Opini
Sawah Cina, Mampukah Mensolusi Krisis Pangan?
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Masalah pangan terus menjadi masalah yang hingga kini belum menemukan solusi tuntas. Berbagai program dicanangkan, namun hasilnya masih tidak sesuai harapan.
Program ala Kapitalisme
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapan bahwa pemerintah akan bekerjasama dengan China untuk menggarap sawah di Kalimantan Tengah (voaindonesia.com, 26-4-2024). Kesepakatan tersebut merupakan salah satu hasil dari pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam agenda High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI–RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat 19 April 2024 lalu.
Program pengembangan sawah dengan Cina akan dilakukan secara bertahap. Program tersebut direncanakan akan dilaksanakan di Kabupaten Pulang Pisang. Di wilayah tersebut setidaknya terdapat lahan seluas satu juta hektar yang akan dimanfaatkan. Bahkan disebutkan juga akan ada penggandengan dengan mitra lokal wilayah setempat.
Luhut yakin program tersebut akan mendongkrak hasil pertanian dalam negeri dengan bantuan berbagai teknologi Cina yang akan segera diterapkan di sektor pertanian tanah air.
Menilik program tersebut, beberapa tenaga ahli menyangsikan keberhasilannya. Salah satunya pendapat seorang pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori. Khudori berpendapat sebetulnya mengadopsi teknologi suatu negara sebetulnya boleh-boleh saja. Namun, perlu ada penelaahan lebih lanjut dan mendalam mengenai kecocokan teknologi yang diterapkan suatu negara belum tentu cocok untuk negara lain. Apalagi jika ditengok berdasarkan musim, Cina memiliki empat musim dan Indonesia dua musim. Jelas, dari sini saja terdapat perbedaan mencolok. Berbagai penelitian terkait adaptasi benih, jenis hama dan banyak aspek mempengaruhi program tersebut. Sehingga butuh diskusi lebih lanjut dengan para ahli pertanian. Karena teknologi di negara Cina belum tentu manjur dan applicable dengan keadaan di Indonesia. Demikian paparnya. Semestinya pemerintah lebih memperhatikan aspek hambatan pertanian di dalam negeri, seperti biaya sewa lahan, tenaga kerja dan biaya produksi yang mahal terkait pupuk, harga bibit dan pemasaran. Lanjutnya.
Rencana perbaikan dan pengembangan pangan yang kini diterapkan pemerintah dinilai tidak realistis. Dan program tersebut hanya mengulang-ulang kegagalan program yang sebelumnya telah ada. Meskipun berganti masa pemerintahan, masalah pangan terus menjadi masalah yang terus membelit sistemik. Mitigasi terkait kegagalan ketahanan pangan semestinya dijadikan garis besar kebijakan, mengingat kegagalan selalu berulang.
Pemerintah semestinya bijak dalam memandang suatu masalah. Kegagalan panen dan gagalnya ketahanan pangan sebetulnya terjadi karena berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Sulitnya akses pupuk yang terjangkau, sulitnya mendapatkan benih unggul dengan harga yang layak, irigasi yang terus menuai konflik, sulitnya pemasaran, banyaknya kartel bahan pangan dan beragam masalah yang kini terus menjegal nasib petani lokal.
Sementara di sisi lain, petani merasa tergusur karena banyak lahan pertanian terpangkas oleh program kebijakan PSN (Proyek Strategis Nasional) yang terus menggerus lahan pertanian nasional. Alih-alih ingin mendongkrak produktivitas pertanian, namun kebijakan yang ada justru kontraproduktif dengan tujuan ketahanan pangan. Akhirnya banyak petani yang tidak lagi berharap pada sektor pertanian. Karena sektor ini tidak menjanjikan harapan yang baik untuk penghidupan. Banyak petani yang beralih profesi menjadi buruh kasar atau sekedar pekerja pabrik di perkotaan. Memprihatinkan.
Menyoal kerjasama dengan Cina, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa negara lepas tangan atas kewajibannya mengurusi urusan pangan rakyat. Kerjasama tersebut tidak dibangun atas prinsip pelayanan kepada rakyat. Namun dibangun atas prinsip bisnis yang mengutamakan konsep untung rugi. Dan jelas, berjalannya proyek tersebut hanya menguntungkan oligarki dan pengusaha besar pemilik modal. Sedangkan rakyat dibiarkan terpuruk dalam nasibnya yang kian hari kian memburuk.
Inilah prinsip sistem kapitalisme sekular. Sistem yang hanya memprioritaskan keuntungan materi di atas segala-galanya. Konsep ini pun semakin parah saat aturannya semakin bebas tanpa aturan yang jelas. Tidak ada standar nilai yang benar. Rakyat tidak pernah diposisikan sebagai bagian yang wajib diurus oleh negara. Sebaliknya, rakyat dipaksa mandiri mengurusi diri. Negara sebatas pembuat regulasi yang memudahkan terbukanya pintu masuknya intervensi asing di dalam negeri. Tentu saja, kebijakan ini hanya melahirkan kesengsaraan yang tidak berkesudahan.
Ketahanan Pangan dalam Islam
Sektor pangan merupakan sektor strategis yang menyangkut kepentingan primer seluruh rakyat. Islam telah mewajibkan negara agar mengurusi setiap urusan individu rakyatnya mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan penjaminan ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak.
Sebagaimana Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat Bukhori bahwa setiap pemimpin adalah ra'in, yaitu pengurus setiap urusan rakyatnya.
Konsep tersebut hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam dalam institusi khil4f4h. Dalam setiap kebijakannya, khil4f4h memastikan bahwa setiap tanah harus dijamin produktivitasnya. Demi ketersediaan pangan seluruh rakyat. Terkait hal tersebut, khil4f4h akan menetapkan berbagai kebijakan terkait pengelolaan tanah. Seperti kemudahan kepengurusan lahan, memudahkan akses bibit, pengolahan tanah, penyediaan pengairan yang memadai, memfasilitasi proses panen serta menjaga mekanisme pemasaran pangan, teknologi serta pengembangannya dan berbagai kebijakan yang menyertainya. Semua anggaran ditetapkan dalam pos-pos Baitul Maal yang telah ditetapkan syara' dan sesuai kebijakan khalifah.
Tidak hanya itu, khil4f4h pun tidak akan menerapkan kebijakan yang secara nyata akan mengancam kedaulatan. Seperti bekerja sama dengan negara asing yang jelas merupakan kafir harbi penjajah yang wajib dihindari. Karena setiap kerjasama dengan negara penjajah selalu berujung dengan kebangkrutan dan penjajahan terstruktur. Sehingga hal tersebut mengancam kedaulatan dalam negeri.
Dengan paradigma Islam, ketahanan pangan bukan hal yang mustahil diwujudkan. Kepemimpinan dan pengurusan yang amanah pasti akan berbuah berkah. Inilah konsep Islam yang niscaya mensejahterakan dan menjaga seluruh rakyat dari berbagai jurang kezaliman.
Wallahu'alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar