Opini
Wacana Penyesuaian Tarif Listrik, Buat Ekonomi Rakyat Babak Belur
Oleh : Nia Citra Putri Kirani
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pemerintah memutuskan tidak akan menaikan harga tarif listrik baik subsidi maupun non subsidi hingga Juni 2024 mendatang.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto, ia mengatakan keputusan tidak menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) menjadi salah satu faktor penyebab melebarnya target defisit fiskal APBN 2024 yang tercatat sebesar 2,29% terhadap PDB (Kompas, 23-2-2024).
Hal ini karena subsidi untuk menahan kenaikan harga listrik dan BBM membutuhkan anggaran lebih besar untuk PT Pertamina maupun PT PLN. Meskipun pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif listrik, namun wacana kenaikan listrik pertiga bulan sekali tentu tidak boleh kita acuhkan begitu saja.
Mengingat jika menelisik lagi adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023 yang berisi tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PLN, yang mana pada Pasal 6 ayat (2) aturan tersebut, penyesuaian tarif tenaga listrik dilakukan setiap tiga bulan.
Hal ini tentu membuka mata kita bahwa aturan tidak menaikan tarif listrik itu hanyalah angin segar yang sifatnya sementara terlebih di tengah hiruk pikuk harga bahan pokok yang melambung tinggi.
Seperti kita ketahui pemerintah sendiri hanya mengatakan penyesuaian tarif listrik tidak naik sampai bulan Juni, maka kita tidak boleh menutup mata bahwa kedepannya siapa yang menjamin bahwa tarif listrik tidak akan naik.
Beginilah nestapa hidup di aturan kapitalisme, negara yang seharusnya memiliki kewajiban sebagai pengurus rakyat, tetapi sebaliknya aturannya malah mencekik rakyat dan membuat ekonomi rakyat babak belur.
Negara yang harusnya bisa mengelola sendiri kebutuhan energi listrik untuk rakyatnya, sehingga tidak akan terjadi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok.
Sayangnya, apa yang kita rasakan sekarang? Realitasnya menunjukkan bahwa pasokan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah bergantung pada kontribusi swasta.
Dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, negara cenderung tidak berperan sebagai ra’in (pengatur) dalam memastikan keadilan sosial. Rakyatnya dihadapkan pada kenyataan pahit seperti berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan lain sebagainya.
Dalam lingkup kapitalisme, perusahaan swasta beroperasi untuk mencapai keuntungan maksimal, tanpa harus memikirkan aspek keadilan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Bahkan pemerintah berpendapat subsidi merupakan salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat. Namun nyatanya subsidi hanyalah solusi sementara yang tidak dapat menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat secara berkelanjutan. Subsidi juga dapat menciptakan ketergantungan yang berkepanjangan tanpa menyelesaikan akar permasalahan.
Harusnya listrik yang dihasilkan dari sumber energi negeri ini diberikan kepada rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis oleh negara sebagai bentuk tanggung jawabnya mengurusi urusan umat.
Hal inilah yang diberlakukan saat Islam mengatur urusan negara, karena Islam adalah sebuah Din (agama) yang sempurna, Al Qur’an sebagai pedoman yang di buat oleh Allah Swt., tentu bisa menyelesaikan problematika yang terjadi pada makhluknya.
Seperti yang kita ketahui bahwa Islam bukan hanya mengatur tentang ibadah mahdah saja akan tetapi Islam merupakan problem solving atas permasalahan seluruh ummat.
Sebagaimana Islam mengatur manusia dari mulai bangun tidur hingga bangun negara yang dimana harus berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As Sunnah. Begitu juga dalam sistem ekonomi yang di atur oleh Islam, dalam Islam sistem ekonomi berbeda dengan ilmu ekonomi.
Ilmu ekonomi membahas tentang produksi dan peningkatan kualitasnya. Sedangkan sistem ekonomi bisa di pengaruhi pandangan hidup atau akidah tertentu, baik Islam, kapitalis, dan sosialis. Seperti yang kita rasakan sekarang bahwa sistem ekonomi yang di pakai di negeri yang mayoritas Islam bukanlah di ambil dari sistem ekonomi Islam akan tetapi di ambil dari sistem ekonomi kapitalis yang dimana hanya menguntungkan para pemilik modal.
Daulah Islam telah banyak mencontohkan kepemimpinan Islam yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat di karenakan semua kebutuhan masyarakat akan terpenuhi jika memiliki pemimpin yang berakidah Islam, dalam konteks ini Islam mengajarkan seorang muslim untuk adil begitupun ketika mereka di angkat menjadi seorang pemimpin pemersatu umat (Khalifah).
Pemimpin sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakatnya, karena pemimpin di dalam negara ini lah yang mampu menjaga keamanan, memberikan fasilitas, dan memberikan pelayanan terbaik untuk umat. Oleh karena itu pemilihan untuk seorang pemimpin bukanlah suatu hal yang sepele, tetapi pemilihan pemimpin itu harus sesuai dengan syariat dan syarat agar tidak menimbulkan dampak pada masyarakat itu sendiri.
Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran sentral sebagai ra’in (pemimpin) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi dalam Islam menekankan distribusi keadilan dan keberdayaan, yang memandang pengelolaan sumber daya alam sebagai amanah yang harus diemban dengan itqan (kesungguhan) dan tawakkal (kepercayaan kepada Allah Swt.).
Pada konteks perekonomian dalam Islam, Islam mendorong negara untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri. Pemanfaatan SDA, termasuk listrik, dianggap sebagai bagian dari kekayaan umat yang harus dikelola dengan baik dan bijak.
Negara, sebagai ra’in, diharapkan menjalankan tugasnya dengan memastikan distribusi yang adil dan menyeluruh agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.
Pengelolaan listrik oleh khalifah dalam ekonomi Islam dapat diartikan sebagai keuntungan atau hasil dari pengelolaan sumber daya alam. Dalam prakteknya, hasilnya ini akan di berikan untuk kemaslahatan umat. SDA, termasuk listrik, bisa menjadi gratis untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Hal ini akan terjadi jika sesuai dengan syariat Islam seperti Daulah Islam yang dulu pernah Rasulullah jalankan hingga di teruskan oleh pada sahabat dan orang yang memiliki kepribadian pemimpin yang taat syariat.
Khalifah, sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kebijakan ekonomi, memiliki tanggung jawab untuk mengatur distribusi kekayaan dan manfaat hasil ekonomi secara adil. Di mana keuntungan yang diperoleh dari sumber daya alam diarahkan kembali kepada rakyat melalui berbagai bentuk subsidi atau bahkan penyediaan gratis untuk kebutuhan dasar, termasuk listrik.
Dengan menerapkan sistem Islamlah ekonomi Islam diharapkan dapat tercipta sistem yang lebih adil, berkelanjutan, dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Konsep negara sebagai ra’in yang memastikan distribusi keadilan dan keberdayaan menjadi landasan untuk mencapai tujuan ini, sementara hasilnya yang dikembalikan kepada rakyat dengan terjangkau dan gratis merupakan langkah konkret dalam mewujudkan kesejahteraan.
Allahualam Bishowab
Via
Opini
Posting Komentar