Tsaqafah
Tren Agnostik Bukti Kemunduran Berpikir
Oleh : Nurhilal AF
(Pemuda Ideologis Majalengka)
TanahRibathMedia.Com—Sebagian besar anak muda saat ini mulai terjebak pada dialektika filsafat dan teori berpikir ilmiah semata sehingga timbul gagasan agnostik di tengah-tengah mereka.
Ada dugaan hal itu disebabkan adanya ketikdakpuasan jawaban dan teori terhadap perkara-perkara yang tidak bisa mereka indera. Kasus yang paling parahnya adalah apakah dunia ini butuh peran Sang Pencipta atau tidak.
Ternyata masalah ini sebenarnya bukan hanya karena tidak puasnya akal mereka terhadap penafsiran hal tak kasat mata. Tapi lebih dasar daripada itu! Mereka tidak memahami apa itu hakikat akal. Sebagian orang menganggap akal itu tidak lebih daripada otak. Namun hal ini tentu tidak sesuai fakta. Karena kenyataannya banyak kok makhluk hidup yang diberikan otak tapi tetap tidak berakal.
Beberapa orang yang lain memiliki pandangan bahwa wujud akal itu bagaikan sebuah cermin yang memantulkan fakta, sehingga apa yang ditafsirkan akal adalah pantulan dari fakta itu sendiri. Pemahaman ini muncul dari dialektika materialisme.
Nampaknya pemahaman terhadap akal yang kedua lebih mendekati hakekat akal. Karena tidak menjadikan akal sebatas benda. Namun pemahaman yang kedua ini rentan terjadi masalah. Problemnya adalah tidak semua fakta yang ada di hadapan kita dapat ditafsirkan seketika seperti halnya pantulan cermin.
Oleh karena itu, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam bukunya Nizhamul Islam mengemukakan bahwa akal itu bukanlah otak belaka, bukan juga bersifat reflektif (pantulan) seperti cermin. Tapi akal adalah proses berfikir yang dimiliki manusia dengan melibatkan 4 komponen penting; pertama, fakta. Kedua, indera. Ketiga, otak. Keempat, informasi sebelumnya.
Empat komponen ini merupakan syarat terjadi proses berpikir sehingga dapat melahirkan sebuah penafsiran terhadap suatu fakta. Setiap ada kekurangan pada satu komponennya saja, akan melahirkan kesimpulan berpikir yang berbeda atau bisa saja keliru atau justru sesat.
Dari pemahaman tentang hakikat akal itu kita jadi paham bahwa fakta harus bisa dicerap oleh indera. Dengan begitu, indera akan mentransfernya ke dalam otak. Di dalam otak akan terjadi penyimpanan, pengingatan dan pengaitan kembali terhadap fakta tersebut dengan informasi sebelumnya sesuai dengan fakta yang pernah diindera.
Akal tidak dapat melakukan tugasnya selain pada fakta yang dapat diindera. Akal hanya dapat membahas seputar manusia, alam semesta dan kehidupan. Selain itu, akal tidak mampu menjangkaunya.
Oleh karena itu apabila seseorang memikirkan keberadaan hal gaib, namun sebatas pada tahapan ini, tentu tidak akan bisa. Karena mereka tidak memiliki sumber informasi sebelumnya. Begitu juga yang dialami oleh orang-orang yang puas dengan paham agnostik. Mereka menganggap tidak ada hal gaib, hanya karena tidak dapat menginderanya.
Padahal ini hanyalah salah satu tahapan dasar. Sebatas menentukan benar atau tidaknya pernyataan informasi sebelumnya dengan keberadaan fakta yang terindera.
Tingkatan Berpikir Kedua
Di dunia ini sering kali kita dapati hal-hal yang tidak dapat kita indera namun bukti jejak faktanya ada. Seperti keberadaan angin, kita tidak dapat melihatnya tapi kita tau bahwa di sana kemungkinan ada angin bila rumput serta pepohonan bergoyang-goyang. Walaupun kita tidak dapat menginderanya secara langsung, tapi kita dapat menduga bahwa disana ada sesuatu yang menggerakannya.
Sebelum munculnya keyakinan tersebut, dugaan adanya jejak ini perlu diperkuat dengan adanya bukti pasti yang menyatakan bahwa memang benar yang menggerakan itu angin. Selama bukti itu sesuai dengan fakta, berarti benar. Karena yang disebut sebagai kebenaran itu adalah ketika pernyataan sesuai dengan kenyataan, alias bukti sesuai dengan fakta.
Tingkatan Berpikir Ketiga
Memang kita tidak dapat melihat wujud Sang Pencipta. Namun jejaknya dapat kita indera secara langsung. Dengan melihat segala ciptaannya yang kompleks, tentu itu semua tidak akan mungkin terjadi secara kebetulan. Dengan tidak bisanya manusia mengkreasikan penciptaan dirinya sendiri saja, menunjukan adanya peranan Sang Pencipta.
Apalagi Allah sendiri berani mengajak manusia untuk membuktikan keberadaannya. Dengan diwahyukannya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad hingga bertahan selama 14 abad sampai hari ini. Dengan fakta tidak ada yang mampu merubahnya, selalu bisa dihafalkan banyak orang, Allah menyeru manusia agar menyembahnya, Allah juga menantang manusia untuk membuat tandingannya namun tidak ada yang bisa menyainginya dan senantiasa terbuktikan tanda kebenarannya dengan munculnya fakta-fakta empiris ilmiah yang sesuai dengan Al-Qur'an.
Al-Qur'an yang tidak ada kepalsuan di dalamnya itulah yang telah menjadi data primer otentik dan kokoh bukti yang menguatkan dugaan bahwa Sang Pencipta itu ada dan Dialah Allah Swt.. Secara otomatis dugaan sebelumnya itu berubah menjadi keyakinan yang tidak dapat terbantahkan.
Jadi sebenarnya dengan meyakini bahwa Allah itu ada dan berperan di dalam kehidupan, telah menunjukkan kemajuan tingkatan berpikir seseorang. Terasa sudah bahwa agnostik dan sebagainya itu tidak lain hanyalah tren kemunduran berfikir yang perlu dijauhi dan diwaspadai oleh kita semua.
Via
Tsaqafah
Posting Komentar