Opini
Bullying, Menjadi Tren Tiada Akhir
Oleh: Syiria Sholikhah
(Mahasiswi Universitas Indonesia)
TanahRibathMedia.Com—Berita bullying nampak seperti makanan sehari-hari yang selalu muncul menjadi trending topik berita. Setelah sebelumnya viral pembully-an di sekolah oleh anak-anak remaja bangku SMA yang dikenal dengan geng t41, kini terjadi kembali pada anak yang masih duduk di bangku SD.
Bullying tidak hanya menjadi tren masa kini, melainkan selalu terjadi dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman. Seolah seperti tidak ada akarnya atau seperti rumput yang ketika dicabut akan muncul kembali.
Pembully-an atau perundungan kerap terjadi di masyarakat, mulai dari anak-anak belia hingga orang dewasa, mulai dari perundungan secara lisan hingga fisik dan tidak sedikit yang berujung pada kematian. Pelaku perundungan bukan hanya orang-orang kelas berpendidikan rendah melainkan juga dilakukan oleh beberapa orang yang terlihat seperti berpendidikan atau bisa kita sebut pelajar mulai dari kalangan masyarakat ekonomi atas bahkan kelas bawah, mulai dari orang biasa hingga publik figure (yang menjadi contoh masyarakat).
Kasus perundungan telah menjadi perhatian khusus namun seolah terabaikan, penyelesaian masalah yang dilakukan pun beragam mulai dari berdamai secara keluarga hingga masuk ranah hukum dan diselesaikan oleh pihak kepolisian sebagai wakil dari negara dalam hal keamanan. Namun apakah lantas hal ini kemudian menjadi tidak terulang kembali meskipun negara sudah turut andil dalam penanganan beberapa kasus perundungan ?
Faktanya pihak kepolisian tidak hanya sekali atau dua kali mendapatkan laporan atas kasus perundungan, lantas kenapa negara harus berulang kali menghukum para pelaku perundungan? Apakah hukuman yang dilakukan oleh negara kepada para pelaku perundungan tidak membuat orang lain berpikir ribuan kali karena takut untuk melakukan perundungan dengan melihat contoh hukuman para pelaku?
Siapapun bisa melakukan bullying dengan bebas tanpa rasa takut, bagi mereka yang merasa memiliki otoritas, merasa memiliki tendensi ataupun merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan. Mudah bagi mereka melakukannya karena seperti yang dapat kita saksikan bagaimana mereka dapat melepaskan diri dari hukuman ataupun dihukum tanpa ada rasa sedikitpun penyesalan. Lalu bagaimana dengan korban? Apakah mereka merasa adil dengan apa yang mereka peroleh dan pelaku peroleh? Lantas bagaimana pula dengan keluarga/ kerabat korban yang ditinggalkan (korban meninggal) hanya ada deraian air mata kekecewaan, amarah dan tanpa mendapatkan keadilan, mereka tidak memiliki kuasa atas hukum yang dibuat oleh segelintir manusia yang duduk di kursi dan segelas kopi hangat.
Tidak ada keadilan bagi korban, tidak ada efek jera bagi pelaku, dan tidak ada rasa takut bagi manusia jahat yang lain, serta tidak ada rasa aman bagi mereka yang merasa lemah dan tertindas. Kepada siapa mereka seharusnya berlindung? Pemerintah? Hukum? Atau pasrah menerima takdir?
Tindak perundungan dan bahkan bukan hanya kejahatan bullying ini saja, yang memiliki titik lemah pada hukuman sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan tidak pula memberikan rasa takut kepada orang jahat yang lain. Hukum yang tumpul mudah diperjual belikan menjadi faktor utama kejahatan merajalela, hukuman yang tidak sebanding alias tidak ada nilai keadilan menjadi motivasi bagi para pelaku kejahatan untuk melaksanakan aksinya karena mereka meyakini bahwa mereka masih akan dapat melakukannya lagi dan lagi dengan tenang karena hukuman hanya kurungan dan di dalam kurungan pun diberi makan, tidak masalah bagi mereka yang sudah dikuasai oleh dendam dan amarah.
Kita sama-sama melihat bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan tidaklah adil dan tidak menjadi solusi untuk menangani kasus kejahatan dalam hal ini misalnya adalah bullying. Berlindung di balik UU Perlindungan Anak inilah juga menjadi sebab kasus perundungan anak di bawah umur semakin tinggi dan mereka tidak takut dan tidak malu untuk melakukannya bahkan jika ditonton oleh seluruh manusia di segala penjuru. Tidak semua masyarakat akan menjadi bagian oposisi, ada sebagian yang membela dengan dalih UU Perlindungan Anak.
Sementara lain, usia anak di bawah umur terus di perbarui, tidak ada ketetapan pasti usia yang menyebutkannya sebagai kategori anak-anak, remaja, dan dewasa. Ketetapan ini sangat berbeda dengan ketetapan yang ditetapkan oleh agama, kapan ia disebut anak-anak, remaja, dan dewasa bahkan lansia jelas disebutkan bukan dengan menyebutkan usia belaka. Satu-satunya hukum yang tidak tumpul dan memberikan keadilan bagi seluruh manusia dan yang pasti tidak akan dapat diperjual belikan adalah hukum Allah Tuhan Semesta Alam.
Kenapa perundungan masih saja terjadi? Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hukum yang bobrok buah dari kebusukan sistem kapitalis yang mengedepankan asas kebebasan dalam segala tindakan dengan dalih HAM, faktanya HAM yang mereka elu-elukan sering sekali melanggar HAM orang lain. Pada akhirnya HAM bukanlah sebuah solusi atas kebebasan berekspresi.
Kasus perundungan seperti yang telah dijelaskan, tidak semua masyarakat mengecam, ada pula yang membela, seharusnya masyarakat menjadi tameng dari tindak kejahatan di sekitar yang seharusnya dapat dicegah, sikap acuh-tak acuh, pendidikan sejak dini yang tidak menanamkan akidah dan ketakwaan yang kuat, keluarga yang tidak memperhatikan anak-anak karena sibuk bekerja di luar rumah sehingga anak-anak terabaikan dan kurang kasih sayang sehingga melampiaskannya kepada orang lain, bebasnya media sosial yang dapat diakses oleh siapapun sehingga tontonan kejahatan yang tidak tersaring oleh pemerintah dapat ditonton oleh anak-anak dan di praktikkan di kehidupan nyata. Semua ini adalah dampak dari sistem kapitalis yang memberi kebebasan dalam segala lini dan tidak peduli dengan kehidupan masyarakat, sistem kapitalis memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia menjadi sangat bebas tanpa adanya batasan-batasan aturan sebagaimana diatur dalam agama.
Sangat jelas kerusakan yang terjadi adalah bukan pada cabang melainkan kerusakan secara struktural secara sistem, mesin yang usang ini sudah saatnya diganti dengan mesin yang baru. Mesin yang pernah digunakan selama berabad-abad lalu tanpa kebobrokan pada mesinnya, yakni mesin Islam, sistem Islam. Ideologi yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang mengatur segala lini kehidupan, memberi batasan-batasan yang terbaik untuk manusia, mesin ini bukanlah mesin baru sehingga kita harus menjadi media uji coba. Melainkan pernah diterapkan selama tidak kurang dari 13 abad, adakah mesin yang lebih lama dari itu? Yang memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi semua masyarakat baik Islam maupun non Islam yang berada di bawah kepemimpinannya? Sistem yang menjelaskan secara detail hal yang haram dan yang halal. Sistem yang mengajarkan bagaimana mendidik individu masyarakat yang taat sejak dini, sistem yang memiliki hukuman atau sanksi yang memberikan efek jera dan memberikan keadilan.
Negara yang menjadikan agama sebagai peraturan kehidupan akan memiliki rakyat yang patuh dan tidak berbuat kerusakan ataupun kejahatan, meskipun ada bisa dihitung dengan jari. Para pelaku kejahatan akan mendapatkan sanksi tegas yang akan memberikan efek jera dan memberikan rasa takut pada yang lain, juga sebagai penebus dosa atas yang mereka lakukan. Sebagaimana yang kita kenal sebagai hukum qishas. Sistem khil4f4hlah yang akan memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh masyarakat dari tindak kejahatan.[]
Via
Opini
Posting Komentar