Opini
Biaya UKT Melangit, Mahasiswa Menjerit
Oleh: Salsabila Isfa Ayu Komalasari
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Sejumlah kampus Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia mengalami kenaikan biaya UKT atau Uang Kuliah Tunggal. Setidaknya ada 10 perguruan tinggi yang telah mengumumkan kenaikan biaya UKT atau penambahan golongan UKT tahun 2024.
Dinamika ini akhirnya memicu protes mahasiswa di beberapa kampus, termasuk Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Surakarta (UNS), Universitas Negeri Riau (UNRI), hingga Universitas Sumatera Utara (USU). Aksi protes ini dilakukan karena kenaikan biaya UKT yang dinilai tidak manusiawi, mencapai 3-5 kali lipat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie akhirnya angkat suara, merespon gelombang kritik dan protes mahasiswa terkait polemik kenaikan biaya UKT. Tjijik menyebut biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, ia juga menyebut bahwa masuk ke perguruan tinggi bukanlah pendidikan yang wajib seperti wajib belajar 12 tahun dari SD, SMP, hingga SMA. Menurutnya, masuk perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang sifatnya hanyalah pilihan.
Sungguh merana nasib mahasiswa, calon mahasiswa. Bagi mahasiswa dengan kondisi menengah ke bawah, tingginya biaya kuliah tentu akan sangat mengganggu fokus belajar mereka. Mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja paruh waktu untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup hingga baiaya perkuliahan. Kenaikan biaya UKT akan menjadi beban mental sekaligus fisik bagi mereka, bahkan sangat berpotensi menambah daftar panjang mahasiswa yang terjerat pinjol, depresi bahkan bunuh diri.
Jika ditarik lebih jauh lagi, kenaikan biaya UKT akan makin mengancam kualitas generasi muda. Tingginya biaya UKT ditambah adanya statement yang menilai bahwa perguruan tinggi adalah pendidikan yang bersifat tersier, seolah hanya orang-orang kaya yang memiliki kesempatan luas untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Sedangkan bagi orang orang dengan kondisi ekonomi di bawah rata rata akan makin sulit untuk mengakses pendidikan. Hal ini akan berdampak pada patahnya cita-cita generasi muda untuk menuntut ilmu.
Menurunnya kualitas generasi akibat akses pendidikan yang makin dipersempit oleh mahalnya biaya pendidikan, lebih jauh lagi akan berdampak pada rendahnya kulitas kehidupan di dalam masyarakat. Kualitas kehidupan dan cara pandang seseorang yang menempuh pendidikan tinggi, dengan yang tidak menempuh pendidikan tinggi tentu akan sangat berbeda.
Ironi. Itulah realitas pendidikan hari in, yang tidak terlepas dari konsekuensi penerapan UU No. 12 tahun 2012 yakni Perguruan Tinggi berbadan hukum atau PTN BH. Kebanyakan perguruan tinggi yang menaikan biaya UKT ialah kampus yang telah menyandang status PTN BH. Beberapa kampus juga negeri berupaya menyandang status tersebut. Institusi kampus dengan Badan Hukum atau PTN BH berarti kampus tersebut memiliki hak otonomi yang lebih luas, termasuk berhak mengatur tata kelola keuangan pribadi institusinya tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Seperti menentukan tarif dan standar biaya sendiri dengan alasan pengembangan.
Jika lebih dikupas dan ditelisik lagi hal ini justru seperti menguntungkan pihak tertentu, di satu sisi juga makin menjadikan pemerintah berlepas tangan akan pendidikan warga negaranya. Keputusan pemerintah dalam meliberalisasi pendidikan perguruan tinggi juga tidak terlepas dari keterlibatan Indonesia pada tahun 1995 dalam salah satu organisasi WTO. Konsekuensinya adalah meretifikasi GATT, di mana salah satu isinya adalah bertujuan untuk menkomersialisasi layanan publik atau sektor publik berupa perguruan tinggi.
Level yang lebih tinggi lagi, dinamika tersebut adalah konsekuensi dari nilai nilai kehidupan yang fundamental yang diterapkan oleh peradaban manusia hari ini. Nilai-nilai kehidupan ini berasal dari sebuah paradigma ideologi kapitalisme-sekularisme, yang turunannya berupa kebijakan atau produk undang-undang. Karut- marutnya sistem pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan hari ini hanyalah dampak yang bisa kita rasakan hari ini.
Kebijakan PTN BH dan kurikulum merdeka belajar adalah salah satu bukti nyata paket komplit untuk akhirnya bertujuan meliberalisasi pendidikan, mengkapitalisasi pendidikan, dan menjadikan pendidikan adalah komoditas yang dapat diperjualbelikan.
Maka mempertahankan kerangka skema PTN BH plus dengan kurikulum merdeka sama saja mempertahankan skema tujuan pendidikan hari ini yang nuansa atmosfernya adalah untuk mencetak tenaga kerja. Paradigma seperti inilah yang terapkan secara sistematis, hingga melahirkan generasi generasi muda yang memiliki cita cita pragmatis, sebatas ingin bekerja di perusahaan ternama dengan gaji fantastis misalnya.
Masalah kenaikan biaya UKT nyatanya adalah masalah fundamental akibat penerapan sistem kufur dalam berkehidupan yakni ideologi kapitalisme-sekulerisme.
Oleh karena itu, solusinya hanya dengan mengganti sistem kufur dengan sistem yang sahih yakni Ideologi Islam. Hanya Islamlah yang memiliki aturan yang komprehensif dan menyeluruh. Di dalam Islam pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat, yang menjadi tanggung jawab penuh bagi negara. Negara tidak boleh berlepas tangan dan menyerahkan pembiayaan pada swasta atau dibebankan kepada rakyat seperti hari ini. Pemerintah wajib menjamin agar setiap rakyatnya dapat menyenyam pendidikan tanpa membayar dengan biaya yang sangat mahal.
Via
Opini
Posting Komentar