Opini
Ironi Kelaparan di Negeri Kaya Sumber Daya Alam
Oleh: Mutiara Aini
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—"Tidak mengimaniku dengan sempurna orang yang bermalam dalam kondisi kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya dan ia mengetahuinya." (HR Ath-Thabarani dan Al-Bazzar).
Masalah perut selalu menjadi topik yang menarik diperbincangkan. Betapa tidak, kebutuhan perut menjadi salah satu kebutuhan vital bagi keberlangsungan hidup. Manusia rela melakukan apa saja demi memenuhi tuntutannya. Bahkan hal-hal prinsip pun ikhlas dikorbankan bagi mereka yang tak bermoral.
Ironisnya, di negeri yang Allah Swt. limpahkan kekayaan alamnya ini, masih banyak rakyatnya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka. Begitu juga faktor penyebab kelaparan yang berujung kematian masih terus terjadi dan tak pernah usai.
Melansir dari laman CNBC Indonesia (4-5-2024), menurut Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 1 dari 5 orang di 59 negara atau wilayah mengalami kelaparan akut akibat persoalan pangan. Di antaranya sebanyak 282 juta orang di 59 negara tersebut mengalami kelaparan tingkat akut pada 2023. Jumlah ini meningkat sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya.
Penyebab Utama Kelaparan
Kelaparan yang kini tengah melanda Indonesia, bahkan dunia, bukanlah kekurangan pangan, melainkan kekayaan yang tidak terdistribusi secara merata dan adil terhadap rakyat. Keberadaan sistem ekonomi kapitalisme menjadikan kekayaan berputar pada segelintir orang saja. Walhasil, sebagian besar penduduk bumi harus memperebutkan “remah-remah” sisa para korporat, bahkan rakyat diminta berjuang sendiri untuk sekadar makan. Sementara kapitalisme hanya berfokus pada produksi, tetapi tidak dengan distribusinya.
Tak hanya itu, kapitalisme menyerahkan distribusi sepenuhnya pada pasar, sedangkan negara tidak berperan apa pun, kecuali sebatas regulator. Inilah yang menjadikan kapitalisme gagal menyejahterakan rakyat, karena yang mampu mengakses makanan hanyalah mereka yang memiliki uang. Hal ini menunjukkan tidak berjalannya mitigasi bencana kasus kelaparan, juga menunjukkan gagalnya penguasa dalam menjamin kesejahteraan dan pemenuhan pangan rakyatnya.
Di samping itu, tata kelola yang digunakan negara dalam menjamin kebutuhan pangan rakyat juga sangat buruk. Pasalnya negeri ini adalah negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam yang tersebar di berbagai provinsi, dari Sumatera hingga Papua dengan beraneka ragam bahan pangan.
Dalam hal ini, seharusnya negara mampu membentuk ketahanan pangan yang kuat di negeri ini. Akan tetapi, pengelolaan pangan di bawah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini justru makin mengukuhkan penguasaan lahan oleh korporasi. Ditambah model pertanian dengan pelibatan korporasi sudah bisa dipastikan ada pemberian izin tanah untuk pengelolaan lahan kepada pihak koperasi.
Maka tak heran jika terjadi ketimpangan kepemilikan lahan antara petani dan korporasi yang pada akhirnya pihak korporasi menguasai rantai produksi hingga distribusi pangan. Sehingga masyarakat menjadi makin sulit memenuhi kebutuhan pangannya karena harganya sudah dapat dipastikan mahal. Alhasil banyak balita stunting, ibu-ibu stres hingga bunuh diri yang disebabkan faktor ekonomi, ditambah lagi para pemuda putus sekolah karena tidak ada dana.
Sungguh miris kehidupan yang dialami umat Islam hari ini justru masih jauh dari kata berkah. Bencana alam dan lingkungan, seperti banjir dan longsor terjadi di mana-mana. Begitu juga krisis kemanusiaan, ekonomi, sosial, moral dan pendidikan, krisis hukum, dan lain-lain tak bisa terelakkan lagi. Sehingga lahirlah kemiskinan, kelaparan, kesenjangan ekonomi dan sosial, merebaknya kriminalitas yang dilakukan oleh orang dewasa hingga anak di bawah umur. Fakta, sistem ini telah banyak menyebabkan malapetaka bagi umat manusia juga alam raya. Oleh karenanya, berharap sejahtera dalam sistem kapitalisme ini bagaikan mimpi di siang bolong.
Sistem Islam Sebagai Sentral
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yaitu khil4f4h. Islam hadir untuk menjalankan syariat Islam secara kafah (menyeluruh ) sekaligus mengurusi seluruh urusan umat termasuk pakar ketahanan dan kemandirian pangan. Hal ini menjadi mutlak diwujudkan dalam sistem Islam sebagai peran utama untuk mewujudkannya.
Rasulullah saw. bersabda, "Imam atau khalifah adalah raain untuk mengurus rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad Bukhari).
Seorang khalifah tidak boleh mengalihkan peran ini kepada pihak lain apalagi korparasi dan untuk merealisasikannya hanya mengacu pada syariat Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah saw..
Begitu juga dalam urusan pangan, Islam akan menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu pilar ekonomi. Sebab ketiadaannya akan menyebabkan kegoncangan ekonomi bahkan menjadikan sebuah negara bergantung pada negara lain bahkan dapat mengancam kedaulatannya.
Oleh karena, itu sistem Islam akan memberi perhatian besar kepada sektor ini dengan mengoptimalkan pengelolaannya supaya kebutuhan seluruh rakyatnya terpenuhi. Selain itu, negara wajib melarang adanya praktik penimbunan barang, termasuk menimbun bahan kebutuhan pokok. Karena hal ini akan menyebabkan kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat.
Maka, hanya khil4f4h yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara merata hingga tidak terjadi lagi persoalan kelaparan, kurang gizi, kemiskinan, dan seluruh persoalan yang melanda negeri ini seperti yang terjadi dalam sistem konomi kapitalisme hari ini yang telah nyata menjadi biang kerok terjadinya ketimpangan, sehingga mayoritas manusia sulit mengakses bahan pangan.
Patut dicontoh sosok Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang begitu berempati dengan kondisi rakyatnya yang ditimpa kelaparan. Beliau ra. memutuskan tidak akan makan mentega dan daging sampai musibah itu benar-benar hilang.
Wallahu a'lam bisshowwab
Via
Opini
Posting Komentar