Nafsiyah
Sabar Menghadapi Ujian
Oleh: Sida Agustin
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Bicara tentang ujian, manusia yang hidup tidak lepas dari ujian. Ujian bisa beraneka ragam bentuknya. Ada yang berupa kesenangan atau kesedihan. Selagi manusia masih hidup di dunia selama itu pula akan diuji.
Terkadang ada yang diuji lewat pasangan (suami atau istrinya). Kalau pasangan aman kadang diuji lewat anak-anaknya. Kalau pasangan dan anak-anak aman kadang diuji lewat orang tua. Pasangan, anak dan orang tua aman kadang diuji lewat tetangga. Pasangan, anak, orang tua dan tetangga aman, diuji diri sisi kesempitan ekonomi begitu seterusnya. Jadi tidak ada istilah dia lebih enak atau aku lebih enak dari dia. Karena masing-masing akan mendapatkan ujian sesuai kapasitasnya masing-masing.
Adapun segala sesuatu yang menimpa kita baik dan buruknya dari Allah Swt.. Semua itu sebagai bentuk kasih dan sayang Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya. Termasuk rasa sakit, rasa kecewa dan segala sesuatu yang tidak mengenakkan pasti Allah akan menggantikannya dengan pahala dan surga. Namun hal itu sangat lah tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran yang luar biasa.
Kata sabar, mungkin ringan diucapkan, tapi berat untuk diamalkan. Maka diperlukan sebuah ilmu, latihan, pemaksaan diri, dan pengulangan sehingga terbentuk habit (kebiasaan).
Sebagai contoh: Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang kita cintai menghadap Sang Khalik tentunya kita harus sabar, boleh bersedih, boleh juga menangis, tetapi tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Sedih memang saat kehilangan. Bukankah itu manusiawi? Karena kita hakikatnya adalah makhluk yang lemah dan terbatas.
Kemudian contoh yang lain. Ketika diuji dengan anak yang cukup aktif, terkadang bermain dengan teman sebayanya menjahili temanya mengambil mainan tanpa permisi dan lain sebagainya. Maka seharusnya kita mengingatkan dengan bahasa yang lembut dan penuh kesabaran.
Mudah? Jelas tidak. Membersamai dan mendidik anak-anak bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan ilmu dan kelapangan hati. Karena apa yang kita tanam itulah yang akan kita petik. Termasuk mendidik anak. Jelas bukan perkara yang ringan. Tak jarang kita berurai air mata.
Apalagi jika anak kita belum mumayyis (belum bisa membedakan baik dan buruk). Maka di sanalah peran orang tua sangat dominan untuk menanamkan adab sebelum ilmu. Mendidiknya dengan penuh kesabaran. Karena jika tidak, hati-hati akan menjadi utang kepengasuhan. Maka sabar itu memang harus terus dilatih dan dipaksakan.
Oleh karena itu, sebagai hamba Allah Swt. sabar merupakan hal yang harus terus dipaksakan dan dilatih dalam menghadapi segala ketetapan-Nya. Yakinlah apapun yang terjadi terhadap kita bagian dari skenario terbaik Allah Swt. untuk kita.
Wallahua'lam bish shawab
Via
Nafsiyah
Posting Komentar