Opini
Islam Wujudkan Keluarga Harmonis, Menangkal KDRT Secara Sistemis
Oleh: Fitria Rahmah, S.Pd.
(Pendidik Generasi dan Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Hubungan yang terjadi karena ikatan penikahan hingga menjadi sebuah kumpulan individu biasa kita sebut dengan keluarga. Ia adalah bagian terkecil dari masyarakat. Keluarga seharusnya menjadi tempat berbagi dan berkomunikasi untuk menyelesaikan persoalan bersama, serta bersama-sama menciptakan lingkungan yang harmonis. Sebab, interaksi sosial dalam keluarga pada umumnya lebih intens dibandingkan dengan hubungan sosial dengan masyarakat.
Salah satu fungsi utama dari keluarga adalah melindungi setiap anggotanya secara fisik. Jika fungsi ini berjalan dengan baik, maka keluarga yang harmonis akan tercipta. Namun sayangnya, salah satu fungsi keluarga ini sudah lama tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini tercermin dari banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari tahun ke tahun.
Melansir dari laman online kompas.com, (22-3-2024). Seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat.
Hal serupa juga terjadi di daerah lain, Melansir dari laman online kumparan.com, Jumat, 22 Maret 2024, seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya.
Peristiwa lainnya adalah seorang kakek berinisial BS (58 tahun) tega mencabuli keponakan perempuannya yang berusia 11 tahun. Selama ini korban tak berani mengadu lantaran diancam akan dibunuh oleh pelaku. (Kumparan.com, 22-3- 2024).
Rentetan kasus KDRT di atas menjelaskan kepada kita bahwa potret keluarga di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman, atau tempat pertama untuk mencari perlindungan tak lagi terwujud.
Hal ini berarti bahwa ketahanan keluarga di negeri ini sangat rapuh. Ketahanan keluarga yang rapuh tentunya akan berdampak pada kondisi negara, terutama generasi. Karena keluarga adalah bagian terpenting dalam membangun sebuah peradaban. Dari sinilah kualitas generasi akan ditentukan. Jika ketahanan keluarga rapuh, maka besar kemungkinan generasi yang dihasilkan adalah generasi yang rapuh, yang pada akhirnya akan menciptakan ketahanan negara yang rapuh pula.
Kasus ini jelas meresahkan banyak pihak, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah mengesahkan UU P-KDRT pada tahun 2024. 20 tahun berjalan sudah, tapi nyatanya Undang-Undang ini tidak mampu untuk menghentikan atau bahkan sekadar meminimalisir kasus KDRT. Yang terjadi malah kasus KDRT kian marak setiap tahunnya. Undang-Undang yang diharapkan sebagai solusi ternyata tak mampu dihadirkan, keberadaannya mandul, sehingga tidak mampu menangkal kasus KDRT.
Sejatinya, kasus KDRT tidak cukup dituntaskan dengan pengesahan Undang-Undang. Sebab ini adalah hal yang kompleks karena rusaknya semua aspek kehidupan dan penyebab yang bersifat sistemik. Sering kali pemicu KDRT adalah adanya perselisihan yang terjadi diantara anggota keluarga, terutama antara suami dan istri.
Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan yang berujung pada KDRT, di antaranya adalah perselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh suami atau istri dengan orang luar, tetapi hal ini dapat terjadi dengan sesama anggota keluarga, misal antara menantu dan mertua, bahkan anak dan orang tua.
Sistem pergaulan yang terbentuk dalam sistem kapitalis sekularis telah menjauhkan agama dari kehidupan. Hal ini membuat masyarakat sekuler bebas melakukan apa saja, atas nama kesenangan dan kebahagian. Sehingga, pergaulan antara laki-laki dan wanita tak lagi diatur di dalamnya, yang pada akhirnya menyebabkan petaka tidak hanya dalam masyarakat tetapi juga dalam keluarga. Faktanya, pergaulan bebas ini tidak hanya menyebabkan perselingkuhan, tetapi juga melahirkan dekadensi moral dengan membudayanya free sex di kalangan remaja, terjadinya penyimpangan seksual dengan lahirnya kaum pelangi, dan juga banyaknya kasus-kasus incest yang terjadi.
Faktor lain sebagai penyebab perselisihan dalam keluarga adalah faktor ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi dalam sebuah keluarga akan menghadirkan problematik yang dapat menghantarkan pada KDRT. Keluarga dalam sistem ekonomi kapitalis sulit untuk memiliki kemandirian ekonomi. Hal ini terjadi karena sebagian besar kekayaan negeri hanya bisa diakses dan dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat yang memiliki modal saja. Sementara mayoritas masyarakat yang tak memiliki kekuatan modal hanya memperebutkan remah-remahnya saja.
Prinsip kebebasan dan asas manfaat yang menjadi ruh sistem ekonomi kapitalisme ini telah menyebabkan kemiskinan dan gap sosial yang sangat besar. Dari sini juga lahir pertukaran peran antara istri dan suami. Banyak istri mengambil peran suami, begitu juga sebaliknya.
Istri menanggung beban yang lebih besar dari seharusnya. Selain mengurus anak dan rumah, mereka dituntut untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terkurasnya tenaga dalam mencari nafkah membuat mereka ala kadarnya dalam mengurusi anak dan rumah tangga. Hal ini menyebabkan keadaan emosional seorang ibu tidak stabil.
