidik generasi dan menjaga masyarakat. Ke sanalah aktivitas pemberdayaan perempuan mengarah. Untuk mencapai hal tersebut, Islam tidak hanya mengatur peran perempuan, melainkan juga memastikan peran tersebut dapat diwujudkan tanpa harus ada hak suami atau anak yang dikorbankan.
Dengan kepiawaian seorang Khalifah, hak-hak perempuan akan dipenuhi. Kesejahteraan rakyat secara umum, akan dicapai dengan rambu-rambu hukum syarak. Dan ini sudah menjadi tugas sang pemimpin selaku raa-in, bukan dibebankan pada pundak-pundak rakyat, apalagi perempuan.
Negara melalui aturan Islam yang diterapkanya akan menjamin terealisasinya mekanisme penafkahan bagi perempuan-perempuan yang bercerai (mati/tidak), masih single namun tidak ada wali yang menafkahi. Sistem ekonomi Islam akan menyangga semua kebutuhan pokok dan pelengkap setiap warga.
Secara praktis, langkah awal yang dapat dilakukan saat ini adalah mengubah pola pikir umat dengan tsaqafah Islam sehingga umat akan berpikir dan berbuat dengan cara dan landasan yang benar, yaitu akidah Islam. Caranya adalah membina umat dengan tsaqofah Islam. Sehingga terbentuk patron dalam menyikapi semua fenomena kehidupan. Bukan sekadar ilmu yang dihapal dan dituliskan. Pembinaan ini akan membentuk kepribadian Islam, sehingga setiap muslimah akan merasa tertuntut dan butuh untuk hidup dalam sistem Islam. Sehingga tergerak untuk berjuang menyampaikan dakwah Islam. Sebab, dengan sistem Islamlah umat akan mampu meraih kemajuan, yaitu sebagai khairu ummah, umat terbaik di muka bumi.
Dengan demikian, pemberdayaan perempuan harus mengarah pada upaya kaum perempuan mengoptimalkan seluruh peran sesuai Islam dan demi kepentingan perjuangan menegakkan Islam.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar