Opini
Stop Bullying! Kedepankan Prestasi Bukan Sensasi
Oleh: Rokayah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Perundungan (bullying) di dunia pendidikan kian meresahkan. Perundungan memang masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang belum tuntas di negeri ini. Perundungan makin marak terjadi hampir di semua usia dan jenjang pendidikan, mulai dari perguruan tinggi sampai ke level paling bawah tingkat sekolah dasar.
Kasus perundungan yang terjadi belakangan ini menambah panjang catatan kelam aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Alih-alih fokus belajar demi menggapai cita-cita, para pelajar ini justru terjebak pada aksi kriminalitas.
Kasus bullying di kalangan remaja terus meningkat, ibarat fenomena gunung es fakta yang tidak terungkap lebih besar dari yang terlihat. Mirisnya tak jarang kasus bullying terjadi di kalangan pelajar. Pada saat ini, kasus bullying pada anak usia sekolah menjadi masalah serius di Indonesia.
Melansir dari beberapa laman berita online, dibeberkan beberapa waktu lalu kasus perundungan yang terjadi di Jawa Barat menjadi sorotan, siswa SD di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melakukan aksi perundungan atau bullying terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial. Korban yang berinisial HA (12) pada Hari Sabtu (24/2), saat jam istirahat sekolah tampak ditelanjangi hingga ditendang oleh sejumlah siswa lainnya. Dalam video berdurasi 2 menit 14 detik itu, korban yang sudah tidak mengenakan pakaian berusaha keluar dari salah satu ruangan. Namun, beberapa anak laki-laki berseragam olahraga tampak memojokkan korban, mendorongnya dan menendang tubuh (CNN Indonesia, 6-3-2024).
Kita tentu mengelus dada mendengar aksi kriminalitas yang dilakukan oleh putra-putra bangsa ini. Terlebih aksi kekerasan yang dilakukan seorang pelajar yang masih duduk di sekolah dasar. Sungguh miris, jika generasi penerus ini bermental kriminal, lalu bagaimana mereka akan mengelola negeri ini kelak?
Maraknya perundungan di negeri ini bisa bermakna sebagai potret kegagalan sistem pendidikan generasi. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Komisioner KPAI, bahwa kurikulum pendidikan negeri ini lebih mengedepankan capaian target kognitif semata, tapi lemah dalam pembentukan karakter dan akhlak anak didik. Konten game online dan tayangan media sosial yang tidak ramah anak dan sarat dengan kekerasan, berpadu dengan disharmoni keluarga serta lemahnya pengawasan orang tua dan lembaga pendidikan, ikut berperan dalam memproduksi perilaku bullying di kalangan anak dan remaja. Ini dapat dipahami karena memang sistem pendidikan negeri ini bercorak sekuler, bukan Islam.
Dalam sistem kapitalis sekularisme saat ini, pelaku dan korban perundungan (bullying) tidak lagi memandang usia. Siswa SD pun ternyata bisa menjadi pelaku kejahatan ini di sekolah. Kasus perundungan hanya sebagian dampak dari penerapan sistem kehidupan sekuler yang makin menjauhkan generasi dari hakikat penciptaan manusia, yaitu menjadi hamba Allah yang taat pada-Nya.
Sekularisme, menjadikan pendidikan kering dari nilai-nilai keimanan, karena agama ditempatkan hanya saat beribadah di tempat-tempat ibadah. Efeknya, akhlak mulia tidak menjadi karakter pelajar saat ini. Perundungan menjadi mudah dilakukan, meski di kalangan pelajar tingkat dasar sekalipun.
Kapitalisme, menggeser tujuan pendidikan ke arah tercapainya kapital (keuntungan) bagi pemilik modal. Ilmu-ilmu yang diberikan sebatas menyiapkan pelajar untuk siap memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi para kapital, bukan ilmu-ilmu yang dapat membekali pelajar saat ini agar menjadi pemimpin masa depan. Sistem inilah yang menjadikan dunia sebagai tujuan dan melalaikan sistem hidup yang diturunkan Allah swt, juga melalaikan adanya kehidupan akhirat dan siksa api neraka.
Karena itulah, mata rantai yang menjadikan kasus perundungan ini terus berulang haruslah segera diputus. Dengan kembali kepada sistem hidup yang telah dijaminkan oleh Sang Maha Pencipta yaitu Islam. Serta, melalui wahyu yang telah dijamin kebenarannya sebagai petunjuk untuk seluruh manusia yaitu Al -Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Via
Opini
Posting Komentar