Opini
Dunia Diambang Krisis Pangan, Apa Solusi dalam Al-Qur'an?
Oleh : Suci Hardiana Idrus
(Aktivis Muslimah Gresik)
TanahRibathMedia.Com—Melansir dari laman kementrian.pertanian.go.id, pada 19 Agustus 2022, Ada 107 negara terdampak krisis, sebagian di antaranya diperkirakan jatuh bangkrut. Diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan hingga kelaparan.
Ketahanan pangan dari tahun ke tahun makin menurun hingga berdampak krisis dalam waktu 2 tahun sejak situasi perang antara Rusia dan Ukraina. Sejauh ini Rusia dan Ukraina memiliki posisi yang cukup penting dalam rantai pasok pangan maupun energi global. Seiring melemahnya ketahanan pangan global, lonjakan harga sampai kini tidak dapat dihindari dan belum stabil akibat perang dua negara tersebut.
Saat ini, tak hanya persoalan perang yang menyebabkan krisis. Banyak penyebab krisis pangan global ini terjadi, khususnya jika berbicara tentang Indonesia. Yaitu banyaknya lahan pertanian yang dijual kemudian beralih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, jalan tol, dan infrastruktur lainnya. Karena lahan pertanian makin menyusut, oleh karena itu produksi pertanian juga ikut turun.
Melansir dari laman resmi MPR.go.id pada tanggal 5 Mei 2021, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan memperingatkan Pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam pengelolaan lahan pertanian di Indonesia. Pasalnya, lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami pengurangan luasan yang signifikan dan berpotensi mempengaruhi pangan di Indonesia.
Memang, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional menyebutkan, terjadi pengurangan luasan lahan pertanian yang cukup besar. Lahan pertanian di Indonesia berkurang hingga 287 ribu hektar selama tujuh tahun terakhir sehingga menjadi kendala dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Perubahan iklim dan cuaca ekstrim sangat mempengaruhi tingkat gagal panen maupun ketersediaan pangan. Di Indonesia sendiri, kemarau ekstrem diprediksi menyebabkan produksi beras nasional susut sekitar 1,2 juta ton. Harga beras berulang kali cetak rekor, diikuti harga gula dan cabai.
Krisis pangan maupun ekonomi secara global bukan lagi suatu ancaman, melainkan ia sudah di depan mata.
Dalam buku “The Origin Of Capitalism” karya Ellen Meiksins Wood, muncul pemaparan terkait sejarah kapitalisme dan kaitannya dengan pangan. Di mana adanya kondisi prasyarat kapitalisme yakni perubahan sistem kepemilikan tanah membuka ironi tersendiri khususnya dalam sektor pertanian. Baginya, perubahan sistem kepemilikan tanah yang sebelumnya bersifat umum menjadi privat, berhasil melebarkan relasi eksploitasi. Hal ini dikarenakan kapitalisme mengharuskan para petani berproduksi terus-menerus demi adanya peningkatan produktivitas pertanian. Alhasil, eksploitasi pangan oleh para pemilik kepentingan melalui sistem permainan pasar semakin menjadi-jadi.
Kesejahteraan adalah persoalan utama bagi manusia. Dengan kesejahteraan manusia mampu memenuhi kebutuhan hajat hidup mereka, baik berupa materi, spiritual maupun sosial. Dengan kesejahteraan manusia dapat hidup dengan layak serta memiliki kualitas hidup yang baik.
Namun apa jadinya jika kesejahteraan hanyalah sebuah simbol dan pemanis bibir belaka? Kekacauan apa yang terjadi jika krisis sudah berdampak di mana-mana tanpa ada solusi tuntas dan benar. Maka peran pemerintah harus menghentikan sistem kapitalisme yang telah lama menjadi roda pemerintahan. Roda yang cacat tidak mampu berjalan dengan lancar untuk digunakan mencapai tujuan yang mulia, yakni menyejahterakan umat manusia.
Sebagaimana yang banyak diketahui, Islam tidak hanya dipandang sebagai agama, melainkan Islam itu sendiri dipandang sebagai solusi atas permasalahan kehidupan individu, sosial, maupun bernegara. Dalam hal krisis ketahanan pangan, Islam memberikan konsep dalam penyelesaian hal tersebut.
Menurut penuturan Dr. Ir. Syarif Husen M.P selaku Dosen Fakultas Pertanian dan Pertanian UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) bahwa, empat ayat dari surat Yusuf, yakni mulai ayat 46 hingga 49. Dalam ayat yang mengisahkan Nabi Yusuf tersebut, dijelaskan dengan gamblang bagaimana seharusnya menyikapi ketahanan dengan bijak. Nabi Yusuf dengan bantuan Allah Swt. sudah menjadi pelopor dan konseptor ulung terkait bagaimana membangun ketahanan pangan yang baik.
Ada tiga hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Pertama, meningkatkan produktivitas selagi masih ada lahan dan kesempatan. Kemudian bagaimana menyimpan bahan makanan yang didapat dengan benar. Tak lupa yang ketiga, yakni bagaimana pola konsumsi yang harus dijalankan. Tiga hal itu menjadi poin sederhana yang dampaknya luar biasa.
Islam mencatat prestasi gemilang mengenai krisis pangan yang tertera dalam Al-Qur’an surah Yusuf 43-49 yang mengisahkan tentang Nabi Yusuf dalam menangani krisis pangan di negara Mesir.
Dalam QS. Yusuf ayat 43-49 terdapat solusi yang diberikan Nabi Yusuf agar masyarakat terhindar dari sifat berfoya-foya atau hedonis. Moment krisis dijadikan sebagai momentum untuk belajar menahan diri dan berhemat dalam pangan. Dalam mencapai ketahanan pangan yang kuat, Nabi Yusuf juga menerapkan tiga strategi. Pertama, produksi masal pangan. Kedua, penyimpanan sebagian besar hasil produksi pertanian. Dan ketiga, kebijakan hidup hemat. Nabi Yusuf menerapkannya untuk menghadapi krisis tersebut.
Tiga strategi tersebut telah berhasil membawa Mesir menjadi negara yang memiliki ketahanan pangan yang kuat, bahkan menjadi negara yang mengekspor bahan pangan kepada negara-negara perserikatannya disaat mengalami paceklik yang sama.
Wallahu a'lam bishawwab...
Via
Opini
Posting Komentar