Opini
Pupuk Langka, Petani Berduka
Oleh : Ilvia Nurhuri
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lagi dan lagi kesulitan dirasakan kembali oleh petani. Para petani saat ini mengaku kesulitan dalam memenuhi pupuk. Pemerintah rupanya sudah menambahkan alokasi pupuk subsidi dari 4,7 ton menjadi 9,55 ton, tetap saja para petani masih mengalami kesulitan untuk mendapatkannya.
Selain itu, proses untuk mendapatkan pupuk subsidi saat ini menyulitkan para petani (Kontan.co.id, 18-04-2024).
Hal tersebut dibuktikan dengan fakta bahwa petani hanya bisa memperoleh pupuk subsidi dari KPL (Kios Pupuk Lapak) yang resmi di wilayah mereka, dengan syarat bahwa hanya petani yang terdaftar dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang berhak membelinya (Antaranews.com, 20-04-2024).
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, petani harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, petani harus menjadi anggota kelompok tani dan terdaftar dalam (Simluhtan) Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian. Kemudian, luas tanah yang diolah oleh petani tidak boleh melebihi dua hektar dan harus memiliki serta menggunakan kartu tani sesuai dengan ketentuan daerah setempat. Selain itu, para petani hanya diizinkan menanam komoditas tertentu seperti padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, tebu rakyat, dan kakao (Antaranews.com, 20-04-2024).
Masalah tidak berhenti disitu, petani juga dihadapkan dengan harga pupuk subsidi yang tinggi bahkan tak jarang mendapatkan di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Berkaitan dengan hal tersebut, dikutip dari (Radar Bojonegoro, 20-04-2024) rupanya kesulitan petani dalam mendapatkan pupuk dan mahalnya harga diduga ada mafia pupuk.
Selain itu, Presiden Joko Widodo pada saat peresmian Pabrik Amonium Nitrat di Bontang, Kalimatan Timur mengatakan bahwa bahan baku pupuk masih diimpor. Salah satu yang diimpor adalah Amonium Nitrat dengan jumlah yang mencapai 21% dari total kebutuhan industri. Joko Widodo juga mengungkap bahwa Indonesia belum mandiri dalam memproduksi pupuk (Kompas.com, 29-02-2024).
Melihat fakta yang ada, masalah pupuk yang berulang kali terjadi nyatanya masih sulit untuk diatasi. Dengan berulangnya masalah pupuk seolah-olah rakyat dan petani menjadi terbiasa dan maklum. Di sisi lain, petani tentunya berduka atas permasalahan tersebut karena pupuk sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan hasil pertanian mereka.
Dengan langka dan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi, petani diharuskan untuk membeli pupuk nonsubsisi dengan harga yang mahal. Seharusnya penyediaan pupuk merupakan wujud nyata bahwa negara hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun kenyaatannya justru terbalik, subsidi pupuk jutsru makin berkurang.
Sekilas memang pemerintah melakukan berbagai upaya penyelesaian, namun tak kunjung menyelesaikan permasalahan. Melihat fakta yang dipaparkan oleh presiden menggambarkan ketergantungan industri pupuk pada impor bahan baku. Untuk mengatasi hal ini, penting untuk membangun kemandirian dalam industri pupuk, bukan hanya bergantung pada pengusaha yang mengimpor bahan baku pupuk untuk diolah dan dijual dengan harga tinggi kepada petani. Hubungan antara pengusaha dan petani seringkali hanya didasarkan pada keuntungan semata, karena motif utama pengusaha adalah mencari keuntungan yang maksimal. Selain itu, fakta menunjukkan hanya petani yang menanam dengan komoditas tertentu yang bisa memperoleh pupuk subsidi. Hal itu membuktikan bahwa petani yang menanam diluar komoditas tersebut tidak akan mendapatkan pupuk subsidi. Selain itu, hanya petani yang tergabung menjadi anggota kelompok tani yang bisa mendapatkan pupuk subsidi. Pemerintah tampaknya pilih-pilih, padahal baik tani ataupun bukan semuanya adalah warga Indonesia yang berhak untuk mendapatkan hak yang sama.
Masalah pupuk saat ini nyatanya memang muncul dari sistem kapitalisme, pengusaha berperan sebagai makelar yang hanya menghubungkan antara konsumen dengan produsen barang. Seharusnya, pemerintah bertindak sebagai pengelola dan penanggung jawab terhadap urusan rakyat, termasuk dalam hal distribusi pupuk.
Dengan posisi sebagai pengelola dan penanggung jawab, negara dapat menjamin ketersediaan pupuk bagi petani. Ketika terjadi kendala dalam pasokan bahan baku, negara dapat memobilisasi peneliti untuk mencari alternatif bahan baku atau mencari alternatif pupuk lain yang bisa digunakan petani untuk meningkatkan hasil pertanian. Dengan demikian, hasil pertanian tetap dapat dioptimalkan karena ketersediaan pupuk terjaga secara berkelanjutan.
Sistem kapitalisme saat ini tidak sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Nyatanya, masalah pupuk yang hanya satu dari sekian banyak permasalahan tidak teratasi. Permasalahan pupuk membuktikan para penguasa yang masih menggunakan sistem kae8r2ui5p1pitalisme terbukti belum bisa mengurusi urusan petani dan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam, di mana aturan dalam sistem ini memiliki tata aturan yang komprehensif dalam mengatur urusan negara termasuk mengatur pendistribusian pupuk. Dalam sistem Islam, negara akan memfasilitasi produksi dan distribusi pupuk agar sektor pertanian dapat berjalan dengan optimal. Keberadaan pupuk akan dijamin demi mendukung intensifikasi pertanian. Negara juga akan membatasi kuota impor pupuk hanya saat dibutuhkan, bukan untuk tujuan rente semata. Dalam sistem Islam, negara sangat memahami bahwa impor pupuk bukanlah solusi utama dalam menjaga ketahanan pangan. Islam menunjukkan bahwa kemandirian pangan adalah paradigma utama dalam memenuhi kebutuhan pangan, karena pangan merupakan kebutuhan asasi masyarakat.
Selain itu, dalam sistem Islam negara akan menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk memberdayakan pertanian dalam negeri secara luas dan komprehensif. Para ahli pertanian akan mendapat dukungan keuangan untuk melakukan riset guna menghasilkan benih tanaman unggul, serta riset terkait berbagai jenis pupuk dan obat-obatan pertanian, serta akan menjamin distribusi hasil riset tersebut agar sampai ke tangan petani, dengan tujuan menghindari adanya kesenjangan dan diskriminasi di kalangan para petani.
Alhasil, untuk menyelesaikan permasalahan pupuk saat ini adalah dengan kembali kepada sistem Islam yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.
Wallahualam.
Via
Opini
Posting Komentar