Opini
Mengapa Sulit Berantas Pornografi dalam Sistem Demokrasi?
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
TanahRibathMedia.Com—Miris, Indonesia menjadi negara ke 4 secara internasional untuk kasus konten pornografi yang melibatkan anak di bawah umur, dan menempati peringkat ke 2 di ASEAN. Hal ini jelas bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, sebaliknya ini merupakan sebuah aib sekaligus ancaman besar bagi bangsa ini, mengingat kejahatan seksual telah merambah pada anak di bawah umur.
Data dari National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC) mengatakan ada sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia di bawah umur. Merebaknya kasus pornografi yang melibatkan anak di bawah umur makin menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah.
Kondisi ini membuat pemerintah mengambil sikap, dikutip Republika.co.id (19-04-2024), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan, pihaknya bakal membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban.
Anak-anak yang menjadi korban pornoaksi secara online berusia rata-rata 12-14 tahun. Tindakan asusila yang terjadi tidak hanya menyasar usia tersebut, tapi juga menyasar pada anak-anak yang masih duduk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), dan penyandang disabilitas.
Satgas yang dibentuk akan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga, diantaranya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Polri, KPAI, LPSK, Kejaksaan Agung, dan PPATK. Nantinya Satgas yang dibentuk akan saling dikoordinasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Langkah di atas tentu memunculkan pertanyaan bagi sebagian orang, akankah hal ini efektif menangani kasus kejahatan seksual yang makin merajalela? terlebih kejahatan ini telah menyasar usia anak di bawah umur.
Demokrasi Pintu Gerbang Kemaksiatan
Kasus di atas merupakan sebuah fenomena yang sangat memperihatinkan, kejahatan seksual yang terjadi saat ini tidak hanya menyerang orang dewasa saja, melainkan juga anak-anak di bawah umur yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Anak-anak adalah aset masa depan yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan penjagaan dari hal-hal yang dapat merusaknya.
Namun sayang, dengan adanya fakta di atas, kenyataan bahwa rusaknya generasi bukanlah isapan jempol belaka. Hal ini diakibatkan adanya penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekularisme yang menggiring masyarakat hanya mencari kepuasan materi semata. Sistem kehidupan ini sejatinya bersifat merusak karena menjauhkan aturan agama dari kehidupan manusia. Alhasil, standar kebahagiaan manusia hanya sebatas kepuasan jasadiah (materi) saja.
Parahnya lagi, sistem ini menjadikan seseorang tak takut dosa dan tak peduli pahala. Perilaku sekuler dan liberal menjadi sesuatu yang legal, akhirnya anak-anak pun menjadi korban. Inilah buah dari penerapan sistem rusak demokrasi sekuler. Maka wajar jika ada ungkapan bahwa demokrasi adalah pintu gerbangnya kemaksiatan, karena sistem demokrasi sekuler membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur.
Paham kebebasan yang ada dalam sistem kehidupan saat ini menjadikan manusia bertingkah semaunya demi mencapai kebahagiaan dan kepuasaan hidup, termasuk membuat, menyebarkan bahkan menikmati konten maksiat berbau pornografi. Bahkan tak heran jika konten pornografi justru dijadikan ladang komersil untuk menghasilkan cuan.
Terlebih, dalam sistem ini, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi selama ada permintaan, maka konten pornografi akan dibiarkan bahkan dipelihara. Kapitalisme akan memproduksinya meski itu merusak generasi, begitupun dengan kemaksiatan lainnya yang dianggap bisa menghasilkan keuntungan.
Merebaknya konten pornografi juga menandakan abainya negara dalam menjaga dan melindungi rakyat khususnya generasi dari berbagai macam konten-konten maksiat. Faktanya, selama ini, alih-alih menyetop pintu kemaksiatan, negara justru memfasilitasi dan membiarkan kemaksiatan itu merajalela. Selain itu, tingginya kasus kejahatan yang sama menandakan lemahnya negara dalam penegakkan hukum di negeri ini, hukum yang adapun terbukti tidak memberikan efek jera.
Oleh karena itu, selama demokrasi sekuler masih digunakan sebagai sistem kehidupan maka solusi apapun yang ditawarkan untuk menyelesaikan kejahatan seksual hanyalah kesia-siaan. Yang seharusnya dilakukan untuk menyelamatkan generasi dan umat dari berbagai kemaksiatan yang ada (termasuk dari kejahatan seksual) adalah dengan kembali kepada Syariat Islam. Karena hanya Islam lah satu-satunya yang mampu mberikan solusi praktis yang efektif menyelesaikan seluruh permasalahan manusia.
Islam Solusi Tuntas Kejahatan Seksual
Sistem demokrasi-sekuler berbeda secara diametral dengan sistem Islam. Sistem pemerintahan Islam atau yang disebut Daulah Khil4f4h akan menerapkan hukum Syariat secara sempurna dan menyeluruh. Syariat Islam dalam Daulah Khil4f4h merupakan kedaulatan tertinggi sekaligus sumber hukum. Daulah Khil4f4h akan menjadikan Islam sebagai landasan dalam membuat segala kebijakan dan aturan yang ada.
Islam akan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali, oleh karenanya dalam Islam tak dikenal istilah sekularisme. Dengan terikatnya manusia kepada syariat Islam maka tidak ada kebebasan mutlak dalam Islam, Islam memberikan kebebasan yang diatur hukum syariat. Oleh sebab itu, masyarakat dalam Daulah Khil4f4h dituntut untuk tunduk dan taat terhadap syariat dan kebijakan-kebijakan pemimpin (khalifah).
Islam memandang segala macam pelanggan syariat adalah kemaksiatan atau jarimah (kriminalitas), tak terkecuali dengan pornografi. Dan segala bentuk kemaksiatan haruslah dihentikan atau dikenakan sanksi.
Islam akan tegas melarang dan mengharamkan segala bentuk penyebaran konten pornografi, begitupun dengan industri kemaksiatan lainnya. Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas serta menjerakan, sehingga akan mampu memberantas secara tuntas.
Adapun cara Daulah Khil4f4h untuk menyetop penyebaran kemaksiatan berupa pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat adalah dengan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis pada akidah Islam yang kuat. Sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu-individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan tinggi yang berorientasi pada akhirat, kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah menjadikannya selalu berhati-hati dalam menjalani kehidupan di dunia.
Selain itu, aktivitas amar makruf nahi munkar akan menjadi kebiasaan dalam masyarakat Daulah. Masyarakat sadar betul bahwa fungsi mereka adalah sebagai kontrol sosial, sehingga tidak akan membiarkan kemaksiatan begitu saja. Dengan begitu kejahatan atau kriminalitas bisa diminimalisir.
Kesadaran khalifah akan perannya sebagai junnah (perisai) yang harus melindungi dan menjaga umat khususnya generasi dari racun pemikiran yang dapat merusak, membuat khalifah berusaha semaksimal mungkin untuk menjamin hak-hak syar'i yang dimiliki manusia dalam Daulah Khil4f4h.
Tak hanya itu, Khil4f4h akan dengan tegas menutup segala bentuk celah kemaksiatan dengan cara mengontrol arus informasi yang beredar, baik di media massa maupun di media sosial. Khil4f4h juga akan melarang semua pemikiran di luar Islam yang bertentangan dengan syariat berkembang di tengah masyarakat.
Selain itu, guna memaksimalkan upaya pencegahan kriminalitas dalam Daulah, Khil4f4h akan menerapkan sistem persanksian dalam Islam (uqubat Islam) secara sempurna. Sistem sanksi dalam Islam terbukti efektif dalam memberantas segala tindak pelanggaran hukum syarak, sebab Islam tidak pernah main-main dalam menangani kasus kejahatan.
Di samping itu, para pelaku kejahatan yang disanksi dengan hukum Islam akan mendapat penghapusan dari dosa kejahatan yang ia lakukan, karena sanksi dalam Islam bersifat jawabir (penghapus dosa), dan bersifat jawazir (pencegah) yang akan memberikan efek jera bagi orang lain, dengan begitu orang lain tidak akan mau berbuat kemaksiatan yang sama. Dengan demikian, sistem Islam mampu menyelesaikan permasalahan pornografi dan pornoaksi di tengah umat.
Demikianlah mekanisme Daulah Khil4f4h dalam menuntaskan masalah pornografi yang melibatkan anak di bawah umur. Untuk menyelamatkan generasi dari kehancuran, satu-satunya solusi adalah dengan menerapkan sistem Khilafah Islamiah ala min hajj nubuwah.
Wallahu a’lam bishshawab.[]
Via
Opini
Posting Komentar