Opini
Rusaknya Generasi Manakala Asas Islam tidak Diemban Negara
Oleh: Ayu Winarni
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—"Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia!" Ini adalah kalimat legenda dari potongan pidato yang disampaikan oleh Bung Karno. Pidato ini mengandung makna bahwa, keberadaan pemuda mampu mengubah dunia. Hal ini karena, masa muda adalah masa produktif, energik, kuat, tangguh dan penuh kreativitas. Maka, tak heran jika di pundak pemuda disematkan predikat "agen of change and agen of control".
Sungguh sangat disayangkan, predikat itu justru ibarat panggang jauh dari api. Bagaimana tidak? Pemuda yang diharapkan memberi perubahan justru menjadi pelaku tindakan kejahatan.
Seperti fenomena yang baru saja terjadi, dikutip dari Kompas.com (14-3- 2024) seorang pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara diperkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubug di wilayah Lampung Utara pada Sabtu (17-2-2024).
Tindakan tercela lainnya juga terjadi di Kabupaten Bekasi. 'Perang Sarung' sesama pelajar memakan korban. Satu orang tewas dalam tawuran 'perang sarung' yang terjadi di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Tawuran perang sarung itu terjadi sekitar pukul 00.30 WIB, Jumat (15/3). Salah satu korban tewas berinisial AA, pelajar berumur 17 tahun. (CNN Indonesia, 16-3- 2024).
Generasi dalam Bahaya
Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan betapa rusaknya generasi hari ini. Kejahatan semacam ini bak fenomena gunung es yang nampak hanya bagian kecil, sementara yang tidak terendus media jumlahnya bisa berkali-kali lipat.
Fenomena seperti ini tentu sangat mengerikan. Generasi yang memiliki cita-cita masa depan yang panjang justru terjerumus pada hal-hal yang tercela. Fenomena ini menggambarkan kerusakan unsur pelaksana pendidikan, yakni:
Pertama, sekolah atau pendidikan gagal mencetak generasi berkualitas. Pendidikan semestinya menjadi investasi tersebar sebuah bangsa, karena merupakan proses yang menentukan masa depan. Terlepas dari paham-paham yang rusak, tetapi kenyataannya, negara yang serius memperhatikan sektor pendidikan akan unggul dalam sains dan teknologi.
Kegagalan mencetak generasi salih dan menguasai iptek karena ketidakjelasan kurikulum pendidikan. Hari ini, kurikulum pendidikan berasal dari asas sekuler kapitalis yang memberikan basis pemikiran yang serba terukur oleh materi serta tidak memberikan ruang kepada proses pembentukan kepribadian yang islami. Seperti dikutip dari buku "Menggagas Pendidikan Islam", sekularisasi pendidikan ini telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua departemen yang berbeda, yakni Depag dan Depdikbud.
Sehingga hal ini memberikan kesan yang kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) adalah sesuatu yang bebas nilai dan tak tersentuh oleh standar nilai agama. Sementara untuk pendidikan yang membentuk kepribadian dan karakter justru kurang mendapatkan perhatian.
Kedua, lemahnya unsur keluarga. Perilaku amoral generasi hari ini tersebab adanya kelalaian orang tua dalam menanamkan nilai-nilai dasar keislaman secara memadai kepada anak-anaknya. Selain itu, lemahnya pengawasan dari keluarga turut memperparah kerusakan generasi terutama pengawasan terhadap pergaulan anak.
Ketiga, lemahnya unsur masyarakat. Kelemahan ini akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalis hari ini. Sistem hari ini menjadikan masyarakat semakin bebas tanpa memperhatikan agama. Ditambah sikap apatis terhadap permasalahan sekitar, sementara masyarakat disibukkan dengan kehidupan untuk memperoleh asas manfaat semata.
Orientasi Pendidikan dalam Islam
Output pendidikan itu tergantung dari unsur pelaksana pendidikan itu sendiri. Orientasi pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah), penguasaan tsaqafah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).
Output pendidikan seperti ini akan terwujud apabila ketiga unsur pelaksana pendidikan itu dikembalikan pada asas Islam. Kurikulum harus berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang dikembangkan.
Kualifikasi guru dilakukan mengingat peran guru tak sekadar sebagai pengajar tapi sebagai pendidik yang berfungi mentransfer ilmu pengetahuan dan kepribadian sehingga layak untuk diteladani. Selain itu, lingkungan sekolah harus tertata dan terkondisi secara Islami dan dilengkapi saran pendukung.
Kemudian unsur keluarga dan masyarakat sangat berperan dalam memberikan pengaruh positif atau negatif pada peserta didik. Untuk itu unsur keluarga dan masyarakat tidak boleh lemah agar tidak memberikan beragama pengaruh negatif pada peserta didik. Dengan begitu akan terbentuk pribadi yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Jadi penerapan Islam dalam berbagai sistem kehidupan akan mudah membentuk generasi yang berkualitas. Oleh karena itu, penerapan asas Islam wajib diemban oleh negara.
Wallahu a'lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar