Opini
Idulfitri Bukan Sekadar Seremoni
Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
(Siswi MAN Batam)
TanahRibathMedia.Com—Hari raya Idulfitri selalu hadir setiap tahunnya. Menjadi bulan yang paling ditunggu-tunggu setelah usainya bulan yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan, yakni bulan Ramadan. Pada hari tersebut, orang berbondong-bondong untuk melaksanakan salat Idulfitri dan bertemu dengan para sanak saudara.
Idulfitri selalu meriah dilaksanakan, bahkan pada malam tanggal satu Syawal, biasanya akan ada pawai dan takbiran keliling kompleks perumahan atau desa. Idulfitri menjadi momen untuk melepas rindu dengan sanak saudara dan keluarga yang selama ini berjauhan.
Sayangnya, sudah bertahun-tahun kita melewati hari raya Idulfitri, namun tidak ada yang membekas dalam kehidupan kita. Bagaimana tidak? Bulan Syawal yang seharusnya menjadi keberlanjutan kita dalam melakukan amal kebaikan, malah terkadang kita lalai karena terlalu sibuk bercengkerama dengan keluarga maupun teman.
Tidak ada yang salah dengan bercengkerama bersama. Namun, dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa jangan sampai amalan yang mubah menjadikan kita abai atau bahkan lalai terhadap sesuatu yang sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang hamba.
Berakhirnya bulan Ramadan bukan tanda bahwa kita selesai melakukan amalan-amalan tersebut, seharusnya bulan-bulan setelahnya adalah yang menjadi tolok ukur apakah kita telah menjadi hamba yang bertakwa atau malah lebih buruk dari sebelumnya.
Nah, sayangnya pada kenyataanya, saat ini, Idulfitri hanya sekadar seremoni belaka. Meriah sejenak, namun tak memberikan kesan apapun terhadap kita seorang muslim. Padahal sudah bertahun-tahun kita melewati hari raya tersebut. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar yang cukup memenuhi pemikiran kita sebagai seorang manusia biasa.
Mengapa hal ini kerap kali terjadi? Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hal tersebut. Salah satunya adalah ketidaksadaran individu akan hadirnya Allah dalam setiap perbuatan, sehingga menjadikan mereka seolah menuhankan bulan Ramadan.
Mereka takut berbuat dosa ketika bulan Ramadan, namun kembali bermaksiat ketika bulan Ramadan telah usai. Padahal Allah senantiasa melihat setiap perbuatan manusia, baik di bulan Ramadan maupun di selain bulan Ramadan. Karena bukan Ramadan yang menyaksikan perbuatan kita, melainkan Allah Rabb semesta alam yang selalu memperhatikan kita dua puluh empat jam setiap harinya.
Kemudian faktor lainnya adalah mereka tidak mengetahui esensi dari perayaan Idulfitri tersebut. Mereka hanya mengetahui bahwa hari raya Idulfitri hanya sekadar salat bersama, THR, silaturahmi, atau mungkin juga jajanan. Padahal, hakikat sebenarnya dari Idulfitri adalah kembali suci.
Maksudnya bagaimana? Ketika kita kembali suci, maka jangan sampai hal itu ternodai dengan perbuatan dosa maupun maksiat yang kita lakukan. Seharusnya Idulfitri menjadi momen untuk semakin meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhannahu Wata'ala, setelah sebelumnya kita ditempa di bulan Ramadan dengan melakukan berbagai amal kebaikan.
Namun, melakukan amal kebaikan ini akan menjadi sangat sulit apabila masyarakat dan lingkungan sekitar tidak saling mendukung untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhannahu Wata'ala. Sehingga disini dibutuhkan untuk saling melakukan amar makruf nahi mungkar, yakni memerintahkan kepada kebaikan, dan melarang kemungkaran. Sehingga akan terwujud sebuah masyarakat yang seluruhnya bertakwa.
Sayangnya bukan perkara mudah apabila negara tidak mendukung hal tersebut. Terlebih di dalam sistem kapitalisme saat ini yang menerapkan konsep fashluddin 'anil hayah, yakni memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga menyebabkan umat Islam makin jauh dari agamanya sendiri.
Oleh karena itu, tidak boleh tidak, kita harus berusaha untuk tetap berjuang dan berdakwah hingga Islam kembali memimpin dunia, sehingga akan terwujud segala harapan yang kita impikan.
Wallahu a'lam bish showwab.
Via
Opini
Posting Komentar