Dan suami mengambil peran yang tidak sesuai fitrahnya, yaitu mengurus anak dan rumah tangga karena sulitnya mencari pekerjaan, yang akan menyebabkan kondisi emosional tidak stabilnya. Sehingga pada akhirnya bisa memicu terjadinya KDRT.
Di sisi lain, masifnya ekploitasi terhadap perempuan dengan jubah feminisme, membiaskan dan menghilangkan peran utama dari perempuan. Perempuan kini tak lagi bangga ketika berada di rumah. Eksistensi mereka sudah beralih ke ruang publik. Mereka bersaing dengan kaum adam untuk mencari kedudukan setinggi-tingginya. Kondisi ini seringkali membuat perempuan besar kepala, yang berujung pada merendahkan dan menghinakan laki-laki.
Media saat ini pun menjadi faktor penting penyumbang terjadinya KDRT. Tayangan yang beredar saat ini menciptakan masyarakat yang apatis, sarkas dan brutal. Karena tayangan yang ada tidak mampu menumbuhkan suasana religius dan ketakwaan secara massal, yang ada malah menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama yang sebetulnya mampu menjadi fondasi yang kuat dalam menjaga ketahanan keluarga.
Oleh karena itu, menuntaskan kasus KDRT tidak cukup hanya dengan mengesahkan Undang-Undang. Karena hal ini terjadi bukan semata-mata karena faktor individu, melainkan karena faktor sistem bernegara. Maka tidak heran jika kasus KDRT makin meningkat setiap tahunnya. Karena selama sistem kapitalis sekularis yang menjadi landasan bernegara, maka selama itu pulalah kasus ini akan terus berkembang. Inilah akar permasalahan sesungguhnya.
Solusi yang dihadirkan haruslah menyentuh akar pemasalahan yang ada, yaitu dengan mengganti sistem kapitalis sekuler saat ini dengan sistem yang mampu memperbaiki seluruh aspek kehidupan, yaitu sistem Islam.
Islam mengharuskan negara menjamin terwujudnya fungsi keluarga melalui berbagai sistem kehidupan berasaskan akidah Islam, sehingga terwujud keluarga sakinah, mawadah dan rahmah serta sejahtera, berkepribadian Islam dan kuat ketahanan keluarganya. Maka tak heran, jika sistem ini mampu menangkis berbagai permasalahan yang kerap hadir menghantam kekokohan keluarga.
Sistem ini akan menggunakan aturan yang berasal dari zat maha sempurna, yaitu Allah Swt.. Aturan ini akan diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Pemimpin dalam sistem ini akan hadir sebagai pengurus dan perisai bagi rakyat. Bukan sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalis. Pemimpin dalam sistem Islam tidak boleh abai akan kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya.
Dalam bidang ekonomi, sistem Islam akan mampu menyejahterakan setiap individu, bukan hanya mereka yang memiliki modal. Oleh karena itu, pada sistem ini tidak akan tercipta kemiskinan dan gap sosial. Sumber daya alam akan dikelola langsung oleh pemerintah bukan oleh pihak swasta atau asing. Hasil sumber daya alam akan digunakan dalam menyediakan layanan publik dan memenuhi kebutuhan pokok secara gratis dan layak.
Begitu pun dalam sistem pergaulan. Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, pemisahan interaksi antara keduanya dalam situasi dan kondisi tertentu bertujuan untuk memuliakan dan menjaga kehormatan satu sama lain. Hal ini akan menjadi benteng penghalang bagi berkembangnya budaya free sex, penyimpangan seksual, dan kasus incest.
Selain itu, media pun tidak luput dari perhatian pemerintah. Pemerintah akan mengatur sedemikian rupa, agar media menjadi sarana dalam menciptakan suasana religius, menumbuhkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, keimanan dan ketakwaan ini memiliki peranan penting karena dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku individu dalam menjalankan kehidupan berkeluarga.
Paradigma pernikahan dalam Islam adalah ibadah. Hal ini akan memotivasi seseorang menjalani rumah tangga dengan tujuan ibadah, bukan hanya sekadar melestarikan generasi dan memenuhi hawa nafsu. Suami dan isteri akan memahami hak dan kewajiban masing-masing dengan baik. Mereka tidak hanya harmonis di kala bahagia, tetapi mereka juga akan berusaha mengurai masalah yang hadir sesuai solusi Islam.
Selain itu, ikatan keluarga dalam Islam menggambarkan sebuah perjanjian yang teguh (mitsaqan ghaliza) dan sakral. Mereka akan mampu mengarungi badai rumah tangga bersama-sama. Sebab dibangun atas dasar keimanan bukan manfaat. Karena jika dibangun atas dasar manfaat, maka hubungan yang terjadi tidak ubahnya seperti hubungan muamalah biasa, yang rapuh dikala tidak lagi memberikan manfaat, bisa karam kapan saja dengan alasan apa pun.
Maka tak heran, keluarga dalam Islam akan memiliki ketahanan yang tangguh, yang mampu menciptakan suasana keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dan mampu memberi jaminan perlindungan. Ketika suasana ini telah tercipta, maka secara otomatis KDRT dapat ditangkal dengan mudah.
Wallahualam bisshawab
Via
Opini
Posting Komentar