Opini
Masyarakat Harus Melek Politik
Oleh: Santi Salsabila
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis Indramayu)
TanahRibathMedia.Com—Bicara soal politik, belum semua memiliki frekuensi yang sama. Ada yang antipati dan memandangnya sebagai perkara yang 'kotor'. Apalagi jika dikaitkan dengan agama, seakan yang satu putih dan yang satunya lagi hitam, sehingga tak layak untuk disandingkan apalagi disatukan. Stigma negatif tentang tidak bolehnya agama ikut campur dalam urusan politik, membuat orang-orang yang cenderung religius merasa untuk enggan ikut berpolitik dan lebih memilih menghindarinya.
Sebagian lain menganggap politik sebagai sebuah hal yang tabu dan seolah sesuatu yang tidak perlu untuk diketahui. Atau malah menjadi 'illfeel' sebab terlalu sering patah hati dengan praktik politik yang saat ini tengah berlangsung. Sehingga makin jauhlah jarak yang tercipta antara masyarakat dengan kesadaran berpolitik. Benarkah politik sedemikian tak menariknya bahkan dipandang sebelah mata?
Seorang cendikiawan Brasil, Paulo Freire mengatakan, "makin rendah kesadaran politik rakyat, makin mudah dimanipulasi oleh mereka yang tak ingin kehilangan kekuasaannya."
Kemudian ada Berthold Brecht, seorang penyair dan penulis naskah drama dari Jerman mengatakan, "buta terburuk adalah buta politik, orang yang buta politik tak sadar biaya hidup, harga makanan, harga rumah dll, bergantung pada keputusan politik. Orang yang bangga bahwa ia anti-politik, sungguh bodoh dia, karena tak mau tahu politik maka ada banyak pelacuran, anak terlantar, hingga korupsi."
Ternyata ada sebuah skenario besar dalam penggiringan opini publik. Jika dua tokoh besar di atas mengingatkan tentang pentingnya kesadaran politik, maka ada hal yang perlu diluruskan kembali.
Hakikat Politik
Sejatinya publik hanya mengambil definisi dari fakta yang terindra. Dinamika politik praktis saat ini menjadi parameter penilaian. Sudah menjadi rahasia bersama, dalam sistem fasad saat ini, dunia politik dijadikan sebagai ajang adu nyali untuk saling terjang, sikut, dan menjatuhkan. Tak ada teman atau lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Politik saat ini diwarnai oleh berbagai hasrat untuk mendapatkan materi atau kesenangan duniawi. Perlombaan di dalamnya seputar dominasi kekuasaan, dan demi pundi-pundi uang.
Padahal, jika kita berani membuka lembar demi lembar tsaqofah Islam, kita akan sadar, betapa jauh makna politik digeser dan dikaburkan dari hakikat sebenarnya. Di dalam khazanah keilmuan Islam, politik dikenal dengan istilah 'as-siyasah' yang akar katanya dari sâsa–yasûsu–siyâsat[an], artinya mengatur, memimpin, memelihara dan mengurus suatu urusan’.
Namun, politik di sini dimaknai sebagai cara penguasa untuk me-riayah (mengurusi) segala hajat/kebutuhan/urusan dari rakyat dengan aturan-aturan dari Islam. Jelas sekali, dalam hal ini konteksnya kepentingan rakyat, dalam frame: ketaatan.
Maksudnya, berpolitik artinya berpikir untuk menolong, mengakomodir, dan memerdulikan semua hal terkait yang dibutuhkan oleh rakyat dengan tata aturan dari Allah. Di sisi lain rakyat pun turut berpolitik, dengan cara melakukan pengawasan, koreksi, serta meluruskan jika nampak adanya penyimpangan dari syariat (hukum Islam). Sehingga pelaku politik bukan hanya penguasa tapi juga rakyat. Dan keduanya berjalan dalam koridor ketaatan kepada Allah (karena berpegang pada hukum Allah). Inilah poin penting yang perlu untuk diluruskan dan dikembalikan pada "rel" nya, jangan sampai digeser lagi.
Karenanya politik yang diemban oleh negara, dan agama merupakan satu paket yang harusnya berjalan beriringan. Imam al-Ghazali pernah mengatakan: “Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar (pondasi), sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa pondasi akan runtuh, dan pondasi tanpa penjaganya akan hilang.”
Agama Islam hadir bertujuan untuk mengangkat peradaban manusia menuju keluhuran/ketinggian. Caranya adalah dengan politik tadi. Jadi politik bukan soal berebut kekuasaan, tapi soal bagaimana bisa menyelesaikan urusan umat/rakyat, sehingga tercapailah kesejahteraan.
Bahaya Rendahnya Kesadaran Politik
Kurangnya edukasi masyarakat tentang pentingnya memahami politik dapat membuat masyarakat cenderung hanya menjadi penonton dari kesemena-menaan pemerintah dalam membuat aturan. Dan anehnya banyak masyarakat yang awam politik merasa baik-baik saja atas hal tersebut.
Sehingga menyebabkan apa yang akhirnya menimpa mereka seperti kemiskinan, ketimpangan sosial yang begitu jauh, dan penderitaan masyarakat lainnya dianggap sebuah takdir yang harusnya diterima tanpa mempertanyakan peran negara. Padahal jika kita teliti lebih jauh, kita akan mendapati segala permasalahan yang menimpa mereka adalah akibat dari regulasi pemerintah yang mengabaikan kepentingan masyarakat menengah ke bawah.
Edukasi Politik ala Islam
Seperti yang dipaparkan di atas bahwa agama dan politik tidak boleh dipisahkan dan harus senantiasa berjalan beriringan, karena politik membutuhkan agama agar tidak berjalan semena-mena. Sebaliknya agama pun hanya akan terterap sebagian saja, tanpa adanya politik (kekuasaan atasnya).
Edukasi politik -yang benar sesuai definisi Islam- kepada masyarakat, harusnya lebih banyak dilakukan oleh para ustaz, ulama, kiayi, dan orang-orang yang paham agama. Karena edukasi politik yang disampaikan oleh orang yang paham agama, akan sangat jauh berbeda daripada dilakukan oleh selainnya. Karena terbebas dari kepentingan apapun, hanya satu tujuannya yakni ketakwaan, atau landasan spiritual.
Edukasi politik yang dibarengi dengan pemahaman agama, akan menjadikan halal-haram atau rida Allah sebagai acuan, dan lebih cenderung memikirkan bagaimana untuk menghasilkan kemaslahatan bagi umat. Tapi edukasi politik yang tidak dibarengi dengan pemahaman agama alias sekuler, akan menghasilkan orang-orang yang cenderung mempertimbangkan untung dan rugi bagi dirinya sendiri. Pada akhirnya, pandangannya terhadap regulasi pemerintah adalah selama tidak merugikan dirinya maka tidak masalah, tapi jika merugikan dirinya maka bermasalah. Tanpa memikirkan apakah regulasi dan setiap kebijakan, memberikan kemaslahatan bagi umat atau tidak, dan tanpa memikirkan apakah benar atau salah dalam prespektif agama (sesuai syariat).
Tentu yang dimaksud agama di sini adalah Islam, karena Islam adalah satu-satunya agama sekaligus ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan bertetangga sampai kehidupan bernegara. Islam adalah satu-satunya agama, yang memiliki solusi atas segala permasalahan yang terjadi, baik permasalahan antargolongan maupun permasalahan negara. Dan solusi yang ditawarkan Islam bukanlah solusi pragmatis melainkan solusi tuntas sampai dengan akar masalahnya.
Oleh karenanya edukasi politik ala Islam harus gencar dilakukan kepada masyarakat, level bawah pun level atas. Demi tercerdaskannya bangsa dalam melihat situasi politik negerinya. Dan semakin banyak masyarakat yang melek politik dan melek agama maka semakin dekat kepada datangnya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Bukan hanya di dunia, bahkan sampai ke akhirat.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar