Opini
Hidup Tanpa Pajak, Mungkinkah?
Oleh: Meilina Tri Jayanti
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Mengutip laman klikpajak.id, 19 Januari 2023, ahli ekonomi Rifhi Siddiq mengartikan pajak sebagai kontribusi yang dipaksakan oleh pemerintah negara dalam jangka waktu tertentu kepada pihak wajib pajak. Sifatnya memang wajib dan disetorkan oleh wajib pajak kepada pemerintah yang nantinya bisa mendapat balasan berupa manfaat secara tidak langsung.
Kata pajak pastinya tidak asing di telinga masyarakat yang negaranya menganut sistem ekonomi kapitalis, seperti Indonesia. Bila menilik dari sisi pengertiannya, pajak yang disetorkan ke negara akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan secara bersama, seperti jalan raya, jembatan, sekolah, rumah sakit, subsidi pangan, bahan bakar, pupuk, sampai gaji pegawai.
Saking pentingnya alokasi pengeluaran dari pajak, sampai-sampai mayoritas masyarakat mewajarkan penarikan pajak oleh pemerintah, ironinya masyarakat menengah ke bawah pun menganggap demikian. Karena pajak diberlakukan tidak mengenal kasta. Semua lini masyarakat wajib bayar pajak, baik kaya maupun miskin.
Namun apakah ketika negara tidak memungut pajak dari rakyatnya, maka pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tidak akan terwujud? Bila para elit pemerintahan mau jujur, tentu jawabannya tidak. Pasalnya semua pihak (termasuk asing) mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negeri yang sumber kekayaan alamnya sangat berlimpah. Bahkan lebih dari itu, dilihat dari jenis kekayaan alam Indonesia tidak hanya satu atau dua, tapi terbilang paket lengkap dan super jumbo.
Sebut saja Negeri Timur Tengah, SDA yang mendominasi adalah minyak bumi. Eropa dan Amerika, SDA yang mendominasi adalah barang tambang. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki kekayaan mulai dari biota laut, flora dan fauna hutan, sampai barang tambang. Jenis yang terahir yaitu barang tambang, misalnya emas dan tembaga yang dieksploitasi perusahaan Amerika sejak tahun 1967 hingga kini masih berlangsung. Tak terhitung banyaknya bijih emas dan tembaga yang terkandung di alam Indonesia. Tak terbayang pula berapa juta triliun sudah keuntungan yang mengalir ke luar negeri. Tanpa dinikmat secuil pun oleh anak bangsa.
Belum lagi bijih timah yang saat ini tengah viral pemberitaan kasus korupsinya mencapai angka 271 triliun. Jumlah itu hanya menujukkan nominal uang yang dikorupsi dari kerusakan lingkungan, pastinya nominal yang terkandung di alam lebih dahsyat lagi.
Tidak akan cukup waktu untuk menghitung seluruh kekayaan alam Indonesia. Terbukti dari dua jenis bahan tambang saja, nilainya sangat fantastis. Bukan perkara yang mustahil, bila semua hasil kekayaan alam tersebut dikelola secara terpusat dan mandiri, maka Indonesia menjadi negara yang bebas pungutan pajak.
Hanya saja sistem aturan yang diterapkan harus diganti, tidak lagi kapitalis-sekuler. Selain karena hanya menjadikan Indonesia terhalangi untuk mampu berpikir rasional (lebih memilih mengumpulkan serpihan rengginang dari pada menguasai pabrik rengginangnya), sistem ini juga menjadikan hanya segelintir orang saja berstatus crazy rich. Dengan kata lain kekayaan dan kesejahteraan tidak merata.
Mari sejenak kita men-taddaburi firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah: 216 dan Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Dawud berikut:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Tersurat dalam dua dalil tersebut, bahwa Allah dan Rasul-Nya hanya menetapkan yang terbaik bagi umat manusia, dalam perkara apapun. Demikian pula dalam menetapkan sistem ekonomi. Ketentuan pembagian kepemilikan (individu, umum, negara) menutup peluang terjadinya saling merampas hak antara masyarakat dan negara.
Khusus Indonesia, SDA yang berlimpah tersebut meniscayakan segala kebutuhan masyakat baik individu maupun kolektif terpenuhi. Negara akan sangat mampu untuk tidak mengandalkan pajak sebagai sumber utama pembangunan ekonominya yang justru sangat berisisko membebani rakyat.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar