Opini
Bukan Nikah atau Mapannya, tapi Ilmu Lebih Utama
Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
(Siswi MAN Batam)
TanahRibathMedia.Com—Menanggapi sebuah video teman sesama tingkat SMA yang mengatakan bahwa, "Apabila ditanya oleh orang kapan nikah?". Kemudian ia mengatakan bahwa harus mapan terlebih dahulu baru nikah, agar anak dan istri bisa diberi kebahagiaan. Benarkah demikian dalam pandangan Islam?
Definisi mapan menurut generasi muda saat ini adalah ketika memiliki rumah megah, mobil mewah, dan harta yang berlimpah. Karena standar bahagia menurut mereka ketika memiliki uang yang banyak.
Disadari atau tidak, pemahaman seperti ini lahir dari sebuah sistem sekuler kapitalisme yang diadopsi masyarakat saat ini, yang menjadikan harta sebagai tujuan hidup dan tolok ukur kebahagiaan. Sehingga wajar apabila pola pikir remaja saat ini cenderung hedonis.
Sangat berbeda dengan Islam, yang memandang bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta (terikat kepada aturan-aturan Allah Swt.). Tolok ukur dalam setiap perbuatan adalah halal atau haram. Kemudian standar kebahagiaan adalah mendapatkan rida Allah Swt., dengan demikian dalam setiap sikap dan perilaku yang diharapkan adalah rida dari Allah Swt. saja, bukan yang lain. Nah untuk mengetahui perbuatan mana yang Allah ridai atau tidak, di sini lah perlunya ilmu.
Dalam seluruh aspek kehidupan kita membutuhkan ilmu. Misal, dalam kasus ini, ketika seseorang ingin menikah, maka yang harus ia persiapkan adalah mempelajari ilmu tentang fikih munakahat (fikih pernikahan) dan skill berumah tangga.
Namun sayangnya, remaja saat ini cenderung hanya mempersiapkan segala sesuatu yang bersifat duniawi, namun ilmu masih sangat minim bahkan bukan menjadi prioritas. Begini lah jika kita hidup dalam alam kapitalisme, maka doktrin yang ditanamkan pada diri setiap manusia adalah harta yang paling berharga.
Dalam pandangan Islam, ilmu adalah segalanya. Sebelum melakukan apapun, harus mempelajari atau mengkaji ilmunya. Supaya tidak tersesat. Ketika seseorang telah paham mengenai ilmu berumahtangga, maka bisa dipastikan ia akan bertanggungjawab terhadap keluarganya. Karena ia memahami apa saja kewajiban dan haknya sebagai seorang kepala keluarga.
Sama halnya dengan perempuan, juga harus mempersiapkan diri dengan mempelajari ilmu-ilmu tentang pernikahan, agar ketika telah tiba waktunya, kita bisa mengarungi bahtera rumah tangga yang penuh liku.
Banyak contoh dari kisah para sahabat yang menikah dengan keadaan yang pas-pasan bahkan cenderung kekurangan. Sebut saja Sayyidina Ali bin Abi Thalib, beliau menikahi putri Rasulullah SAW hanya dengan mahar sebuah baju besi.
Jika kita perhatikan lebih jauh mengenai kehidupan mereka, sangat jauh dari kata berkecukupan. Mereka hidup dalam kesulitan, namun keluarga mereka senantiasa harmonis.
Mengapa? Karena mereka memiliki pondasi akidah yang kokoh, sehingga mereka percaya bahwa rezeki sudah ditakar oleh Allah bagi setiap hamba-Nya. Mereka tidak pernah khawatir akan kekurangan setiap harinya, karena mereka memiliki Allah yang akan selalu ada bagi setiap hamba-Nya.
Maka, perlu digarisbawahi bahwa bukan soal nikah atau mapan terlebih dahulu, melainkan ilmu yang lebih utama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Karena dengan ilmu, kita tak akan salah arah dan tidak akan salah langkah.
Oleh karena itu, perlu diluruskan akan pemahaman generasi muda saat ini mengenai definisi mapan yang sesungguhnya. Mapan bukan hanya tentang harta, melainkan lebih daripada itu. Ketika harta yang kita miliki bisa cukup dan bermanfaat bagi kita dan orang disekitar kita.
Pemahaman ini tentu saja harus diselaraskan, agar kita tidak lagi salah paham mengenai definisi mapan. Hal ini tidak akan terwujud apabila sistem yang memerintah saat ini bukanlah sistem Islam. Karena hanya dalam sistem Islam lah semua aturan bisa diterapkan secara sempurna.
Maka sudah menjadi tugas kita sebagai agent of change, yakni sebagai agen perubahan untuk terus berjuang dan berdakwah, menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia hingga kelak tiba masanya Islam menjadi pemimpin dunia. Waallahu A'lam Bish Shawwab
Via
Opini
Posting Komentar