Opini
Hujan Datang, Banjir Kembali Menerjang
Oleh: Santi Salsabila
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Bencana banjir menjadi bencana musiman yang kerap terjadi dan menimpa beberapa daerah di Indonesia. Seperti banjir bandang dan lahar yang terjadi pada 12 Mei 2024 di Sumatera Barat. Daerah-daerah yang terkena banjir di antaranya: Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang. Terhitung sejak Kamis tercatat ada 67 korban meninggal dunia (BBC news indonesia, 16-05-2024).
Banjir serupa juga pernah terjadi sebelumnya di provinsi yang sama, tepatnya banjir dan longsor di Langgai, Gantiang Mudiak Utara Surantiah, Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada Selasa 13 Maret 2024. Bencana tersebut mengakibatkan 23 orang meninggal dunia (BBC news indonesia, 13-03-2024).
Terus berulangnya bencana banjir dengan banyak sekali korban jiwa, menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan selama ini belumlah maksimal atau bahkan belum pada solusi tepat untuk menyelesaikan masalah banjir. Media tak jarang memberitakan penyebab banjir adalah akibat curah hujan yang terlalu tinggi. Padahal hujan merupakan sunatullah yang hampir pasti datang dan selalu lewat jalan yang sama. Tapi, jika jalannya air hujan itu terhalang maka itulah yang mengakibatkan banjir tak bisa dihindarkan.
Sejatinya, terjadinya berbagai bencana ini sangat berkaitan dengan kebijakan bercorak kaputalistik. Titik tekannya ada pada nilai keuntungan secara materi. Seakan 'dipaksa' lupa untuk memikirkan dampak jangka panjangnya. Seperti kebijakan tentang alih fungsi tanah resapan menjadi pemukiman atau tempat wisata dengan mengatasnamakan upaya memajukan ekonomi.
Atau juga, kebijakan pemerintah yang memperbolehkan pihak swasta dalam negeri ataupun asing untuk mengeksploitasi hutan secara besar-besaran dengan mengatasnamakan investasi. Akibatnya alam tidak dapat bekerja secara optimal dan tanah tidak mampu menyerap air hujan secara maksimal. Inilah yang menyebabkan bencana banjir dan longsor.
Dalam sistem Islam kebijakan selalu menitik beratkan pada syariat dan kemaslahatan umat, baik itu untuk kemaslahatan manusia ataupun kemaslahatan alam. Seperti halnya manusia, alam juga membutuhkan haknya agar dapat bekerja secara optimal dan sesuai dengan fungsinya. Maka Islam memberikan hak itu.
Benarlah yang Allah firmankan dalam surat Ar-rum ayat 41, "Bahwa telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Beberapa upaya sistem Islam untuk mencegah dan menanggulangi banjir, seperti: membangun banyak bendungan, kanal, saluran air, sumur-sumur resapan, sungai buatan, perancangan tata kota yang baik, membuat regulasi yang ketat dan tidak sembarang memberikan izin bangunan ataupun pertambangan jika dampaknya dapat merusak lingkungan. Atau, malah tidak memberikan izin sama sekali kepada swasta untuk pengelolaan tambang milik umum. Demikian pula soal pembukaan lahan, dsb. Berikutnya pemberlakuan sanksi tegas tanpa tebang pilih bagi siapa saja yang melanggar. Karena regulasi ditegakkan berdasarkan dalil. Sehingga ada nilai spiritual yang mengikat seluruh elemen.
Jika setelah itu semua, bencana tetap terjadi, maka akan dilakukan muhasabah atau evaluasi. Seperti dahulu Umar bin Khattab ra. pernah bertanya kepada seluruh warga aulah Islam, adakah satu orang yang melakukan maksiat, sehingga terjadi gempa. Karena maksiat yang dilakukan oleh satu orang lalu didiamkan oleh yang lainnya, maka akan dapat memancing murka Allah dan azab yang diratakan kepada seluruh penduduk. Apalagi jika maksiat dilakukan oleh banyak orang, apalagi dilakukan oleh tataran negara.
Di samping itu, pada saat bencana terjadi, penguasa dengan sigap melakukan tindakan penyelamatan, dan menyediakan sarana dan prasarana yang baik bagi para korban, baik itu tempat kediaman sementara, beserta kebutuhan makan, air bersih, dan pakaian, termasuk penguatan dan pembinaan akidah. Supaya mampu menerima setiap qadha/ketetapan Allah dengan lapang dada.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, hujan deras tidak layak dikambinghitamkan setiap kali banjir melanda. Ada faktor kelalaian dari manusia terutama para pemilik kekuasaan atas kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan Allah. Sehingga akhirnya mengakibatkan banyak sekali bencana dan kerusakan alam. Bencana banjir juga menjadi peringatan untuk segera mengambil sikap terbaik, yakni kembali menjadikan hukum dan aturan Allah sebagai alat untuk mengelola negara dan kehidupan rakyatnya. Saatnya kita kembali ke jalan dan sistem yang benar.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar