Opini
Refleksi Hari Buruh: Nasib Buruh Kian Terpuruk
Oleh: Huda Reema Naayla
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Buruh menurut KBBI artinya orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Tentu upah yang didapatkan harus sesuai mengingat jam kerja yang begitu padat dan lembur yang kadang tidak menentu. Namun sayangnya, buruh tidak mendapatkan haknya secara baik. Bahkan untuk sampai ke tingkat sejahtera yang bisa dirasakan pun tidak tercapai. Ada apa sebenarnya? Kapan para buruh ini akan merasa sejahtera?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mencuat karena banyak sekali masalah yang terjadi pada buruh, terutama terkait upah yang tidak sesuai. Seperti yang dikutip tirto.id, (26-04-2024), pada laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, dua isu utama yang menjadi sorotan adalah tingkat pengangguran global yang tinggi. Diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur pada 2024.
Melihat situasi tersebut, tema Hari Buruh Internasional 2024 kemungkinan besar akan berfokus pada memperjuangkan keadilan sosial dan pekerjaan yang layak untuk semua. Hal ini sejalan dengan prediksi dari laman Geeks for Geeks yang mengangkat tema "Social Justice and Decent Work for All". Mengatasi kesenjangan gender di tempat kerja. ILO mencatat bahwa kesenjangan ini masih marak terjadi, terutama di negara-negara berkembang.
Di sisi lain, laman cnnindonesia.com (26-4-2024) mengabarkan, sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyetop merekrut karyawan baru pada tahun lalu lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Indonesia. Dari 69 persen jumlah itu, 67 persen di antaranya merupakan perusahaan besar.
Bisa dikatakan bahwa peringatan hari buruh 2024 dengan tema "Social Justice and Decent Work for All" terjadi di tengah berbagai problem buruh, mulai dari upah rendah, kerja tak layak, hingga maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja, yang membuat nasib buruh makin terpuruk. Tidak hanya nasib buruh saja, para sarjana dan freshgraduate lain dari kalangan SMK dan D3 pun merasakan nasib yang sama. Banyak yang merasa sia-sia telah menempuh pendidikan dengan biaya fantastis bila berujung tidak bisa bekerja. Hal ini tampak nyata dari ramainya cuitan mereka di sosial media.
Namun perlu diketahui, persoalan buruh akan terus ada selama diterapkan sistem kapitalisme, yang menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh hari ini bergantung pada perusahaan, sementara tak ada jaminan dari negara karena nyatanya negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan. Maka tak ayal bila perusahaan hari ini lebih mengedepankan sistem kontrak dan freelance.
Bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat dan di sini negara harus bertanggung jawab memastikan kesejahteraannya. Negara tidak bisa berlepas tangan seperti hari ini. Bahkan negara tidak bisa dan tidak boleh mendahulukan kepentingan oligarki ketimbang dengan kesejahteraan para buruh.
Negara dalam sistem Islam memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kafah dalam semua bidang kehidupan, yang menjamin nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan sehingga menguntungkan semua pihak.
Sistem Islam juga turut menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan keridaan. Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubara), sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan dan lainnya sehingga menguntungkan semua pihak.[]
Via
Opini
Posting Komentar