Nafsiah
Ramadan Bulan Ibadah
Oleh: Zaitun Zahra
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Seperti yang kita ketahui, Ramadan adalah bulan yang suci dan penuh dengan tebaran keberkahan.
Ramadan adalah hadiah istimewa dari Allah Ta'ala untuk kaum muslimin. Ramadan adalah ruang yang paling berharga yang di sediakan oleh Allah Ta'ala untuk umat Islam. Yakni, hadiah bagi mereka yang ingin bermanja dengan-Nya dalam bentuk ibadah, karena segala amal ibadah yang di lakukan akan mendapatkan pahala yang lebih besar di bandingkan di bulan-bulan biasa.
Maka, bagi siapa yang mendapati dirinya berkesempatan untuk berjumpa dengan Ramadan, lalu ia mengisi Ramadan itu dengan amal ibadah yang bersungguh-sungguh, maka bersyukurlah ia, karena tidak semua muslim, dapat melaksanakan ibadahnya dengan bersungguh-sungguh (lalai).
Rasulullah saw. bersabda:
قَدْ آتََاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ بِبَرَكَاتٍ فَأكْرِمْ بِهِ
Artinya: "Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka hendaklah engkau mengucapkan selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan segenap berkah di dalamnya maka hendaklah engkau memuliakannya."
Ketahuilah bahwa, bulan ini adalah bulan yang diberkahi, di bulan ini juga diturunkannya Al-Qur'an, terjadinya peristiwa Lailatul Qadar (sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan) dan di bulan ini juga merupakan bulan dimana pintu maghfirah (ampunan) dibuka selebar-lebarnya.
Mengingat betapa mulianya bulan ini, maka alangkah bahagianya pada momentum Ramadan ini kaum muslimin dapat bersama-sama meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan, serta mengisinya dengan segala kebajikan. Dari segala keistimewaan Ramadan ini, yang paling penting bagi kaum muslimin adalah melaksanakan puasa, sebagaimana firman-Nya:
يا ايُّهَا الّذِيْنَ امَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah: 183).
Dalam ayat tersebut, tersirat makna bahwa puasa bukanlah baru terjadi ketika datangnya Islam, melainkan sebelum kedatangan Islam, puasa tersebut sudah di laksanakan oleh orang yang bukan Islam, seperti orang-orang Mesir kuno, orang-orang Yunani dan Romawi, demikian juga dengan orang-orang majusi, Budha, Yahudi dan Kristen telah mengenal puasa. Akan tetapi di dalam budaya dan ritual mereka sangat berbeda dengan Islam. Dalam karyanya "al-Fahrasat" Ibnu Nadim menyebutkan bahwa orang-orang Majusi berpuasa tiga puluh hari dalam setahun. Mereka juga melakukan puasa-puasa sunnah yang ditujukan sebagai penghormatan kepada bulan, Mars dan Matahari. Sementara At-Thabari dalam tafsirnya, Jami` al-Bayan, menyebutkan bahwa seluruh pemeluk agama samawi (ahl kitab) diwajibkan oleh Allah untuk melaksanakan puasa.
Bagi seluruh umat manusia (Islam dan bukan Islam) mempercayai bahwa puasa adalah ibadah yang bersifat universal, ia di pandang sebagai jalan yang lebih efektif dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sedangkan dalam kacamata Islam sendiri, puasa memiliki kedudukan yang istimewa yang berbeda dengan ibadah-ibadah lain, seperti di dalam hadis Qudsi, Allah Ta'ala berfirman;
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ اِلا الصَّوْم فَاِنَّهُ لِي وَاَنَا أجْزِي بِهِ
Artinya: "Semua amal anak Adam (manusia) untuk dirinya sendiri kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya."
Dari hadis tersebut, Allah mengatakan bahwa puasa itu untuk-Nya. Bermakna; karena ketika melaksanakan puasa, sebenarnya tidak ada yang dapat mengetahui apakah seseorang sedang berpuasa atau tidak.
Tidak menutup kemungkinan adanya orang yang terlihat berpuasa namun sebenarnya ia tidak melaksanakan ibadah puasa, yakni ketika dia berada dalam kesendirian bisa saja ia makan, minum atau mengumbar hawa nafsu tanpa sepengetahuan orang lain. Maka puasa itu tak lain hanya di ketahui oleh Allah dan pelaku yang mengetahuinya apakah ia sedang berpuasa atau tidak. Berbeda dengan amal Ibadah zahir lainnya (salat, zakat, haji dan lainnya), lalu apakah yang membuat seseorang tetap menjaga puasanya?
Jawabannya adalah karena keimanan yang terpatri dalam jiwanya, sebab itulah puasa adalah ibadah yang lebih istimewa.
Ramadan adalah Bulan Ibadah, bukan Adat
Banyak dari umat hari ini, ketika datangnya Ramadan mereka begitu bersemangat melaksanakan ibadah, baik itu salat, baca Qur'an, zikir, istighfar, juga salawat, lalu kemudian ketika Ramadan berlalu, salat ditinggalkan, Qur'an sudah tak lagi di buka kecuali hanya sesekali, zikir dan istighfar pun sudah tak lagi di rutinkan. Lalu apakah hal yang demikian di larang? Tentu saja tidak, hanya saja umat memperlakukan bulan Ramadan layaknya seperti adat (melakukan sesuatu hanya ketika ada hari atau bulan yang di istimewakan) yakni di bulan Ramadhan, tentu ini bukanlah ajaran Rasulullah (beribadah hanya di bulan Ramadan).
ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ
“Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan Ramadan saja.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa makna ungkapan ini adalah benar apabila mereka melalaikan kewajiban-kewajiban agama setelah Ramadan. Semisal Ramadan rajin salat dan menutup aurat, namun setelah Ramadan salat bolong-bolong dan kembali mengumbar aurat.
Maka di anjurkan untuk setiap muslim, setiap datang bulan Ramadan seharusnya mempersiapkan diri dan niat hanya untuk Allah dalam ibadahnya, dan keseriusan dalam menggapai maghfirah-Nya, agar setelah Ramadan ia masih menjaga amal ibadahnya.
Allahuta'ala A'lam.
Via
Nafsiah
Posting Komentar