Opini
PPN Naik Lagi, Rakyat Makin Sengsara
Oleh: Riza Maries Rachmawati
(Praktisi Pendidikan dan Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Belum mereda derita akibat mahalnya kebutuhan bahan pokok, rakyat harus dibebani lagi dengan kebijakan pemerintah yang akan menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memastikan dan tidak ada penundaan lagi terkait kenaikan tarif pajak pertembahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022, atau telah naik sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dari sebelumnya 10%. Kenaikan pajak akan sangat berpengaruh pada kehidupan rakyat terutama kalangan menengah ke bawah. Pasalnya harga bahan pokok otomatis akan naik
(www.cnbcindonesia.com, 08-03-2024).
Kenaikan PPN ini tentu akan berdampak besar bagi rakyat, mereka akan makin merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada akhirnya pinjol berbunga menjadi jalan pintas bagi mereka untuk menyelesaikan masalah pemenuhan kebutuhan mereka. Tentu pinjol ini bukanlah solusi sebenarnya, hanya solusi jangka pendek yang bisa menambah persoalan hidup rakyat bahkan bisa menjerat rakyat. Di samping itu, kenaikan PPN berpotensi menambah angka pengangguran sebab daya beli masyarakat yang menurun akan melemahkan kinerja keuangan perusahaan. Sebab perusahaan akan mengurangi karyawannya dan mengurangi penyerapan tenaga kerja dengan alasan efektifitas perusahaan. Kondisi tersebut tentu akan mengakibatkan meningkatnya angka pegangguran.
Tak peduli rakyat menjerit kesusahan atau tidak, selama APBN membutuhkannya penguasa akan mengetok palu dan mengesahkan kebijakan. Hal ini dikarenakan pajak merupakan instrumen utama pemasukan negara dalam sistem kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme mutlak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama pemasukan negara. Demikianlah konsep ekonomi kapitalisme yang memiliki pemasukan yang besar dari pajak dibandingkan sumber-sumber ekonomi lainnya. Mirisnya pendapatan negara dari sektor pajak juga rawan dikorupsi sehingga pendapatan negara tidak mencapai target dan biasanya kenaikan pajak menjadi solusi.
Jelaslah sistem kapitalisme telah melahirkan negara jibayah atau negara pemalak. Seberapa pun banyak sumber daya alam yang dimiliki oleh negara, pajak akan selalu menjadi instrumen utama pemasukan. Padahal pengelolaan SDA untuk kepentingan umat sangat berpotensi memberikan pemasukan besar bagi harta negara. Konsep liberalisasi dalam konsep ekonomi Kapitalisme telah melegalkan privatisasi sumber daya alam. Akibatnya kekayaan alam yang dimiliki oleh sebuah negeri hanya dinikmati oleh para pemilik modal (korporasi).
Sementara rakyat harus membayar mahal untuk mengaksesnya. Negara sendiri hanya berperan sebagai regulator yang memberi jalan bagi korporasi menguasai SDA yang sejatinya milik rakyat.
Sangat berbeda dengan Islam, dengan sistem sahihnya yaitu Khil4f4h. Khil4f4h adalah negara riayah atau negara pengayom bukan negara jibayah. Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, orang-orang di belakang dia dan berlindung kepada dia." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bagaimana periayahan atau pengurusan Khil4f4h terhadap rakyatnya terlihat dari salah satu mekanisme sumber pemasukan negara. Pemasukannya tanpa harus memalak rakyatnya dengan pajak atau bahkan berutang.
Dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pos pendapatan dan pengeluaran khil4f4h telah ditetapkan oleh syariat Islam. Selaku kepala negara Khil4f4h melalui hak tabanni bisa menyusun sendiri anggaran pendapatan dan belanja negara. APBN yang telah disusun dan ditetapkan Khalifah akan menjadi Undang-Undang yang harus dijalankan oleh seluruh aparatur pemerintahan. Ada lembaga khusus dalam mengelola APBN tepat masuk dan keluarnya harta negara yaitu Baitul Mal. Baitul Mal mampu membuat perekonomian negara kuat dan stabil.
Keuangan Khil4f4h diatur dalam lembaga Baitul Maal yang memiliki beberapa pos, yaitu:
Pertama, pos kepemilikan negara. Anggaran pos ini berasal dari harta: Fai’ dan kharaj tersusun dari beberapa bagian sesuai dengan harta yang masuk dan jenis harta tersebut. Ghanimah (anfal, fai’, dan khumus), kharaj, status tanah, jizyah, fai, dan pajak (daribah). Ada atau tidaknya kebutuhan, pos ini merupakan pendapatan tetap Khil4f4h.
Kedua, pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis harta kepemilikan umum yaitu minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, peraian dan mata air, hutan, dan padang (rumput) gembalaan. Dan juga aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Swasta apalagi asing tidak boleh diberikan hak oleh negara untuk mengelolanya. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan, fasilitas umum bagi rakayat, dan lain-lain.
Ketiga, pos zakat. Anggaran pos zakat ini berasal dari zakat kaum muslimin, baik zakat fitrah maupun zakat mal, infaq, dan waqaf.
Adapun pajak dalam Khil4f4h disebut dengan daribah. Daribah termasuk kedalam pos kepemilikan negara, namun sifatnya incidental. Al-Allamah Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwaal fii Daulati al-Khilafah, hal 129 mendefinisikan daribah dengan “Harta yang diwajibkan Allah kepada kaum Muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di Baitul Mal kaum Muslim untuk membiayainya”.
Daribah hanya akan dipungut ketika Baitul Mal tidak mampu mengcover atau bahkan tidak ada dana membiayai kebutuhan kaum muslim yang bersifat mendesak. Sebab jika tak segera dibiayai akan menimbulkan dharar atau bahaya, semisal untuk biaya bencana alam, jihad, dan sebagainya.
Perlu diketahui dharibah atau pajak dalam Islam berbeda jauh dengan pajak sistem demokrasi. Di samping menjadi tumpuan APBN, pajak dalam sistem Kapitalis dibebankan pada seluruh warganya. Sedangkan pajak dalam sistem Islam hanya diberlakukan pada kaum muslim yang kaya saja. Penarikannya hanya bersifat temporal. Jika kondisi Baitul Maal telah stabil, pemungutan pajak pun dihentikan. Kelebihan ini dihitung setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekunder yang proposional sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut.
Demikianlah mekanisme sistem Islam dalam mengelola pemasukan dan pengeluaran harta negara. Pendapatan negara yang tidak bertumpu pada pajak tentu akan meringankan beban rakyat. Bahkan mewujudkan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat. Sebab Khil4f4h memang hadir untuk tujuan ini.
Wallahu’alam bi shawab
Via
Opini
Posting Komentar