Opini
Bagaimana Nasib Para Nakes Saat Ini?
Oleh: Fitria Rahmah, S.Pd.
(Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Para tenaga kesehatan (nakes) harus menelan pil pahit lantaran pemecatan massal yang dilakukan oleh Bupati Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka yang sedang berjuang untuk mendapatkan kenaikan gaji yang saat ini berada jauh di bawah UMR NTT dan perpanjangan kontrak kerja, malah berbuah pahit.
Seperti dilansir dari laman online VIVA.co.id, (14-4-2024), Bupati Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT), Heribertus Nabit memecat 249 tenaga kesehatan atau nakes. Kebijakan Bupati ini menjadi sorotan dan perhatian DPRD Kabupaten Manggarai.
Perwakilan nakes sempat menemui DPRD Manggarai, beberapa waktu lalu. Para nakes tersebut meminta bantuan pihak DPRD agar haknya bisa diperjuangkan. Mereka meminta kenaikan gaji lantarana harus menghidupi keluarga. Matias Masir selaku Ketua DPRD Kabupaten Manggarai mengaku prihatin saat mendengar curhatan para nakes yang panik karena penghasilan untuk keluarga jadi tidak ada.
Sebab, ada nakes perempuan dengan konsidi suami tak bekerja serta anaknya masih kecil. Ekonomi keluarga hanya ditopang gaji sang istri sebagai nakes sebesar Rp600 ribu per bulan.
Namun, menurut dia, ada hal yang mengejutkan dialami para nakes yang dipecat. Meski diumumkan dipecat per 1 April 2024, ternyata para nakes non ASN itu belum digaji sejak Januari 2024.
Matias Masir menceritakan, kedatangan ratusan nakes ke DPRD Manggarai pada 12 Februari 2024 lalu bukan berdemonstrasi. Kata dia, kedatangan para nakes karena hanya ingin berdialog dalam rapat dengar pendapat atau RDP dengan Komisi A DPRD Manggarai. Dalam RDP itu dibahas berbagai hal antara lain tentang gaji kecil dan nasib nakes sudah belasan tahun mengabdi tapi belum diangkat jadi Apararus Sipil Negara (ASN).
Fenomena rendahnya gaji para pegawai tidak hanya terjadi kepada para nakes. Hal serupa pun dirasakan oleh banyak pekerja dibidang lain seperti guru honorer, buruh pabrik, pegawai perusahaan swasta, dan semisalnya. Bahkan hal ini tidak hanya terjadi pada nakes di daerah Manggarai, tetapi juga di daerah lain.
Rendahnya gaji para nakes mencerminkan seolah-olah kesejahteraan nakes bukanlah hal yang penting yang harus diperhatikan. Padahal hal ini sangatlah krusial, sebab hal tersebut akan berimbas pada efektivitas kerja dan juga kualitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, sistem kerja kontrak yang berlaku saat ini membuat para nakes penuh rasa cemas. Sebab, tidak ada kepastian atas nasib mereka, karena perpanjangan kontrak harus dilakukan setiap tahunnya. Hal ini jelas sangat merugikan nakes, bagai pribahasa habis manis sepah dibuang.
Pengabdian mereka selama bertahun-tahun seakan-akan hilang tanpa jejak ketika kontrak kerja tak lagi diperpanjang. Padahal nakes memiliki jasa yang sangat besar terlebih lagi ketika masa Covid-19 melanda. Mereka bekerja tak kenal waktu dan lelah demi menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia, meskipun harus menghadapi risiko yang sangat besar.
Bahkan saat ini pun, mereka tetap bekerja dengan risiko yang sama besarnya seperti kala pandemi. Mereka harus siap terkena risiko berbagai macam penyakit menular. Namun, sayangnya beban dan risiko yang mereka tanggung tidak berbanding lurus dengan gaji yang mereka terima. Sungguh mengenaskan nasib para nakes, curhatan demi mendapatkan keadaan yang lebih baik malah berujung pemecatan.
Kasus ini menunjukkan pemimpin yang tidak peduli dengan kehidupan sulit warganya. Mereka tidak hadir untuk mengurusi urusan umat, namun mereka hadir untuk kepentingan pengusaha dan oligarki. Penguasa dan para wakil rakyat hanya merepresentasi kepentingan dan kekuatan para pemilik modal. Terbukti dari berbagai kebijakan dan undang-undang yang dilahirkan selalu pro kepentingan modal, sedangkan kepentingan rakyat banyak selalu dikorbankan. Maka tidak heran jika kebijakan yang hadir bukanlah kebijakan pro rakyat.
Dari kejadian ini, harus disadari bahwa tidak adanya jaminan kesejahteraan dalam sistem bernegara saat ini. Kesejahteraan dalam sistem demokrasi kapitalisme hanyalah sebuah wacana yang tak akan pernah menjadi realita. Nyatanya, hanya mereka yang berkuasalah yang sejahtera. Dan hanya mereka yang memiliki modallah yang hidup makmur.
Karena sejatinya, sistem demokrasi kapitalisme memiskinkan negara. Kondisi ini tercipta karena pengelolaan negara diserahkan kepada pihak asing atau swasta. Misalnya, penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah didominasi oleh pihak swasta dan tidak sedikit dari mereka adalah orang asing. Maka tidak heran jika keuntungan besar dari hasil SDA yang ada dinikmati oleh mereka, sedangkan rakyat hanya menikmati remah-remahnya saja.
Jika pengelolaan SDA dilakukan langsung oleh Negara dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, maka tidak hanya masalah gaji nakes yang jauh dibawah UMR yang akan terselesaikan, namun masalah-masalah lain pun akan terselesaikan dengan baik.
Dengan hasil alam yang melimpah, tidak hanya yang ada di tanah Manggarai, namun di seluruh Indonesia, negara akan mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang maksimal, mudah dan juga gratis, pendidikan yang berkualitas, layak dengan biaya murah, bahkan gratis, potret kehidupan rakyat miskin tidak akan tercipta dikarenakan tersedianya lapangan pekerjaan yang banyak dengan upah lebih dari cukup.
Kebutuhan pangan pun akan terpenuhi dengan baik untuk semua kalangan masyarakat karena keberadaannya yang mudah dan murah. Kriminalitas dapat diminimalisir seminimal mungkin dengan adanya sanksi hukum yang memiliki efek jera bagi para pelakunya.
Pemimpin yang berkuasa adalah pemimpin yang amanah. Mereka akan menggunakan harta negara yang ada di baitul maal dengan baik demi kesejahteraan rakyat. Karena harta negara ibarat harta anak yatim, milik umat. Didapat dengan cara yang benar, dibelanjakan dengan benar, dan tercegah dari yang batil
Mereka pun tidak akan berbuat dzalim terhadap rakyat. Penguasa bertanggung jawab secara langsung dalam mengurusi urusan umat. Sebab keberadaannya seperti penggembala terhadap gembalaannya. Ia akan memberi makan, minum, menjaga dari hewan buas dan dari tempat yang membahayakan. Sehingga kebijakan yang tercipta adalah kebijakan pro rakyat. Inilah gambaran yang akan terjadi jika kita mengganti sistem demokrasi kapitalisme dengan sistem Islam.
Wallahualam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar