Opini
Pajak THR Rakyat Menjerit
Oleh: Anggi Dwi Jayanti, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah himpitan ekonomi masyarakat yang lemah. Serta harga kebutuhan hidup yang meningkat, masyarakat malah dibuat resah dengan kebijakan penarikan pajak THR (Tunjangan Hari Raya) yang tinggi bagi pekerja swasta.
Pembagian THR adalah hal yang paling dinantikan oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun hal tersebut justru membuat pekerja swasta menjerit lantaran pajak THR yang besar.
Pemerintah mengeluarkan wacana berupa Pajak Tunjangan Hari Raya (THR). Pajak tersebut hanya dikenakan pada karyawan swasta. Sedangkan pekerja negeri atau yang bergelar PNS pajaknya ditanggung negara. Bagi pegawai swasta tersebut dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai Pasal 21. Pemotongan pajak tersebut dilakukan langsung oleh perusahaan kemudian diserahkan langsung ke kas negara. Dimana pemotongan pajak dilakukan dengan metode TER (Tarif Efektif Rata-rata).
Sebagaimana yang tercantum dalam buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP).
Adapun penghasilan yang dipotong PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, yang bersifat teratur dan tidak teratur berdasarkan pengaturan Kemenkeu RI. Penghasilan yang dikenai pajak tersebut berupa, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Termasuk bonus, tunjangan hari raya.
Terkait pembayaran pajak yang tinggi tersebut dibantah oleh Dwi Astutu selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Kementerian Keuangan. Ia menyatakan bahwa tidak ada perubahan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Ia memastikan bahwa penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Hal ini, menurutnya, karena tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari sampai November.
Skema pajak yang baru dibuat untuk menambah beban rakyat. Karena pemotongan pajak terhadap bonus, THR, dan tambahan penghasilan lainnya. Negara seharusnya menjadi ri'ayah atas urusan rakyat malah menjadi beban bagi rakyat. Slogan demokrasi yang menyatakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi slogan semata. Faktanya malah negara menjadikan rakyat sebagai sasaran empuk untuk meraup keuntungan bagi para penguasa, pengusaha dan korporat. Mirisnya, hidup di dalam ranah yang atur oleh sistem kapitalisme rakyat bagaikan sapi perah bagi kaum kapitalis.
Dalam negara kapitalisme, pajak adalah salah satu sumber pemasukan negara. Bahkan apa saja bisa ditetapkan pajaknya. Nyawa pun nantinya akan dikenakan pajak oleh negara. Negara kapitalisme hanya memikirkan kepentingan segelintir orang, termasuk yang bergelut dalam ranah pemerintahan. Hal ini semakin menggambarkan bahwa kehadiran negara bukanlah sebagai payung bagi rakyatnya melainkan jembatan bagi kaum kapitalis beserta antek-anteknya.
Tentu sistem negara kapitalisme sangat jauh berbeda dengan sistem dalam negara Islam. Islam memiliki sumber pemasukan yang bermacam-macam, diantaranya diperoleh dari kharaj, jizyah, ghanimah, dan fa'i. Di mana pemasukan-pemasukan tersebut akan dikumpulkan di Baitulmal dan hasilnya akan digunakan untuk pemenuhan hajat hidup masyarakat. Semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam menerima pengurusan dari negara. Baik masyarakat yang statusnya miskin ataupun kaya, semuanya diberikan secara gratis untuk menikmati fasilitas umum yang dikelola oleh negara. Begitupun dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya semua itu tidak luput dari perhatian negara.
Pajak adalah pilihan terakhir yang dilakukan negara untuk mengumpulkan dana, dalam kondisi khusus. Apabila baitulmal benar-benar mengalami kekosongan baik dari fa'i, kharaj, ghanimah dan jizyah. Maka negara akan mengambil pajak dari masyarakat. Itupun hanya diambil dari rakyat yang kaya yang telah terpenuhi kebutuhan asasiyah atau mendasarnya dan kamaliyahnya. Negara yang mengadopsi sistem Islam sangat memperhatikan dalam mengeluarkan sebuah kebijakan bagi rakyatnya dan tidak akan mengeluarkan kebijakan yang akan menzalimi rakyatnya.
Demikianlah kebijakan yang dilakukan oleh negara yang mengadopsi sistem Islam. Kebijakannya hanya untuk melahirkan solusi tanpa menebarkan polusi atau kesengsaraan bagi rakyatnya. Oleh karena itu, apapun masalah yang dihadapi oleh umat saat ini solusi satu-satunya adalah penegakan Islam secara kafah dalam institusi negara.
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar