Opini
Politik Tipu-tipu Demokrasi Bikin Depresi (?)
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pemilu telah usai dan telah menetapkan siapa kontestan terpilih. Namun sepertinya ada kontestan yang tak siap dengan kekalahan. Pasca pemilu, beredar pemberitaan adanya peserta kontestasi politik yang gagal menjadi anggota dewan mengalami depresi sampai melakukan tindakan membahayakan.
Seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat, membongkar jalan yang sebelumnya dibangun menggunakan dan aspirasi semenjak masih menjadi anggota dewan terpilih. Tak hanya itu, caleg yang diketahui bernama Ahmad Rizal ini juga melakukan aksi teror petasan di berbagai titik di mana anjloknya perolehan suara. Akibat aksi tersebut, satu orang meninggal dunia karena terkena serangan jantung (iNews, 25-2-2024).
Bahkan yang tak kalah mengejutkan, seorang tim sukses caleg nekat gantung diri lantaran calon yang diusung gagal memperoleh suara seperti yang diharapkan. Dikutip dari Mediaindonesia. com (19-2-2024), seorang tim sukses anggota legislatif (caleg) atas nama Wagiono, 56 tahun, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri sekitar jam 11.00 WIB pada Kamis (15/2) lalu. Hal ini karena timses tersebut telah menyalurkan bantuan dari caleg kepada warga dengan harapan imbalan suara, nyatanya anjlok.
Buruknya Pemilu
Selain kasus yang disebutkan di atas, masih banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai fenomena itu menggambarkan beberapa hal, di antaranya:
Pertama, lemahnya mental caleg juga tim sukses. Tentu sudah dipahami, bahwa pemilu akan menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tapi jika kekalahan justru menjadikan peserta pemilu mengalami depresi hingga bunuh diri bahkan melakukan tindakan yang membahayakan orang lain, tentu ini artinya mental mereka sangat lemah. Mereka hanya siap menang tetapi tidak siap dengan kekalahan.
Kedua, ambisi atas kekuasaan. Besarnya ambisi untuk berkuasa karena memang adanya keuntungan yang menjanjikan. Itulah mengapa, orang-orang mengajukan diri untuk menjadi penguasa, semata untuk meraih keuntungan belaka. Maka tak heran, gagal berkuasa berujung gila.
Ketiga, pemilu dipenuhi intrik tipu-tipu. Untuk mencapai kekuasaan seperti yang disebut pada poin kedua, dilakukanlah berbagai upaya, termasuk dengan melakukan politik uang. Politik uang sudah menjadi rahasia umum dan sudah lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan tipe masyarakat yang konsumtif, tentu akan senang jika diiming-imingi dengan materi. Maka tak heran, meski sudah berkorban materi yang banyak untuk meraih imbalan suara ternyata masih kalah, bisa jadi ada calon yang lebih loyalitas dan menjanjikan untuk masa depan.
Keempat, pemilu mahal. Jika merujuk pada poin ketiga, dapat disimpulkan bahwa pemilu dalam sistem demokrasi hari ini berbiaya sangat tinggi. Ini yang menjadikan terjadinya perselingkuhan politik dengan pengusaha.
Pengusaha hadir sebagai support materi dengan imbalan kebijakan yang menguntungkan para pengusaha. Maka terpilihlah pemimpin yang dzalim dan tidak punya kapabilitas dalam memimpin.
Jabatan adalah Amanah
Tak heran jika kita mendapati fenomena orang stress karena gagal terpilih, karena yang berlaku hari ini adalah demokrasi dengan asas sekuler kapitalis. Melalui berbagai upaya, sampai kemudian diadopsinya paham-paham batil buatan Barat ini oleh Muslim itu sendiri.
Melalui berbagai isu-isu global yang di aruskan Barat kepada Islam, bahwa berbagai problem yang terjadi di tengah umat Islam adalah karena adanya truth claim keagamaan. Sayangnya, muslim meyakini hal itu, sehingga membatasi peran agama sebatas pada individu. Alhasil, Islam dipelajari sekadar untuk diketahui bukan untuk diterapkan.
Maka wajar jika hari ini kita dapati seorang Muslim yang berambisi meraih jabatan dan penguasa yang zalim kepada rakyat, karena jauhnya pemahaman agama dalam kehidupan. Sementara hari ini orang-orang didoktrin bahwa bahagia itu dengan banyaknya materi. Sehingga dogma itu membuat orang melakukan berbagai cara untuk meraih materi.
Dalam Islam jabatan adalah amanah dan amanah akan dimintai pertanggung jawabkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalanya." (HR Bukhari).
Rasulullah saw. bersabda alam hadisnya yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra:
Ù„َا Ø¥ِيمَانَ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ù„َا Ø£َÙ…َانَØ©َ Ù„َÙ‡ُ ÙˆَÙ„َا دِينَ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ù„َا عَÙ‡ْدَ Ù„َÙ‡ُ.
Artinya: "Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama seseorang bagi yang tidak memenuhi janji." (HR Ahmad).
Sungguh berat tanggung jawab bagi seorang pemimpin. Jika amanah kepemimpinan tidak ditunaikan dengan baik, maka sungguh ia adalah orang yang khianat dan khianat adalah dosa besar.
Mekanisme Pemilu dalam Islam
Karena pemimpin dalam negara Islam adalah tugasnya mengurus urusan umat dengan memastikan semua kebutuhan tiap-tiap individu terpenuhi, maka eksistensi pemimpin ini sangat urgent. Itulah suksesi pemilihan pemimpin dalam Islam batasnya maksimal tiga hari. Pemilihan pemimpin dalam Islam tidak berbiaya tinggi seperti hari ini, karena calon pemimpin dalam Islam tidak melakukan kampanye dan sebar-sebar janji tapi dipilih melalui seleksi yang ketat.
Islam mempunyai metode baku dalam pengangkatan pemimpin yaitu melalui bai'at. Orang-orang yang diusulkan untuk menjadi pemimpin dalam Islam adalah orang-orang yang memenuhi tujuh syarat, yakni muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu. Mereka yang lolos syarat-syarat itupun masih harus melalui tahapan-tahapan seleksi sehingga ditetapkan dua calon yang akan dipilih umat adalah calon-calon pemimpin yang tidak bisa diragukan dalam kepemimpinan.
Dengan tujuh syarat wajib dan seleksi yang ketat tidak akan memberikan peluang hadirnya pemimpin-pemimpin bodoh lagi zalim. Hadirnya pemimpin seperti inilah yang akan memberikan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bisshawab
Via
Opini
Posting Komentar