Opini
Kurikulum Merdeka: Penguatan Pendidikan Sekuler
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Mulai tahun ajaran baru 2024/2025, Kurikulum Merdeka resmi ditetapkan sebagai Kurikulum Nasional. Penetapan ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 12/2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Kurikulum Merdeka sejatinya bentuk penguatan kebijakan pendidikan sekuler kapitalistik melalui perumusan kurikulum yang diklaim lebih holistik karena memuat penilaian melalui P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), tetapi targetnya pun tetap sekuler, bukan karakter berbasis akidah Islam.
Namun, pro-kontra pemberlakuan Kurikulum Merdeka sebenarnya masih terus berlangsung, tapi pemerintah justru menetapkan kurikulum tersebut sebagai Kurikulum Nasional yang mengikat semua satuan pendidikan. Terlepas dari pro-kontra, penetapannya sebagai bentuk penegasan pembiaran negara atas keberlangsungan pendidikan sekuler kapitalistik di Indonesia. Kurikulum Merdeka merupakan implementasi dari paradigma pendidikan yang mengacu pada sistem pendidikan Barat yang sekuler kapitalistik. Hal ini terlihat dari napas Kurikulum Merdeka berupa standar mutu kapitalistik, yakni penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) yang diimplementasikan melalui Asesmen Nasional.
PISA merupakan standar kualifikasi pendidikan yang dirancang oleh negara-negara kapitalis OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai bagi kebutuhan pasar industri kapitalis. Oleh karenanya, standar kualitas literasi, numerasi, dan sains menjadi acuan penilaiannya.
Kurikulum Merdeka juga memuat pembelajaran yang fleksibel mengikuti kemampuan peserta didik, bahkan mengikuti kemampuan guru. Yang mampu melejit tidak harus terhambat karena mengikuti yang lambat. Sedangkan yang lambat pun diharapkan tetap dapat belajar sesuai kemampuan. Kemajuan dirasa lebih cepat melalui metode ini. Namun, semua itu semata untuk meningkatkan nilai PISA melalui Asesmen Nasional.
Menjauhkan dari Islam
Hadirnya Permendikbudristek ini pertanda bahwa negara zalim memaksakan kebijakan sekuler kapitalistik kepada rakyatnya, padahal kehidupan sekuler kapitalistik seharusnya dijauhi oleh umat karena pasti akan menyengsarakan dan menjauhkan dari Islam. Mengapa negara keukeuh dengan kebijakan tersebut? Karena negara gagal membaca akar persoalan pendidikan sehingga yang dilakukan bukan perubahan menuju pendidikan sahih, tetapi justru keliru.
Akar persoalan pendidikan bukanlah rendahnya daya serap lulusan pada dunia kerja atau tingginya pengangguran terdidik sehingga harus mengejar penilaian PISA yang merupakan standar pendidikan Barat. Kurikulum Merdeka tidak bisa dipandang dari sisi teknis semata, yakni pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi guru dan siswa sehingga kurikulum tersebut terkesan baik atau bermanfaat.
Peningkatan kemampuan literasi dan numerasi dalam kurikulum ini tentu bukan sekadar angka, namun mengandung muatan ideologis karena nilai-nilai tersebut didedikasikan bagi kapitalisme. Pergantian kurikulum yang sejatinya hanya menguatkan pendidikan sekuler akan menghasilkan banyak kerugian, terlebih di tengah banyaknya persoalan guru, baik masalah kesejahteraan maupun kompetensi.
Kebijakan ini amat menguras energi sumber daya pendidikan. Artinya, negara telah zalim, sebab seharusnya negara berkewajiban menyediakan media (yakni kurikulum pendidikan sahih) agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, Kurikulum pendidikan sahih itu akan membantu banyak guru yang kebingungan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan terhadap peserta didik di tengah kesibukan teknis yang dituntut oleh kurikulum baru tersebut.
Dampaknya pun sudah amat terasa, yakni kualitas peserta didik ataupun output pendidikan saat ini. Karakter kepribadian islami siswa tidak terbentuk dengan benar. Perundungan dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang menimpa parapelajar dan dilakukan oleh pelajar, masih terus menjadi PR, bahkan kondisinya makin mengkhawatirkan. Contohnya kekerasan yang berujung maut di kampus STIP Jakarta, ada juga kekerasan di SMA 11 terbuka depok yang dialami 5 siswanya yang mengalami kekerasan fisik dan belum lagi banyak perundungan yang sampai hari ini belum ada solusinya.
Kemudian CNN Indonesia (28-12-2020) melaporkan bahwa berdasarkan hasil survey Komnas Perlindungan Anak terdapat 93,8% dari 4700 siswi SMP/SMA di Depok Jawa Barat yang pernah mengaku berhubungan seksual di luar nikah. Survey tersebut juga mengungkap 97% responden mengaku pernah menonton pornografi.
Terus bergantinya kurikulum di negeri ini sejak tahun 1947 hingga saat ini, menandakan terdapat kecacatan kurikulum pendidikan di negeri ini, selama ini aturan dalam penataan bermasyarakat dan bernegara berbasis sekuler kapitalistik. Di mana, orientasi manusia yang menguasai ilmu dan keterampilan, ditujukan untuk dunia kerja atau karier serta mendapatkan penghasilan untuk kehidupan individualis.
Kurikulum menjadi salah satu poin yang sangat penting dalam sistem pendidikan. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Perubahan kurikulum patut di cermati secara mendalam. Pasalnya dengan perubahan kurikulum pendidikan merdeka belajar, yang telah terjadi di negeri ini sudah 12 kali tentu saja akan berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Seharusnya Kemendikbudristek, fokus saja memperbaiki kurikulum yang ada.
Di sisi lain, hal seperti ini justru lebih terserap sebagai mesin penggerak industri kapitalis. Inilah kegagalan Kurikulum Merdeka yang hanya melahirkan buruh terdidik bagi kepentingan kapitalisme. Oleh karenanya harus diganti dengan kurikulum berbasis akidah Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan Islam yang dijalankan dalam bingkai sistem Islam, yakni Khil4f4h.[]
Via
Opini
Posting Komentar